Saya akhirnya lebih memilih jamu beras kencur yang dijual dalam botol bekas air mineral seharga Rp 5.000 sambil mencuri-curi waktu untuk memfoto si ibu saat melayani pembeli.
Sebotol jamu telah didapat. Kini saya melanjutkan mencari lokasi sarapan yang sudah lewat ini. Karena soto yang dicari tidak ditemukan, saya memutuskan saja mampir ke warung bakso yang juga legendaris, Bakso Pak Mamo.
Saya mencuri-curi waktu untuk memotret aktivitas yang menurut saya unik ini dan lagi-lagi orang menatap aneh hehehe, bahkan si ibu penjual buah pisang nyeletuk saat saya menenteng sebotol jamu. “Istrinya mau sehabis melahirkan ya mas?” hehehehe saya pun tersenyum sambil nyelonong menuju warung bakso yang berada di belakang lapak penjual buah pisang ini.
Harum daging sapi yang dikukus serta jeroan sapi yang mengeluarkan asap mengepul terlihat dari panci besar yang terdapat di gerobak bakso ini. Sang penjual (suami istri) Pak Mamo dan Bu Mamo terlihat sibuk melayani pembeli yang lumayan ramai. Kiosnya tidaklah sebagus yang dibayangkan namun penuh sesak oleh pecinta bakso yang tiap lima hari sekali berjualannya.
”Bu, pesan baksonya satu mangkok ya?”
Dengan sigap Bu Mamo langsung melayani pembeli dan meraciknya. Beberapa saat kemudian, semangkuk bakso yang masih terlihat mengepul sudah tersaji di depan saya.
Tidak ada yang begitu menonjol dari bakso ini, hanya saja kuah serta bumbunya begitu terasa dan juga kental karena tiap beberapa saat akan ditambahkan bumbu baru ke dalam panci besarnya. Ini cukup beralasan agar kuahnya terus sama dari saat pertama kali buka hingga menjelang siang saat ini. Baksonya kenyal dan kuahnya juga tidak terlalu bau prengus karena jeroan sapi. Dan saya suka sekali apalagi jika ditambah kecap manis, sambal dan satu ketupat. Hmmm rasanya masih sama sejak dahulu hingga saat sekarang ini.
Tak terasa bakso sudah habis dan berpindah perut, keringat menetes dan juga hawa panas menyeruak menjelang siang ini.
“Berapa pak satu mangkok plus satu ketupat?”
“Oh, sepuluh ribu saja, Mas”
***
Cerita pengalaman bernostalgia saat berkunjung ke pasar tradisional seperti yang diceritakan seperti di atas sejatinya memberikan kita pelajaran sejarah yang begitu penting. Ada yang tau bagaimana istilah hari pasaran Manis (Legi), Pahing, Pon, Wage dan Kliwon itu ada dan dikenal hingga saat ini khususnya di pulau Jawa dan Bali? Berikut sejarahnya: