Mohon tunggu...
Hen Ajo Leda
Hen Ajo Leda Mohon Tunggu... Buruh - pengajar dan pegiat literasi, sekaligus seorang buruh tani separuh hati

menulis dan bercerita tentang segala hal, yang ringan-ringan saja

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Anak Siapa Menjabat Apa? Menakar Afiliasi Politisi Muda NTT dengan Politik Dinasti

14 Oktober 2024   21:06 Diperbarui: 15 Oktober 2024   02:30 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak Siapa Menjabat Apa? Menakar Afiliasi Politisi Muda NTT dengan Dinasti Politik

Pemilihan Umum Legislatif 2024 membuka lembaran baru bagi politik Indonesia dengan kehadiran generasi muda yang berkiprah di kancah nasional, termasuk dari Nusa Tenggara Timur (NTT). 

Keberhasilan beberapa politisi muda dari NTT memenangkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) periode 2024-2029 dianggap sebagai pencapaian penting. 

Tokoh muda seperti Angelius Wake Kako, Stefano Adranacus, Gavriel Novanto, dan Maria Cecilia Stevi Harman dianggap akan membawa harapan bagi perubahan di Senayan.

Mereka hadir dengan semangat baru untuk membawa perubahan. Namun, pertanyaan besar yang muncul adalah sejauh mana kehadiran mereka benar-benar mampu memberikan dampak positif bagi masyarakat NTT, mengingat latar belakang sebagian dari mereka yang memiliki keterkaitan erat dengan dinasti politik atau berasal dari keluarga elite politik..

Dinasti Politik dan Reproduksi Elit

Fenomena politik di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari pengaruh dinasti politik. Data menunjukkan bahwa setidaknya 79 dari 580 anggota DPR terpilih pada periode 2024-2029 memiliki hubungan kekerabatan dengan pejabat publik lainnya. Sementara itu, hasil penelitian Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menyebutkan bahwa dari 87 calon anggota legislatif muda yang diperkirakan lolos ke DPR, 50 di antaranya terkait dengan elite partai politik (Kompas.com, 2024). 

Temuan ini menunjukkan kuatnya jaringan dinasti politik dalam menentukan peta kekuasaan di Indonesia, termasuk di NTT . Empat politisi muda NTT  yang terpilih dalam pemilu 2024 mencerminkan dinamika ini. 

Stefano Adranacus, Gavriel Novanto, dan Maria Cecilia Stevi Harman adalah contoh nyata bagaimana kekuatan dinasti politik berperan signifikan dalam membangun karier politik generasi muda. 

Stefano adalah putra politisi senior Herman Herry. Sementara Gavriel putra Setya Novanto, tokoh politik yang pernah terjerat kasus korupsi e-KTP dan papa minta saham. Dan Stevi adalah putri dari politisi senior Benny K. Harman. Hanya Angelius Wake Kako yang tidak berasal dari keluarga politik, meskipun ia berjuang dari bawah untuk mencapai posisinya saat ini.

Keberadaan politisi muda dari dinasti politik menimbulkan kritik tentang reproduksi elit dan pelestarian status quo. Secara teoretis, reproduksi elit terjadi ketika kekuasaan politik tidak didistribusikan secara merata kepada masyarakat, tetapi tetap terfokus pada kelompok tertentu yang memiliki akses terhadap kekuasaan. 

Dalam konteks ini, para politisi muda dari NTT yang berasal dari dinasti politik merupakan kelanjutan dari kekuasaan yang diwariskan, bukan representasi sejati dari demokratisasi politik. Afiliasi mereka dengan dinasti politik, membuat kerja politik mereka tetap beroperasi dalam kerangka yang sama dengan pendahulunya.

Reproduksi elit ini dikhawatirkan akan memperkuat patronase politik dan menghambat munculnya kebijakan yang pro-rakyat, sebagai bagian dari sistem yang telah menyebabkan ketimpangan dan kemiskinan di NTT.

Inilah buah pahit pemilu oligarkis. Pemilu oligarkis menghasilkan buah pahit demokrasi (Egi Primayogha, 2023). Demokrasi yang seharusnya memberi kesempatan setara bagi setiap individu menjadi semakin sempit dan eksklusif, akibat distribusi kekuasaan secara tidak merata dalam masyarakat. Jeffrey Winters  (2011) telah menegaskan kesimpulan ini dengan menunjukkan bahwa konsentrasi kekuasaan ditangan segelintir orang menyebabkan demokrasi Indonesia sebagai demokrasi parsial bahkan semu.

Pemilu telah selesai, pertanyaanya kemudian adalah sejauh mana kehadiran politisi muda NTT di Senayan akan berdampak positif terhadap pembangunan dan pengentasan masalah kemiskinan di NTT? Mengingat NTT termasuk dalam tiga Provinsi dengan angka kemiskinan tertinggi di Indonesia, dengan tingkat kemiskinan yang mencapai 19,48% pada tahun 2024. 

Maka dari itu, apakah politisi muda NTT dapat membawa perubahan nyata  dan mengedepankan kepentingan rakyat rakyat NTT, atau kehadiran mereka hanya akan memperpanjang rantai oligarki dan memperlemah upaya mengatasi persoalan sosial-ekonomi yang menghantui NTT selama ini?

Semoga sejarah selalu berulang, bahwa politisi sering kali gagal untuk memprioritaskan kepentingan rakyat. Mereka cenderung lebih berorientasi pada stabilitas kekuasaan dan mempertahankan patronase politik yang memungkinkan mereka tetap berada dalam lingkaran kekuasaan. Semoga***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun