Mohon tunggu...
Mochamad Rizky Hendiperdana
Mochamad Rizky Hendiperdana Mohon Tunggu... Dokter - Residen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Universitas Indonesia

twitter dan IG : @Hendiperdana Email : mhendiperdana@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Social Distancing dan Logika Covid-19

24 Maret 2020   07:13 Diperbarui: 24 Maret 2020   15:27 3264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: dr. M. Rizky Hendiperdana

Solidaritas sosial dan kohesi sosial seperti yang dinyatakan oleh Dr. Mike Ryan Epidemiologis WHO adalah satu satu modal sosial yang penting dalam menghadapi situasi wabah pandemi ini. Di sosial media tidak kurang banyak informasi yang beredar luas mengenai apapun tentang pandemi Corona ini. 

Mulai dari pencegahan, cara mengurangi penyebaran, edukasi tentang gejala dan tanda dari infeksi virus corona. Semua elemen berlomba-lomba untuk memberikan sumbangsih menurut kemampuan masing-masing. Selebriti dengan pengaruhnya melalui sosial media. Ilmuwan melalui temuan dan komentar ilmiahnya. Semua bahu-membahu dalam rangka memerangi musuh bersama suatu pandemi yang nama resminya adalah Covid-19.

Saya adalah dokter residen kardiologi dari Universitas Indonesia yang sedang menjalani proses isolasi selama 14 hari sebagai orang dalam pemantauan (ODP)--bila meminjam istilah teknis dari penanganan pandemi corona ini.

Isolasi yang saya jalani di rumah ini terkait kontak dengan seorang yang positif terjangkit covid-19. Sesuai prosedur, ODP dirumahkan. Dibebaskan dari segala tugas dan pekerjaan seorang dokter residen yang sedang menempuh pendidikan dokter spesialis (PPDS) jantung.

Perasaanku, tentu risau. Sulit kugambarkan keresahan ini. Hal pertama adalah tentang keselamatan diri dan keluarga. Bagaimana bila kami memang ikut terjangkit.

Namun, sudah sekira 14 hari pascakontak tidak ada gejala, hal ini sedikit melegakan. Setidaknya saya tidak simtomatik atau bergejala, sehingga lagi-lagi sesuai prosedur, saya tidak perlu memeriksakan diri dengan seperangkat alat test termasuk swab tenggorok untuk mengkonfirmasi terinfeksi covid-19 atau tidak. Kerisauan pertama mungkin sudah dapat teratasi.

Kerisauan kedua, tentu sebagai residen, tugas dan pekerjaan yang menumpuk adalah makanan sehari-hari. Belum lagi masalah jadwal jaga.

Status sebagai ODP yang menjalani proses isolasi ini membuat saya dibebaskan dari semua hal yang melekat sebagai residen, termasuk tugas-tugas jaga malam.

Ini kerisauan yang belum terpecahkan, bagaimana dari luar menyaksikan rekan-rekan kepayahan dalam jumlah tenaga PPDS yang terbatas. Karena hampir sepertiga jumlah seluruh residen dalam proses isolasi, ada 35 nama yang dirumahkan.

Ini juga bukan jumlah yang sedikit, dampaknya amat signifikan. Menyaksikan dari kejauhan adalah pilihan yang ditempuh, sambil menunggu masa isolasi ini selesai. Foto-foto beredar di sosial media, teman-teman dalam ketersediaan alat pelindung diri (APD) yang terbatas, tetap memberi pelayanan dan otoritas memutuskan untuk terus menyediakan pelayanan di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita di tengah kondisi yang tidak menentu ini. 

Saat ini, kondisi sudah berubah sama sekali, bukan riwayat perjalanan ke luar negeri yang menjadi riwayat kunci seseorang terjangkit covid-19 seperti yang berlaku beberapa minggu kemarin.

Saat tulisan ini dibuat, Jakarta sudah merupakan daerah penyebaran lokal. Sampai tulisan ini dibuat, kami petugas medis dan paramedis di RS Jantung Harapan Kita masih kekurangan APD yang memadai untuk digunakan dalam pelayanan. Bila ada donatur yang ingin memberi donasi APD, dapat menghubungi akun instagram @kelakarfkui

Keresahan terakhir yang saya rasakan di tengah pandemi ini adalah bagaimana cara untuk turut memberikan sumbangsih tenaga dan pikiran dalam proses isolasi ini. Di media sosial sudah penuh dengan orang-orang yang memberikan edukasi positif mengenai bagaimana sikap yang tepat menghadapi wabah ini. 

Menjadi pertanyaan kemudian, bagaimana dapat memberikan sumbangsih pemikiran di samping sumbangsih tenaga dan waktu yang akan dilakukan dalam waktu dekat ketika masa isolasi ini berakhir di tanggal 26 Maret.

Sebagai seorang klinisi yang tidak banyak bergelut di bidang kesehatan masyarakat, membuat pendapat ilmiah yang saya berikan akan sulit untuk mendapatkan kredibilitas. Namun, saya akan memberikan apa yang ada dalam pikiran dengan kapasitas sebagai general practitioner.

Tulisan ini bertujuan untuk semakin menguatkan anjuran yang dikeluarkan pemerintah dan organisasi kesehatan dunia (WHO) tentang social distancing sebagai cara paling ampuh dalam menyikapi wabah ini. Ini adalah sebuah pandemi global yang utamanya menyerang pada sistem pernapasan dan merupakan crowd disease yang akan semakin subur rantai penularannya di tengah keramaian manusia. 

Mengenai definisi dan teknis social distancing (belakangan sudah diubah menjadi physyical distancing) bukan menjadi fokus dalam tulisan ini, tetapi secara singkat mengambil jarak dan mengurangi interaksi seminimal mungkin dengan orang lain.

Metodei ini adalah suatu alat intervensi di bidang kesehatan masyarakat yang ampuh dalam memutus tali penularan dari virus yang tergolong crowd disease, meminjam istilah Jared Diamond dalam tulisannya berjudul "The Arrow of Disease" yang diterbitkan tahun 1992.

Rekayasa sosial berupa social distancing atau physyical distancing ini amat perlu diberlakukan di masyarakat, namun hingga saat ini, dari berita dan informasi yang beredar di media sosial, masih nampak segelintir orang atau mungkin mayoritas yang belum mengindahkan mengenai anjuran social distancing ini. Apa yang salah, apakah ada kekeliruan? 

Rasanya tidak kurang edukasi yang digencarkan tokoh, selebriti melalui beragam media, seperti musik, kelakar, bahkan vlog yang tersebar.

Menjadi pertanyaan dalam benak kemudian adalah apakah ini masalah pemahaman yang kurang atau memang suatu sikap ignorance dan acuh dari masyarakat. Perangkat rekayasa sosial jenis apa lagi yang perlu diberlakukan ketika sikap acuh yang menjadi penghalang dari solidaritas sosial ini.

Tulisan ini ingin membawa pembaca sejenak dalam sebuah kerangka pikir yang diajukan Jared Diamond, seorang professor geografi dari University of California.

Tulisannya yang berjudul The Arrow of Disease di tahun 1992 dan ditulis ulang dalam karyanya yang terkenal Gun, Germ and Steel sudah memperingatkan akan pentingnya social distancing dalam mengatasi dan menyikapi wabah, walau bukan dalam bahasa yang eksplisit. 

Apa yang penting dalam tulisan Jared Diamond itu adalah bagaimana kita memandang suatu penyakit infeksi terutama wabah bukan hanya dari perfektif host atau pejamu.

Perfektif pejamu akan menghasilkan upaya logis untuk eradikasi dengan mencari obat yang tepat untuk membunuh mikroba dan menghentikan gejala yang muncul dengan obat-obatan simtomatik.

Ini adalah upaya logis yang tidak salah jika kita hanya memandang masalah infeksi mikroba hanya dari sudut pandang pejamu.

tangkapan layar pribadi
tangkapan layar pribadi
Suatu persfektif dari sisi lain perlu kita pertimbangkan sebagai upaya paripurna mengatasi suatu wabah penyakit infeksi.

Jared Diamond menulis, harusnya kita juga mempertimbangkan bagaimana mikroba berpikir dan bertindak. Sudut pandang dari sisi mikroba penyebab infeksi, tentu akan banyak mengubah cara pandang mengatasi wabah ini. 

Sama seperti manusia, mikroba hanya ingin lestari, gennya abadi dengan cara terus memperbanyak materi genetiknya melalui proses replikasi dan replikasi. Bicara mengenai masalah covid-19 ini, suatu virus yang hanya memiliki untaian materi genetik dengan kapsul protein yang tugas utamanya adalah replikasi. 

Memperbanyak diri membutuhkan sel pejamu untuk ditumpangi. Inilah saat proses penularan terjadi. Mikroba akan membuat sel dan tubuh pejamu menjadi lebih efektif dalam menyebar mikroba tersebut sehingga pencarian inang atau pejamu baru menjadi lebih banyak.

Apa yang kita pahami sebagai gejala penyakit yang disebabkan infeksi suatu mikroba sesungguhnya adalah sebuah upaya dan rekayasa biologis yang dilakukan oleh mikroba. Rekayasa biologis yang membuat penyebaran menjadi lebih efektif dalam mencari pejamu baru. Ini adalah ciri penting dari crowd disease. 

Penyakit Cholera membuat penderitanya diare berat berliter-liter yang dipandang dari sudut pandang vibrio cholera  sang kuman akan dapat segera mencemari sumber air secara luas dan diminum oleh pejamu baru, sehingga proses replikasi genetik dapat terus berjalan. Walaupun efek yang ditimbulkan oleh diare berat ini dapat membunuh tubuh pejamu, namun itu bukan tujuan mikroba penyebab cholera. 

Mikroba penyebab influenza membuat pejamu bersin dan batuk, mengeluarkan lendir yang berisi mikroba untuk disebar ke udara dan dihirup pejamu baru. Amoeba penyebab disenteri membentuk kista dan membuat pejamu diare lendir berdarah. Sehingga, memudahkan kista keluar ke tanah atau air untuk kemudian masuk ke mulut pejamu baru. Mungkin para mikroba ini memiliki logikanya masing-masing. Yang tujuannya tidaklah lain hanya satu yaitu replikasi.

Covid-19 tidak pernah memiliki tujuan untuk menjadi isu global seperti ini. Dia tidak pernah bermaksud merepotkan WHO dan pemerintah seluruh dunia dengan mengeluarkan anggaran extra dalam proses menangani wabah ini. Tujuannya hanya satu, tentu saja replikasi materi genetiknya. Ketika pejamu yang satu tidak sesuai lagi untuk tempat replikasi, covid-19 akan mencari pejamu baru, terus dan terus, sesuai dengan logika mikrobanya.

Yang harus kita bersama temukan adalah, bagaimana logika covid-19 ini bekerja. Ke arah mana dan dengan cara apa dia menemukan jalan untuk replikasi, yaitu dengan cara menyebar dengan droplet dan dihirup serta disentuh pejamu baru, kemudian terjadilan penularan.

Hal paling ampuh dan tepat dalam memutus logika mikroba wabah pandemi ini adalah dengan mengurangi kesempatan bagi covid-19 melalukan replikasi dengan cara memutus pejamu yang dapat disinggahi. Social distancing adalah jawaban cerdas dari logika covid-19 ini. 

Oleh karena itu pentingnya bagaimana menjaga jarak dan tidak berkerumun akan sangat menguragi kesempatan covid-19 ini memperbanyak diri hingga akhirnya virus ini akhirnya punah.

Seperti bagaimana berakhirnya wabah-wabah besar yang di masa lalu, suatu wabah akan berakhir saat semua anggota populasi sudah mengembangkan kekebalan terhadap mikroba tersebut atau seluruhnya mati sehingga tidak ada lagi yang dapat dijangkiti.

vox.com
vox.com
Tentu, pemberlakukan social distancing secara ketat bukan tanpa masalah. Banyak hal yang perlu dipikirkan, seperti bagaimana sektor non-formal atau pekerja dengan upah harian dapat mempertahankan hidup.

Belum lagi dampak sosioekonomi yang ditimbulkan. Permasalahan ini berada di luar lingkup tulisan ini, namun satu hal yang perlu digarisbawahi, bangsa ini tidak pernah kurang dalam hal inovasi dan kreatifitas. 

Segenap elemen bangsa ini perlu mencari solusi permasalahan yang ditimbulkan dalam pemberlakukan social distancing ini terlebih di era teknologi informasi yang membuat banyak hal menjadi mudah.

Mari segenap masyarakat dan pembaca, resapi makna dan pentingnya social distancing ini sebagai langkah memutus peluang covid-19 untuk memperbanyak diri.

Biarkan pemerintah dan Kementrian Kesehatan serta jajarannya memikirkan penanganan terhadap pasien yang sudah terinfeksi, dan kami tenaga medis dan paramedis yang berupaya menangangi pasien dengan infeksi yang sudah dirawat di RS. Ada satu tugas mulia untuk masyaratkat, yang amat jelas manfaatnya untuk membantu menguragi kobaran api dalam perang melawan logika kelestarian genetika ini. 

Berdiam diri di rumah, kurangi aktifitas di luar rumah dan berkurumun atau bahasa trend nya adalah social distancing. Kami mohon atas nama tenaga kesehatan yang tidak ingin badai ini semakin besar.

Ini adalah kontestasi dalam kelestarian gen, mana yang unggul dalam upaya pelestarian genetik, covid-19 atau umat manusia. Jangan biarkan covid-19 memenangkan kontestasi ini dengan semakin memakan korban jiwa yang harusnya dapat kita cegah.

tangkapan layar pribadi
tangkapan layar pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun