Jam Istirahat, jeda waktu antar pelajaran, waktu favorit. Mayoritas murid memadati kantin sekolah, sebagian berada di lapangan galasin dan sejumlah kecil menyebar secara acak di taman sekitar sekolah.
Menurut Saga, taman yang berada di ujung sekolah adalah tempat menyendiri paling kondusif. Dikarenakan di posisi ini Saga sanggup menatap Nagari Cheduge secara utuh. Nagari kecil yang separuh wilayah tertutup pohon besar jenis trembesi sebagai pusat Nagari, welcome gate dari akar pohon yang sama di sisi utara, sabana Elea yang begitu hijau menggoda di timur terjauh, sisi barat terlihat dengan jelas Bladen Port dengan banyak kapal menepi dan kebun teh yang menyebar di beberapa lokasi.
"Saga!" Teriak Rheen setengah terengah-engah. Rambut panjang terlihat terurai berantakan.
"Ada apa?" Simple seperti biasa Saga menjawab. Namun masih terlihat jelas raut muka terkejut dan terganggu.
"Pepe dihajar Riota di kantin!" Memperagakan tangan kanan mengepal, Rheen agak mendramatisir.
"Sial." Umpat Saga sambil menggebuk tanah dan selanjutnya berlari bersama Rheen menuju tempat yang disebutkan.
Jarak taman dan kantin sekolah memang tidak jauh. Namun, lewat jalur semestinya jelas makan waktu lebih lama.
"Berapa jumlah kantung saku di celana Riota ?" Tanya Saga disela lari dan lompat diantara batu-batu taman.
"Mana aku tahu?" Rheen jawab seadanya. Mengernyit dahi tanda tak puas mengapa tanya hal konyol diwaktu yang tidak pas.
"Ayolah! Gunakan kekuatanmu." Kesal Saga.
"Hana!" Terika Rheen sambil berlari. Selang beberapa detik kemudian AL jenis flying frog muncul.
Semacam perlombaan jika kita melihatnya. 2 master AL berlari dan 1 AL terbang, semua menuju arah kantin.
Beruntungnya Saga kidal. Posisi gedung sekolah tepat disebelah kiri, tentu dirasa cocok dengan kemampuan kaki utama tertutama soal pijakan. Â 2 sampai 3 kali pijakan Saga berhasil masuk koridor sekolah lewat jendela.
Ya, lewat jendela -- jelas ini melanggar peraturan sekolah nomor 21.
"Tunggu sebentar Saga." Rheen mengaduh mengimbangi licahnya Saga.
"5 kantung Saku celana." Ucap Rheen Sambil mengatur napas.
"Terima kasih Rheen. Cobalah bersembunyi didekat Riota." Pinta Saga berdiam sejenak.
"PRANG... PRANG..." Siapa pun tahu ini jelas suara piring pecah. Suara berasal dari ruang didepan Saga dan Rheen. Memaksa Saga dan Rheen menoleh bersamaan.
"Ayolah Pe. Aku berdoa bukan karena makanan kalian ribut." Gerutu Saga kesal.
"Brukkk..." Suara benturan badan besar 76 kg menghantam tembok.
Pepe tampak terlihat payah sekali. Kelopak mata memar dan tangan memegang pinggang sebelah kiri. Rasa-rasanya efek pukulan tangan dan telak terkena tendangan kaki kanan milik Riota.
Jumlah murid di kantin memang banyak. Hanya saja tidak ada yang berani melawan Riota. Berurusan dengannya, sama saja menyiapkan diri menerima skorsing. Baik dipihak benar atau salah alasan kita.
"Aku bilang itu milikku." Teriak Riota.
"Aku sudah minta maaf." Pepe memelas dengan ucapan lirih.
"Tolol!" Cetus Riota.
"Single Rock attack!" Semua murid dan guru pun tahu ini serangan milik Riota. Putaran batu 3 arah mata angin yang diikatkan dan digabungkan dengan seutas tali.
"Defensive Border." Teriak lantang Saga. Pola pertahanan 1 layer berwarna merah yang dihasilkan dari equipment rubik milik Saga.
Saga datang tepat waktu. Namun Pepe 2 detik kemudian muntah darah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI