Mohon tunggu...
Hendi Setiawan
Hendi Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Senior citizen. Pengalaman kerja di bidang transmigrasi, HPH, modal ventura, logistik, sistem manajemen kualitas, TQC, AMS, sistem manajemen lingkungan dan K3, general affair, procurement, security. Beruntung pernah mengunjungi sebagian besar provinsi di Indonesia dan beberapa negara asing. Gemar membaca dan menulis. Menyukai sepakbola dan bulutangkis. Masih menjalin silaturahmi dengan teman2 sekolah masa SD sampai Perguruan Tinggi.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Restoran Halal di Macao

27 Desember 2017   11:43 Diperbarui: 27 Desember 2017   12:02 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah lama saya tahu dan dengar nama kota Macao, sebuah wilayah Tiongkok yang lama "dipinjam" Portugis dan sekarang kembali ke pangkuan Tiongkok sebagai daerah otonomi khusus, seperti kota tetangganya Hongkong SAR.

Pada penerbangan Jakarta - Hongkong dan Chengdu - Hongkong pada musim panas yang terik tahun 2007, menjelang pesawat mendarat di Bandara Chek Lap Kok, dari jendela pesawat terlihat banyak gedung bertingkat di kejauhan, mungkin itu Macao? Entahlah, yang jelas ketika bertemu teman satu grup kantor di darat, teman saya, orang Hongkong, bilang, "when airplane flied near the water, you might be see The Peak of Hongkong". Sayang waktunya sempit tak mungkin jalan-jalan ke Macao saat itu.

Nama Macao kembali saya baca di Kompasiana melalui pengumuman blog competition yang hadiahnya jalan-jalan gratis ke Macao. Apa yang mau saya tulis? Hampir blank, tak ada ide.

Tiba-tiba semalam timbul ide menulis tentang ceruk pariwisata Macao bagi turis Muslim, ketika anak saya, yang berprofesi 'koki', memberitahu terpaksa menolak tawaran kerja di sebuah hotel di Macao, terkait kehalalan bahan makanan. Apakah Pemerintah kota Macao menyadari potensi turis Muslim dari Indonesia, Malaysia dan Brunei? Yang saya tahu seorang ibu berjilbab, teman sekolah waktu SD sampai SMA, pernah jalan-jalan ke Macao bersama saudaranya. Mungkin pangsa pasar turis Muslim dari Asia Tenggara, Asia Selatan dan Asia Barat suatu saat akan membesar.

Turis Muslim tentu tidak bisa sembarangan makan di restoran, mereka lebih nyaman makan di restoran halal. Tentu saja ini soal kepatuhan pada aturan agama, tak ada kaitan dengan intoleransi atau diskriminasi.

Sama dengan keputusan anak saya yang berprofesi 'koki' terpaksa menolak tawaran kerja di sebuah hotel bintang lima di Macao, alasan pokoknya di hotel tersebut anak saya harus memasak makanan Western yang diantaranya mengandung babi.

Apakah restoran cepat saji asal Amerika halal? Bukankah mereka menjual ayam goreng dan kentang goreng yang cocok dengan lidah hampir semua orang? Di Indonesia, Malaysia, Brunei dan negara-negara Muslim insyaallah halal. Tapi di Asia Timur belum tentu halal. Seturut pengalaman saya di Tokyo dan di Chengdu, restoran cepat saji tersebut menjual burger yang isinya daging babi. Ketika ditanya alat masak yang digunakan juga tidak dipisah.

Apakah di Macao ada restoran halal atau restoran Muslim? Saya coba googling, Alhamdulillah ketemu sebuah restoran bernama 'Loulan Islam Restaurant'. Paling tidak masih ada pilihan yang aman untuk pengunjung Muslim. Tapi jikapun harus makan di restoran umum, bisa saja memilih restoran makanan laut atau restoran khusus vegetarian, selama bumbu-bumbu yang digunakan untuk masak tidak mengandung babi.

Mudah-mudahan otoritas pariwisata Macao melihat peluang kunjungan turis Muslim, juga memperjelas informasi melalui brosur atau website dimana makanan halal dapat dibeli di Macao.

Perkaya wisata kuliner Macao dengan makanan halal, sekaligus memperlengkap kandungan slogan "Thousand Portrait of Macao, A Combination of World, Cultural Heritage and Culinary".

Selamat berkunjung ke Macao menyaksikan arsitektur bangunan warisan budaya kolonial peninggalan Portugis dengan beragam wisata kulinernya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun