Mohon tunggu...
Hendi Setiawan
Hendi Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Senior citizen. Pengalaman kerja di bidang transmigrasi, HPH, modal ventura, logistik, sistem manajemen kualitas, TQC, AMS, sistem manajemen lingkungan dan K3, general affair, procurement, security. Beruntung pernah mengunjungi sebagian besar provinsi di Indonesia dan beberapa negara asing. Gemar membaca dan menulis. Menyukai sepakbola dan bulutangkis. Masih menjalin silaturahmi dengan teman2 sekolah masa SD sampai Perguruan Tinggi.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Sampah 'Balatak' di Sekitar Semanggi - Slipi

24 Februari 2014   18:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:31 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

WhatsApp (WA) salah satu jalur komunikasi pertemanan dengan teman-teman masa kecil dan masa remaja pagi ini mengabarkan pelbagai hal yang dialami para anggota WA kami. Kalimat pembuka assalamualaikum paling banyak ditulis, cuaca pagi yang hujan dan suhu dingin termasuk banyak ditulis. "Tiriiis ...." (artinya "dingiiin...") termasuk kata (bahasa Sunda) yang diungkapkan untuk menunjukkan udara dingin bersuhu sekitar 22 derajat Celcius  sekitar pukul 9 WIB.

Paling menarik komentar perjalananan seorang teman, sebut saja Ipih,  yang rutin menjalani rute Jalan Tol Dalam Kota dari Bekasi - Cawang - Semanggi - Slipi. Ia menulis pesan di WA: "Pagi smuaaa, pagi ini Jakarta hujan gerimis, mendung n sampah balatak sekitar semanggi, slipi bekas acr partai N.. :( . Hanya himbauan saja, bila ada sohibsku sdg kampanye dg partainya, tolong ada khusus seksi kebersihan. Mungkin ini terlupakan, tp hasilnya memalukan :( ".

Sahutan anggota WA - neng Kikit - atas topik sampah di atas : "Pagi  neng Ipih, pagi semua, semoga senantiasaberada dalam lindungan Allah SWT. Neng Ipih... budaya kita memang budaya nyampah.. kemaren ini saya liat di Kebun Raya ada latihan manasik buat anak-anak sekolah TK/SD ... mewah banget pake karpet merah panjang.. ada ka'bah buatan dll. Tapi setelah beres .. mereka meninggalkan sampah berserakan ...kotak makanan.. plastik aqua dll... karena yang nyampah bukan hanya muridnya tapi juga orang tua dan gurunya... padahal di dekat tempat latihan ada tempat sampah .... saya dan suami sempet menegur .. tapi mereka cuma memandang kami ..mungkin dalam benak mereka 'siapa elu berani ngatur ngatur kita ..' ha ha ha....".

Kok kebetulan sekali, ngga anak-anak ngga orang dewasa masih suka nyampah sembarangan, padahal pendidikan para penyampah dewasa yang diceritakan pada kisah di atas saya tebak paling rendah SLTA dan pasti banyak yang berpendidikan tinggi. Apa benar kata teman saya bahwa menyampah sembarangan ini sudah menjadi budaya kita? Apa benar perilaku nyampah sembarangan sebagian masyarakat kita cocok disebut "adat kakurung ku iga?", yang artinya perilaku (buruk) melekat dengan kehidupan sehari-hari?.

Hati kecil saya ingin menyangkal, tapi fakta menyatakan demikian, termasuk fakta saat banjir melanda Jakarta, ada berapa puluh ton sampah terbawa arus sungai Ciliwung, Kali Pasanggrahan, Cipinang dan kawan-kawannya? Sampah masuk sungai itu sebagian besar perbuatan siapa lagi kalau bukan ulah manusia?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun