Mohon tunggu...
Hen Ajo Leda
Hen Ajo Leda Mohon Tunggu... Buruh - pengajar dan pegiat literasi, sekaligus seorang buruh tani separuh hati

menulis dan bercerita tentang segala hal, yang ringan-ringan saja

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Artikel Utama

Pengembangan Sorgum di NTT: Solusi Berkelanjutan bagi Ketahanan Pangan dan Energi

8 Oktober 2024   19:58 Diperbarui: 9 Oktober 2024   14:27 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengembangan Sorgum di NTT: Solusi Berkelanjutan bagi Ketahanan Pangan dan Energi

Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), sebuah wilayah yang terkenal dengan iklim kering dan sering menghadapi kerentanan pangan, telah mendapatkan perhatian nasional dalam upaya pengembangan sorgum sebagai tanaman pangan alternatif.

Sejak tahun 2023, NTT ditunjuk pemerintah pusat untuk menyiapkan bibit sorgum bagi pengembangan 400.000 hektar lahan sorgum secara nasional (Kompas.id, 2022). 

Dengan proyeksi luas lahan yang mencapai 25 ribu hektar pada tahun 2023, NTT diproyeksikan menjadi pusat pengembangan sorgum di Indonesia.

Hal inilah kemudian menjadikan NTT sebagai pusat pengembangan sorgum di masa depan, mengingat ketergantungan masyarakat Indonesia pada beras sebagai bahan pangan utama perlu diimbangi dengan alternatif yang lebih adaptif terhadap perubahan iklim.

Sorgum memiliki keunggulan dalam menghadapi kondisi iklim yang tidak stabil, terutama di wilayah kering seperti NTT. Batang tanaman sorgum mampu menyimpan air lebih lama dan lapisan lilin pada daunnya berfungsi untuk mencegah penguapan, menjadikannya tanaman yang sangat adaptif terhadap perubahan iklim. 

Selain itu, sorgum dapat dipanen hingga tiga kali dari batang yang sama tanpa perlu dicabut, sehingga lebih efisien dibandingkan dengan tanaman pangan lainnya seperti padi dan jagung. Dalam situasi dimana padi dan jagung gagal panen karena musim yang tidak menentu, sorgum dapat diandalkan sebagai sumber pangan.

Berdasarkan laporan wawancara jurnalistik floresa.co dengan Maria Loretha, pendiri Perhimpunan Petani Sorgum untuk Kedaulatan Pangan Nusa Tenggara Timur [P2SKP-NTT] dan Sekolah Agro Sorgum Flores (12 September 2023), bahwa sorgum memiliki keunggulan dalam menghadapi musim yang tidak menentu dibandingkan tanaman pangan seperti padi dan jagung. 

Selain mampu bertahan di berbagai kondisi cuaca, sorgum dapat dipanen hingga tiga kali dari batang yang sama tanpa perlu dicabut. Ini menjadikannya sebagai tanaman pangan yang andal saat padi dan jagung mengalami gagal panen. Demikian waktu panen sorgum bervariasi tergantung jenisnya, mulai dari 100 hingga 180 hari. Sorgum juga bisa ditanam bersama tanaman lain seperti kacang-kacangan, pepaya, atau kelor, melalui metode penanaman campur sari.

Sorgum sebagai Bahan Baku Industri Bioetanol

Selain sebagai bahan pangan, sorgum juga memiliki potensi besar sebagai bahan baku untuk produksi bioetanol. Bioetanol adalah bahan bakar rendah emisi yang semakin mendapatkan perhatian dalam upaya transisi energi berkelanjutan.

Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa sorgum memiliki karakteristik yang sangat ideal untuk produksi bioetanol. Varietas tertentu dari sorgum memiliki kandungan brix tinggi dan volume getah yang signifikan, yang merupakan kriteria utama dalam memilih varietas yang cocok untuk bioetanol.

Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh A. C. Putra dan M. Rudiyanto (2019), sorgum telah terbukti menghasilkan bioetanol dengan efisiensi tinggi melalui proses fermentasi. Dedak sorgum manis, misalnya, dapat diolah dengan fermentasi enzimatik untuk menghasilkan etanol sebesar 20,88%. 

Alternatif lain adalah dengan menggunakan getah sorgum yang difermentasi menggunakan Saccharomyces cerevisiae, menghasilkan alkohol dengan konsentrasi tertinggi sebesar 11,82%.

Ini menunjukkan bahwa sorgum tidak hanya memiliki potensi untuk memenuhi kebutuhan pangan, tetapi juga dapat berkontribusi dalam sektor energi terbarukan.

Pengembangan bioetanol berbasis sorgum juga sejalan dengan program energi pangan Indonesia, yang berupaya mengintegrasikan kebutuhan pangan dan energi dalam satu strategi pembangunan yang berkelanjutan. Dengan demikian, NTT dapat memainkan peran penting dalam upaya transisi energi nasional melalui pengembangan industri bioetanol berbasis sorgum.

Peran Pemerintah Daerah terhadap Pengembangan Sorgum

Pengembangan sorgum di NTT tidak dapat dipisahkan dari peran pemerintah daerah yang proaktif dalam memajukan agenda ini sebagai bagian dari kebijakan dan rencana strategis dalam rangka menjawab solusi ketahanan pangan dan energi.

Beberapa inisiatif yang telah dilakukan termasuk peningkatan luas lahan yang diperuntukkan bagi tanaman sorgum serta pemberian dukungan teknis dan finansial kepada para petani untuk menanam sorgum. 

Selain itu, pemerintah perlu mendorong kerjasama dengan berbagai pihak, termasuk lembaga penelitian dan sektor swasta, untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas tanaman sorgum.

Dalam jangka panjang, pengembangan sorgum idak hanya bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada bahan pangan lain dan bahan bakar fosil, tetapi juga memberikan peluang ekonomi baru bagi masyarakat lokal, khususnya petani sorgum, melalui sektor energi terbarukan.

Dengan demikian, dalam konteks kebijakan nasional, pengembangan sorgum di NTT tidak hanya mendukung ketahanan pangan nasional dan di tingkat lokal, juga berkontribusi pada diversifikasi energi di tingkat nasional yang lebih ramah lingkungan.

Pengembangan Sorgum Berbasis Masyarakat untuk Peningkatan Nilai Ekonomi

Salah satu tantangan utama yang dihadapi NTT adalah tingginya tingkat kemiskinan, stunting, dan migrasi keluar negeri akibat kurangnya lapangan pekerjaan di daerah NTT.

Maka pengembangan sorgum berbasis masyarakat dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat setempat, terutama para petani.

Melalui pendekatan ini, petani tidak hanya mendapatkan manfaat dari hasil panen yang lebih stabil, tetapi juga dari diversifikasi produk sorgum yang memiliki nilai tambah, seperti bioetanol, pakan ternak, hingga produk makanan olahan.

Menurut Maria Loretha (floresa.co, 2023) pengembangan sorgum juga harus melibatkan pendidikan dan pelatihan bagi para petani, sehingga mereka mampu memaksimalkan potensi tanaman ini.

Dengan dukungan teknis yang memadai, petani dapat menghasilkan produk yang bernilai tinggi dan membuka peluang untuk ekspor, sekaligus mengurangi ketergantungan mereka terhadap tanaman pangan lain yang lebih rentan terhadap perubahan iklim.

Dengan demikian, pengembangan sorgum di NTT memiliki potensi besar sebagai solusi atas permasalahan ketahanan pangan dan energi.

Dengan kemampuannya beradaptasi di lahan kering dan potensi sebagai bahan baku bioetanol, sorgum dapat menjadi kunci dalam pembangunan berkelanjutan di wilayah NTT. 

Tugas ke depannya adalah bagaimana respons dan tindak lanjut pemerintah daerah provinsi dan kabupaten di NTT secara proaktif mengembangkan sorgum menjadi bernilai ekonomi, dan pendekatan berbasis masyarakat untuk mendorong peningkatan nilai ekonomi petani dan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pengurangan kemiskinan, stunting dan migrasi penduduk keluar negeri akibat kurangnya lapangan kerja di NTT.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun