Mohon tunggu...
Hendi Setiyanto
Hendi Setiyanto Mohon Tunggu... Freelancer -

Menulis itu mencerahkan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Si Sulung Curug Mrawu

3 Februari 2016   17:54 Diperbarui: 3 Februari 2016   18:30 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Pesona curug Mrawu-Pejawaran-Banjarnegara "][/caption]

Sampailah kami pada si sulung curug Mrawu, tiga bersaudara dari rangkaian curug yang berada di desa Giritirta-Pejawaran-Banjarnegara. Letaknya yang berada di balik bukit membuat langkah kami lumayan menguras tenaga.

Kami harus melintasi sela-sela tanaman jagung milik warga. Jalan yang harus kami lewati mirip pinggiran sawah, gembur, basah dan sewaktu-waktu bisa longsor dan terperosok. Ada alternatif lain memang jika ingin lebih ringan akan tetapi harus melewati pinggiran sungai dan malah lebih jauh.

Setelah melewati rimbunnya tanaman jagung yang terlihat sudah berbuah, lintasan berikutnya berupa hamparan tanaman kentang. Treknya lumayan mudah walaupun terus menanjak dengan jalan yang licin dan basah.

Kami jarang bercakap-cakap saat di sini. Selain nafas sudah mulai ngos-ngosan, rimbunnya tanaman juga menyulitkan gerak langkah kami.

Berjalan sebentar saja, pemandangannya sudah lain lagi. Kali ini kami melewati lagi hamparan tanaman cabe hijau. Sepertinya tanaman cabe masih menjadi favorit para petani di sini.

Sesekali langkah kaki ini awas melihat trek di depan, takut kalau secara tidak sengaja menginjak tanaman milik warga ini. Mata ini pun harus awas ketika melangkah, takutnya ada binatang ular yang tiba-tiba saja melintas. Tidak salah memang karena setelah memasuki musim hujan, sepertinya tanaman di sini makin tumbuh lebat dan hijau. Sehingga hampir mayoritas jalan buatan ini rimbun tertutup aneka macam rumput liar dan tanaman warga.

[caption caption="Curug Mrawu di desa Giritirta-Pejawaran-Banjarnegara"]

[/caption]

 

Ketika nafas ini sudah mulai sesak kami berhenti sejenak sambil berfoto-foto sekedar menghilangkan capek. Ah..sepertinya air di botol masih tersisa cukup banyak. Tumben kali ini saya tidak kena dehidrasi. Padahal kalau diingat beberapa waktu lalu ketika mencari Curug Aul, saya sempat ingin menyerah menahan sakit. Kebetulan saat itu masih memasuki musim kemarau. Salah saya sendiri karena kurang cukup membawa perbekalan saat itu.

“Hei…lihat!!!” saya pun berteriak.

“Ada apa sih?”

“Ini ada mata air hangat lagi, malah ada kolamnya yang cukup untuk berendam satu orang”

“Yaelah…lha foto yang aku kirim kemarin kan memang foto di lokasi ini”

“Oh…gitu…” Saya hanya manggut-manggut.

Saya pun member saran “Bagaimana kalau kita berhenti sejenak sekedar merendam kaki yang kotor dan penuh lumpur ini?”

“Sakarepmu lah..” dengan muka datar teman saya pun mengiyakan saja.

Saya  rasa cukup berendamnya, harus buru-buru jalannya takutnya keduluan sama hujan.

“Tinggal satu tanjakan lagi kita sampai!!!” teman saya  menyemangati.

Samar-samar obyek putih sudah terlihat, suara gemericik air pun makin dekat terdengar.

“Woi..itu curugnya sudah kelihatan!!!” Saya pun berteriak kegirangan.

Kali ini curugnya lebih bisa terlihat hingga jarak dekat karena di dasar curugnya hanya terdapat bebatuan berukuran kecil dan sedang. Kami pun bisa melihat lebih dekat dan merasakan kesejukan cipratan air yang membasahi seluruh tubuh.

Di lokasi curug ini masih tersisa plang papan nama tempat ini. Walaupun kondisinya kurang terawat dan tidak tertancap dengan kuat. Saya pun berinisiatif membetulkan posisi plang tadi hingga bisa dijadikan sebagai latar belakang saat berfoto.

Karena sebelumnya saya sudah pernah melihat foto-foto curug ini jadi tidak terlalu penasaran. Sangat disayangkan tumpukan sampah mulai dari ranting kayu, sandal jepit, bungkus makanan ringan hingga bekas botol air mineral berserakan di pinggiran kolam. Pengin rasanya memunguti satu persatu sampah-sampah tadi, tapi apa daya kemampuan kami terbatas.

Saya hanya sempat menyingkirkan beberapa ranting berukuran besar yang teronggok di pinggiran kolam. Karena saking semangatnya saya pun sampai terjatuh dan terpelanting di atas batu. Untungnya terlindungi oleh tas yang berada di punggung. Teman saya pun hanya tertawa terbahak-bahak.

Yang menjadi khas curug Mrawu ini adalah terdapat tanda strip berwarna kuning yang berada di sisi kanan kiri tebing bagian bawah. Sebenarnya warna kuning tadi adalah aliran mata air hangat yang keluar dari celah-celah tebing dan mungkin mengandung sedikit belerang.

Sementara itu di sisi kiri tebing terdapat rimbunan pohon bambu yang membuat asri tempat ini. Di sebelah kanannya ada pohon aren besar yang tumbuh di tebing berbatu.

Kami pun berdebat kalau tempat ini pernah masuk tv dalam acara My Trip My Adventure yang terkenal pada salah satu stasiun tv swasta.Tapi ragu juga karena setelah di telisik lebih jauh plang MTMA nya tidak ada, padahal dalam tayangannya hostnya menancapkan plang tadi sebagai kenang-kenangan.

Tidak butuh waktu lama kami di sini karena tujuan utama kami adalah curug yang masih perawan dan tersembunyi di desa sebelah. Saat turun terasa begitu cepat jalannya, mungkin memang begitu adanya beda saat pas berangkat.

Kami makin asyik saja mengabadikan berbagai macam bunga liar dan kupu-kupu yang hinggap kesana kemari. Sesekali ngaso sejenak mengambil nafas yang ngos-ngosan.

Saat perjalanan pulang kami di sambut beberapa pasangan muda-mudi yang sedang asyik mojok di atas batu. Dengan iseng saya pun mengabadikannya hehehe. Bahkan ada yang sedang berpelukan di dalam gazebo dan tidak peduli dengan kondisi sekitarnya yang makin banyak orang.

Motor kami yang terparkir sudah terlihat di depan mata. Saya bertanya kepada salah seorang mas-mas yang berjaga di situ.

“Mas, di sekitar sini ada curug lain nggak?”

“Oh ada mas, di desa Sarwodadi, tetapi lokasinya terpencil dan susah diakses”

“Oh gitu ya, makasih ya mas”

Kami bergegas tanpa mempedulikan lokasinya yang susah, kami sudah bertekad bulat ingin membuktikan sendiri keberadaan curug tersembunyi tersebut.

 

Cerita lengkap perjalanan saya bisa dibaca di blog www.ndayeng.wordpress.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun