Mohon tunggu...
Hendi Setiawan
Hendi Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Senior citizen. Pengalaman kerja di bidang transmigrasi, HPH, modal ventura, logistik, sistem manajemen kualitas, TQC, AMS, sistem manajemen lingkungan dan K3, general affair, procurement, security. Beruntung pernah mengunjungi sebagian besar provinsi di Indonesia dan beberapa negara asing. Gemar membaca dan menulis. Menyukai sepakbola dan bulutangkis. Masih menjalin silaturahmi dengan teman2 sekolah masa SD sampai Perguruan Tinggi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gunung Sindur

29 September 2015   12:54 Diperbarui: 29 September 2015   13:14 3304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Peta GUNUNG SINDUR dan sekitarnya. (Sumber: Google Maps)"][/caption]

Gunung Sindur adalah nama sebuah kecamatan tua di ujung utara-barat Kabupaten Bogor, dulu tahun 1968-1970 berbatasan dengan Kabupaten Tangerang, tepatnya dengan perkebunan karet di Serpong.

Tahun 1968-1970 ketika jalan raya Bogor - Parung - Ciputat masih berupa jalan tanah berbatu yang sebagian diperkeras, lalu lintas Bogor- Parung masih sangat sepi, bila malam gelap gulita hanya cahaya lampu patromak yang memancar menerangi sekitarnya. Lewat tengah malam suasananya gelap sekali, orang Sunda bilang 'poek mongkleng buta rajin' saking gelapnya suasana.

Di pasar Parung ada jalan cagak arah ke utara, ke kanan menuju Bojongsari lalu ke Ciputat, sedangkan arah ke kiri ke Gunung Sindur. Situasi 45-50 tahun tahun silam masih mirip dengan situasi sekarang, jalan cagaknya masih itu-itu juga, yang berbeda sekarang jalannya beraspal lumayan mulus, terutama jalan yang mengarah ke Ciputat dan Jakarta Selatan selalu terjaga kemulusannya sejak diupgrade menjadi jalan beraspal mulus tahun 1970. Tapi jalan ke arah Gunung Sindur bagaimana? Tentu pernah diaspal mulus, namun sekitar bulan Maret-Juli 2015 saya baca di beberapa media nasional, penduduk Gunung Sindur geram dengan hancurnya jalan di kawasan Gunung Sindur, akibat dibiarkannya truk-truk pengangkut tanah, pasir bertonase jauh di atas kekuatan jalan, ya hancurlah jalan. Berdebu di musim kemarau dan bak kubangan kerbau ketika musim hujan (yang belum datang juga).

Jika dulu Gunung Sindur yang berjarak sekitar 7 kilometer dari Parung (sebanding jarak Parung - Sawangan) sudah terasa jauh, ditunjang kondisi jalan yang 'jeblog' di musim hujan, berada jauh dipinggiran Bogor, ditinjau dari Tangerangpun berada di ujung Tangerang saat itu, bertetangga dengan perkebunan karet milik negara di Serpong. 

Sekarang? Gunung Sindur tetap "jauh" dari Bogor, seperti kurang diperhatikan atau rumitnya birokrasi yang bikin kesal sebagian penduduknya yang ingin lepas dari Bogor dan bergabung dengan Kota Tangerang Selatan atau Kabupaten Tangerang.  Hehehe apa bisa ya sebuah kecamatan "memerdekakan diri" dan bergabung dengan Kota/Kabupaten lain. Ibu Bupati Bogor harap diperhatikan Gunung Sindur, yang sekarang jaraknya hanya sepelemparan batu dari Bumi Serpong Damai (BSD), kota Tangerang Selatan.

Di Gunung Sindur ternyata telah dibangun berdasarkan Instruksi Presiden No 1/2010, sebuah penjara khusus untuk membui gembong narkoba, dengan pengamanan Super Maximum Security (SMS), artinya lebih ketat dibanding penjara Sukamiskin di Bandung, yang sipirnya terlalu berbaik hati membiarkan narapidana korupsi Gayus Tambunan keliaran makan-makan di restoran di Jakarta, dan alangkah besar nyali sang narapidana ketika ia membiarkan dirinya berfoto pula dengan teman-teman "pengacaranya". Foto yang bikin geger media arus utama dan media sosial nasional.

Seandainya situasi dan kondisi Kecamatan Gunung Sindur masih sama dengan 45 tahun lalu, berada di pinggiran Kabupaten Bogor, juga di pinggiran Kabupaten Tangerang, bertetangga dengan hutan karet, maka keberadaan penjara atau Lapas Gunung Sindur cukup ideal, terpencil dari keramaian kota, jalan penghubung ke kota terdekat kondisinya saat itu buruk sekali, sekalipun hanya berjarak 30 kilometer dari kota Bogor dan paling hanya 15 kilometer dari kota Tangerang.

Sekarang? Sudah saya bilang hanya sepelemparan batu dari BSD, kota mandiri modern yang dibangun developer beberapa tahun silam, dilengkapi dengan mall, restoran, fasilitas olahraga kelas elit, rumah sakit kelas internasional, perguruan tinggi berkualitas, tempat ngopi kelas mahal dan kelengkapan kota modern lainnya. Bila Gayus masih sakti, penjara dengan Super Maximum Security bukan mustahil bisa dia tembus juga dengan menyebar duit "recehan", untuk izin sekian jam pesiar ke BSD.

Menkumham mempertaruhkan namanya bila seorang narapidana seperti Gayus Tambunan masih juga mampu menembus Super Maximum Security penjara Gunung Sindur. Di penjara dengan pengamanan SMS ini seharusnya barang elektronik seperti laptop, HP dengan fasilitas koneksi internet barang yang super haram untuk dimiliki atau sekedar dipinjam pakai oleh para narapidana. Kalau di Sukamiskin kemarin-kemarin mungkin masih berstatus haram saja.

Gunung Sindur 45 tahun lalu berada di pinggiran, tempat sepi, jauh ke mana-mana, sekarang masih jauh ke Bogor, sangat dekat ke BSD, bahkan bila banyak duit sekedar pesiar sehari ke Singapura melalui BSD dan bandara Sukarno Hatta bukan hal yang sulit dilakukan oleh orang bebas merdeka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun