Mohon tunggu...
Hen Ajo Leda
Hen Ajo Leda Mohon Tunggu... Buruh - pengajar dan pegiat literasi, sekaligus seorang buruh tani separuh hati

menulis dan bercerita tentang segala hal, yang ringan-ringan saja

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Tagar #Desperate, Protes Sosial Gen Z terhadap Keterbatasan Peluang Kerja

9 Oktober 2024   17:10 Diperbarui: 11 Oktober 2024   13:57 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Halaman profil LinkedIn Myers yang menampilkan tagar #Desperate buatannya(LinkedIn/courtneysummer)/Kompas.com

Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran di kalangan usia muda, terutama mereka yang berusia 15-24 tahun, terus mengalami peningkatan. 

Selain itu, adanya mis match antara keterampilan yang diajarkan di perguruan tinggi dengan kebutuhan industri semakin memperparah situasi ini (Kompas.id, 2024). 

Seperti yang dialami Courtney dan Hanna di Inggris dan Skotlandia, generasi Z di Indonesia juga merasa putus asa dalam mencari pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasi dan aspirasi mereka.

Protes Sosial Terselubung: #Desperate sebagai Bentuk Perlawanan

Di balik tren tagar #desperate ini terdapat pesan protes sosial yang lebih dalam. Penggunaan tagar ini bukan hanya tentang individu yang mengungkapkan rasa frustrasinya, tetapi merupakan bentuk perlawanan terhadap sistem pasar kerja yang dinilai tidak adil. 

Banyak generasi Z yang merasa bahwa sistem tersebut telah gagal memberikan kesempatan yang setara bagi mereka. Di tengah semakin ketatnya persaingan dan kebutuhan keterampilan yang semakin kompleks, mereka merasa terpinggirkan.

Gerakan ini juga menunjukkan bagaimana media sosial telah menjadi alat penting dalam mengekspresikan ketidakpuasan sosial. Di era digital, protes tidak selalu harus diwujudkan dalam bentuk demonstrasi fisik. 

Sebaliknya, media sosial telah memungkinkan generasi muda untuk menciptakan gerakan protes yang bersifat global, di mana mereka dapat berbagi pengalaman dan mencari dukungan dari komunitas global yang mengalami nasib serupa. 

Kepasrahan atau Solidaritas?

Meskipun gerakan #desperate tampaknya diwarnai oleh rasa putus asa, kita juga dapat melihat adanya elemen solidaritas yang kuat di dalamnya. Courtney, dengan membagikan template banner #desperate, memungkinkan orang lain yang berada dalam situasi yang sama untuk merasa terhubung dan didukung. 

Hanna, Elena, dan ribuan pengguna LinkedIn lainnya yang mengadopsi banner tersebut menunjukkan bahwa mereka tidak sendirian dalam mengekspresikan frustrasi sosial yang mereka hadapi. 

Solidaritas ini penting karena memungkinkan individu untuk merasa bahwa mereka adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar. Dalam menghadapi kesulitan mendapatkan pekerjaan, rasa kebersamaan ini bisa menjadi sumber kekuatan dan harapan. 

Alih-alih menyerah, penggunaan tagar #desperate dapat dilihat sebagai cara bagi generasi muda untuk tetap melawan ketidakadilan, meskipun dalam konteks yang berbeda dari protes tradisional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun