Entah benar atau tidak dugaan Risma, Walikota Surabaya, dinilai para peminat politik sebagai lawan berat yang berpeluang mengalahkan Gubernur Jakarta incumbent Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Ketidakbenaran dugaan bahwa Risma akan mengalahkan Ahok pada PilGub Jakarta 2017 terlihat dari PDIP sejauh ini belum menetapkan jagoannya siapa Calon Gubernur pilihan PDIP. Kedua PDIP melalui tokoh- tokohnya menyatakan salah satu alternatif Cagubnya adalah Ahok, sekalipun sebagai alternatif terakhir. Alasan ketiga "sang calon kuat", Risma, masih juga berkeras ia masih lebih suka tinggal di Surabaya daripada pindah ke Jakarta menjadi Gubernur Ibukota.
Namanya politik, setiap saat bisa berubah, bahkan berubah ekstrim 180 derajat. Maka mesin politik Ahok yang paling diandalkan, Teman Ahok, berupaya mencegah Risma nyagub pada PilGub Jakarta 2017. Tokoh-tokoh teman Ahok pada beberapa talk show di TV menebar opini bahwa Risma pemimpin bagus, tetap membangun Surabaya, lebih baik nanti jadi Jawa Timur 1 alias Gubernur Jawa Timur. Ahok sendiri tampaknya tak mampu menahan diri "ikut mencegah" Risma ke Jakarta.
"Ikut mencegah"?. Saya tulis dengan tanda kutip, karena seringnya Ahok bicara di media bahwa akan bagus bila Kepala Daerah berprestasi datang dan ikut PilGub Jakarta, akan sangat bagus bila makin banyak orang ikut pemilihan Gubernur Jakarta, supaya makin banyak pilihan. Nah kenyataannya Ahok tak dapat menahan diri untuk tidak menyerang calon rival beratnya, dengan mengecilkan prestasi Walikota Surabaya, dengan mengatakan Surabaya setara Jakarta Selatan saja.
Serangan terhadap Risma seperti yang dilakukan Ahok, kita tak tahu apakah spontan karena tiba-tiba ditanya wartawan atau bukan pernyataan spontan? Mungkin Ahok merasa diperbandingkan kurang adil prestasi ekselennya dinilai kalah hebat dibanding hasil Pembangunanan kota Surabaya, Â yang dikatakan Ahok seluas Jakarta Selatan.
Sekalipun Ahok pasti menyangkal ia berusaha mencegah Risma ikut PilGub Jakarta, serangan terhadap pribadi Risma dan kota Surabaya langsung diucapkan Ahok, tentu berbeda dengan jika diucapkan oleh pendukung beratnya sekalipun.Lihat saja reaksi Risma, "Incumbent tak usah takut, kalau selama lima tahun kerjanya baik!", "Jangan serang Surabaya, salahku apa?". "Itu orang sombong!", kata Risma.
Mungkin saja Risma jadi tertantang untuk membuktikan Ia sesungguhnya lebih disukai mayoritas warga Jakarta dibanding Gubernur Jakarta incumbent.
Memang sebagai Kepala Daerah lain di luar Jakarta, Risma harus mengundurkan diri sebagai Walikota Surabaya untuk ikut PilGub yang belum tentu dimenanginya. Bandingkan dengan Gubernur petahana yang cuma diwajibkan undang-undang cuti selama 3 bulan saja pada masa kampanye.
Luas Surabaya itu 376 Km2, lebih dari separuh Jakarta, dengan APBD 7 trilyunan, sangat kecil dibanding APBD Jakarta 64 trilyun, yang mestinya Gubernur Jakarta lebih leluasa dari sisi anggaran. Mungkinkah Risma jika nanti mengelola APBD sebesar 70 trilyun akan berprestasi lebih baik dari Gubernur yang mungkin digantikannya? Â
Hehehe segala kemungkinan masih mungkin terjadi, Risma bisa saja merasa tertantang untuk membuktikan bahwa ia tak bisa dianggap remeh oleh Ahok, yang memerintah sebuah kota seluas tak sampai dua kali luas kota Surabaya.
Kita tunggu Pemilihan Gubernur Jakarta diantara dua calon yang seimbang populernya. Rakyat Indonesia pada umumnya tentu berharap PilGub dilaksanakan dengan jujur, tidak ada kecurangan di lapangan maupun kecurangan manipulasi data oleh siapapun. Para cyber army kedua pihak sebaiknya tidak melakukan serangan-serangan IT terhadap kubu musuh di dunia maya. Mari berdebat secara jujur dengan kepala dingin.Â