Mohon tunggu...
Hendi Setiawan
Hendi Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Senior citizen. Pengalaman kerja di bidang transmigrasi, HPH, modal ventura, logistik, sistem manajemen kualitas, TQC, AMS, sistem manajemen lingkungan dan K3, general affair, procurement, security. Beruntung pernah mengunjungi sebagian besar provinsi di Indonesia dan beberapa negara asing. Gemar membaca dan menulis. Menyukai sepakbola dan bulutangkis. Masih menjalin silaturahmi dengan teman2 sekolah masa SD sampai Perguruan Tinggi.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

'Bumi dan Kita', Buku SD Pembuka Cita-cita

15 Oktober 2014   20:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:54 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bumi dan Kita adalah sebuah buku teks pegangan murid kelas 3 SD tahun 1960-an, dalam hal ini sebuah SD negeri di Kota Bogor. Inilah buku pertama yang sangat berkesan dan menjadi pembuka cakrawala pengetahuan bagi saya. Berlebihankah? Tentu tidak menurut saya sih he he he. Pada waktu belajar Ilmu Bumi Sekolah Dasar, Bumi dan Kita adalah buku dasar, mungkin di perguruan tinggi disebut buku pengantar, seperti Pengantar Sosiologi, karangan Suryono Sukanto SH, MA (Mungkin belakangan beliau Doktor bahkan mungkin sampai jenjang Profesor, mudah-mudahan) atau Landasan Matematika karangan Prof. Dr. Ir. Andi hakim Nasution.

Bumi dan Kita memberi pengetahuan umum yang berkaitan dengan Ilmu Bumi dan Ilmu Pengetahuan Sosial. Misalnya murid-murid jadi tahu apa yang disebut Igloo (rumah orang Eskimo),  Orang Eskimo itu tinggal di mana , belajar tahu apa yang disebut denah, diajarkan tentang strata pemerintahan desa, termasuk jabatan pacalang sebagai pembantu lurah. Waktu itu tidak ada pembedaan lurah dan kepala desa seperti dikenal sekarang, bahwa lurah adalah kepala kelurahan di kawasan perkotaan, kepala desa adalah pimpinan tertinggi di desa di kawasan bukan perkotaan.

Bumi dan Kita memperkenalkan pada murid apa yang disebut peta. Secara bertahap setelah kelas 3 diperkenalkan dengan apa yang disebut denah dan peta secara umum, pada waktu kelas 4 murid-murid diberi pengetahuan tentang peta Pulau Jawa, lengkap mempelajari lokasi kabupaten, kota yang ada di Jawa. Pada waktu kelas 5 pelajaran meningkat ke peta Indonesia,  provinsi apa saja di Indonesia saat itu, suku bangsa apa saja yang ada di negara kita, apa hasil bumi, hasil tambang, hasil industri yang khas di setiap tempat, juga murid belajar peta buta. Pada kelas terakhir SD, murid diajarkan Ilmu Bumi Dunia, peta dunia dipelajari, negara-negara terkemuka di dunia, negara-negara tetangga, nama selat, laut, lautan, benua, hasil bumi dan industri terkemuka dari suatu negara dan sebagainya.

Dengan ilmu dasar yang dipungut dari buku Bumi dan Kita saya akhirnya sangat menyukai pelajaran Ilmu Bumi dan Sejarah melebihi pelajaran Berhitung, Ilmu Alam, Ilmu Hayat yang di kemudian hari dikenal sebagai Matematika, Fisika, Kimia, Biologi. Padahal ketika SMA dan perguruan tinggi saya mempelajari ilmu yang berkaitan dengan Ilmu Eksakta, tetap saja kesukaan mempelajari peta dunia dan peta Indonesia terbawa sampai dewasa.

Menyukai Ilmu Bumi yang di kemudian hari dikenal dengan nama Geografi, menumbuhkan visi saya sebagai seorang anak kecil, bermimpi suatu saat akan berkunjung ke kota-kota yang bertebaran di seluruh Indonesia bahkan dunia. Benar-benar mimpi bagi saya pada usia SD, karena saat itu kota-kota yang saya pernah kunjungi selain Bogor hanyalah Jakarta, Puncak-Cipanas, Cianjur dan Sukabumi termasuk Pelabuhan Ratu. Kota di Jawa Barat seperti Bandung, Bekasi, Tangerang, Cirebon belum pernah saya kunjungi sampai usia saya menginjak usia SMA pada tahun 1970an, he he he boro-boro Surabaya, Banda Aceh, Medan, Batam, Makassar, Bali, Ambon, Balikpapan, Singapura, Tokyo, Mekkah, Madinah dan lainnya benar-benar sangat jauh dari jangkauan.

Bumi dan Kita tak saya sadari telah menjadi katalisator bagi cita-cita anak kecil yang ingin melihat dunia tapi caranya tak tahu bagaimana. Jalan hiduplah akhirnya yang menunjukkan kesempatan berkunjung ke banyak kota dan negara,  semula sebenarnya hanya sebatas keinginan tanpa rencana, terlalu hebat bila disebut visi.

Bumi dan Kita yang sampul bukunya bergambar globe atau bola dunia sudah musnah mungkin dimakan rayap atau lapuk karena usia. Buku paling mengesankan bagi saya, seolah pembuka cakrawala pengetahuan dan cita-cita.

Di lemari buku saya sekarang tersimpan ratusan buku macam-macam, buku teks ekonomi, manajemen, kehutanan, statistika, logistik, novel-novel karangan sastrawan Indonesia, Jepang, buku-buku keagamaan mulai Al Quran, Hadis, fiqih dan buku-buku agama Islam lainnya. Tapi sayang tak ada buku pertama yang berkesan berjudul Bumi dan Kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun