Antisipasi artinya berbuat sesuatu untuk mencegah terjadinya suatu hal yang tak diharapkan pada waktu mendatang, baik yang dekat maupun yang masih jauh.
Antisipasi boleh dikatakan kemampuan dan visi yang harus dimiliki oleh seorang manajer, termasuk diantaranya Direksi Jasa Marga yang 'memerintah' jalan Tol, Dirjen Perhubungan Darat dan Kakorlantas. Para pejabat tersebut tugas dan tanggungjawabnya sangat erat dengan kejadian 'horror' macet puluhan jam di Brebes Exit (Brexit).
Kakorlantas menyatakan kemacetan di jalur mudik jalan tol maupun non tol Pantura akibat jumlah kendaraan jauh melebihi kapasitas jalan. Kakorlantas juga menilai tarif tol di gerbang Brexit yang nilainya Rp 50.500 memperlambat transaksi dan salah satu penyebab kemacetan. Pendapat Kakorlantas agar tarif dibiarkan menjadi Rp 50.000 disetujui pihak Pengelola Jalan Tol, karena masuk akal berakibat transaksi lebih lancar dan berefek mempercepat terurainya macet di gerbang Brexit. Coba hal 'sepele' ini dipikirkan sebelumnya.
Apakah horror macet luar biasa sejak 2 Juli 2016 sudah diperkirakan akan terjadi oleh para pejabat terkait di bidang Perhubungan dan Lalu Lintas? Mungkin ya mungkin belum sempurna antisipasinya. Kecil kemungkinan para pejabat manajerial yang berpengalaman tak mengantisipasi kemacetan di jalur mudik lebaran sama sekali.
Saya ikut memantau jalur mudik karena dua sahabat saya pulang kampung ke Wonosobo dan Temanggung, berangkat dari Bogor dan Depok pada hari Minggu 3 Juli pagi dan siang.
Kedua keluarga sahabat saya bilang perjalanan lancar sampai Palimanan-Kanci dan mengalami kemacetan luar biasa di Brexit. Informasi terakhir sahabat yang berangkat dari Depok hari Minggu sekitar pukul 13, baru berhasil lolos dari Brexit hari Senin (hari ini 4 Juli 2016) sekitar pukul 4 pagi, Depok - Brebes ditempuh dalam waktu 15 jam. Ruarrr biasa, pantas disebut horror.
Apa keluhan pemudik yang terjebak sepanjang Tol menuju Brexit? Tak ada rest area, tak ada SPBU, tak ada toilet dan sampah menumpuk di jalan tol!.
Soal rest area dan SPBU butuh waktu untuk menyediakannya, tapi toilet darurat berupa mobile toilet atau toilet darurat lain yang bersih bisa disiapkan Jasa Marga.
Bagaimana sampah yang berserakan di bahu jalan Tol bahkan di badan jalan Tol? Euleuh-euleuh ini mah masalah perilaku manusia pemudik yang parah! Masa buang sampah seenaknya di jalan? Kenapa sih tak sedia kantung untuk menampung sampah sementara di mobil? Nanti kalau ketemu tempat sampah umum baru sampah di mobil dibuang.
Di jalanTol menuju Tokyo saya pernah mengalami macet parah, sampai bis yang saya tumpangi diam tak bergerak, tapi penumpang bis 'mengantungi' sampah bungkus makanan masing-masing dan dibuang ke tempat sampah ketika turun dari bis, entah di rest area atau di tempat tujuan.
Sebenarnya tak usah jauh-jauh ke Tokyo, di jalan utama kota Bogor yang pada hari-hari besar dipadati mobil pelancong sampai empat jalur di jalan Jalak Harupat, langka ada orang membuang sampah seenaknya dari dalam mobil. Kalaupun ada mungkin orang itu belum 'direpolusi mentalnya', hehehe.
Antisipasi dan visi pejabat terkait tugas pokoknya mencerminkan kualitas pejabat yang bersangkutan. Memang tak mudah menduga sesuatu yang belum terjadi  tapi itulah bagian dari pekerjaan seorang manajer, entah level Direktur, Direktur Jenderal atau AKBP sd Irjen Pol.
Next Year better ya bapak - bapak para pejabat dan juga para pemudik harusnya ikut membantu ketertiban berlalulintas dan menjaga kebersihan sebagai bagian dari Iman anda. Hehehe maaf.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H