Mohon tunggu...
Hen Ajo Leda
Hen Ajo Leda Mohon Tunggu... Buruh - pengajar dan pegiat literasi, sekaligus seorang buruh tani separuh hati

menulis dan bercerita tentang segala hal, yang ringan-ringan saja

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Quo Vadis Hutan Kita

7 Agustus 2024   01:13 Diperbarui: 7 Agustus 2024   16:58 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Quo Vadis Hutan Kita

Mahatma Gandhi pernah berkata, "Bumi ini cukup untuk memenuhi kebutuhan kita semua, namun tidak cukup untuk memenuhi keinginan segelintirkecil manusia yang serakah".

Pernyataan Gandhi ini menjadi relevan ketika kita membahas isu perusakan hutan yang semakin marak terjadi. Keserakahan manusia, baik dalam bentuk eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran maupun pembukaan lahan untuk kepentingan komersial, menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan degradasi hutan di seluruh dunia.

Hutan memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem lingkungan yang terdiri dari pepohonan, tumbuhan lain, hewan, mikroorganisme, tanah, dan air yang saling berinteraksi untuk membentuk lingkungan yang kompleks dan dinamis. 

Hutan pula sebagaimana kita imani sebagai "paru-paru dunia", menyerap karbon dioksida dari atmosfer dan menghasilkan oksigen melalui fotosintesis. Selain itu, hutan adalah habitat bagi berbagai spesies flora dan fauna, beberapa di antaranya tidak dapat ditemukan di tempat lain.

Hutan juga memiliki nilai ekonomi yang signifikan. Hutan menyediakan berbagai produk seperti kayu, karet, buah-buahan, dan obat-obatan alami yang bermanfaat bagi manusia. 

Selain itu, hutan berkontribusi pada mata pencaharian jutaan orang di seluruh dunia, terutama masyarakat adat yang bergantung pada sumber daya hutan untuk kehidupan sehari-hari.

Namun, hutan saat ini menghadapi berbagai ancaman serius, termasuk deforestasi, degradasi lahan, dan perubahan iklim.  Kondisi hutan kita saat ini dikutip dari situs Forest Watch Indonesia (FWI) (https://fwi.or.id, 20 Januari 2024), menunjukkan bahwa hutan di Indonesia saat ini berada dalam situasi yang sangat mengkhawatirkan dan krisis.

Luas kawasan hutan di Indonesia meliputi 125,76 juta hektar atau sekitar 62,97% dari total luas daratan Indonesia. Sayangnya, luas ini terus menurun akibat eksploitasi dan pembukaan lahan.

Pengelolaan hutan di Indonesia masih memiliki kelemahan, terutama dalam mempertimbangkan kondisi geografis negara kepulauan. Kebijakan kawasan hutan seringkali tidak memperhatikan distribusi hutan di berbagai pulau, mengakibatkan kerusakan yang tidak merata dan kurangnya perlindungan di daerah-daerah tertentu.

Rata-rata deforestasi tahun 2017-2021 mencapai 2,54 juta hektar per tahun, setara dengan enam kali luas lapangan sepakbola per menit (https://fwi.or.id, 20 Januari 2024). Pada tahun 2019, deforestasi netto di Indonesia mencapai 462,4 ribu hektar, dengan deforestasi bruto sebesar 465,5 ribu hektar dan reforestasi hanya sebesar 3,1 ribu hektar. Deforestasi terjadi terutama di hutan sekunder dengan luas tertinggi mencapai 162,8 ribu hektar (https://ppid.menlhk.go.id, 2020).

Kerusakan ini terjadi di hampir semua region di Indonesia, termasuk Kalimantan, Papua, Sumatera, Sulawesi, Maluku, Bali Nusa, dan Jawa. Teknologi penginderaan jauh yang makin canggih telah mempermudah deteksi kerusakan ini, namun penanganannya masih jauh dari memadai (https://fwi.or.id, 20 Januari 2024).

Deforestasi di Indonesia memiliki berbagai dampak signifikan terhadap iklim yang menggiring Indonesia pada jurang krisis iklim dan meningkatkan risiko bencana ekologi. Salah satu dampak utamanya adalah peningkatan emisi karbon. Ketika hutan ditebang atau dibakar, karbon yang tersimpan dalam tumbuhan dilepaskan ke atmosfer, berkontribusi pada pemanasan global (https://fwi.or.id, 20 Januari 2024). 

Peningkatan kadar karbon dioksida di atmosfer akibat deforestasi memperburuk pemanasan global. Perubahan ini mengakibatkan perubahan pola curah hujan, kenaikan permukaan laut, dan peningkatan suhu global. Dampak-dampak ini memperburuk kondisi iklim dan mengancam kestabilan ekosistem serta kehidupan manusia di bumi (Kompas.id, 25 Januari 2022).

Sejumlah ancaman dan permasalahan ini memiliki implikasi sosial-ekonomi yang signifikan. Masyarakat lokal yang bergantung pada hutan untuk sumber daya alam dan mata pencaharian mereka mengalami kerugian besar akibat hilangnya hutan. Kehilangan sumber daya alam ini tidak hanya menyebabkan kerugian ekonomi, tetapi juga mengancam kesejahteraan dan keberlangsungan hidup masyarakat lokal (Herpita Wahyuni, 2021).

Melindungi Hutan, Melindungi Bumi

Berangkat dari peran pentingnya hutan bagi ekosistem dan kehidupan manusia dan beragam rupa permasalahan dan ancaman serius terhadap eksistensi hutan, maka perlunya upaya konservasi dan pengelolaan berkelanjutan. 

Melindungi hutan tidak hanya berarti menjaga keberadaan pepohonan, tetapi juga mempertahankan keseimbangan ekologis dan keanekaragaman hayati yang mereka dukung. Melindungi hutan berarti melindungi bumi karena hutan memainkan peran vital dalam ekosistem lingkungan hidup. 

Indonesia telah mengimplementasikan berbagai upaya untuk melindungi hutan, dengan mengurangi emisi karbon yang dihasilkan dari deforestasi dan degradasi hutan. Langkah-langkah ini tidak hanya berfokus pada pencegahan kerusakan hutan, tetapi juga pada upaya restorasi dan peningkatan kemampuan hutan dalam menyerap karbon.

Pengendalian deforestasi dan degradasi hutan dilakukan melalui berbagai langkah, termasuk penegakan hukum terhadap penebangan liar, penerapan praktik pengelolaan hutan berkelanjutan, dan restorasi lahan gambut yang rusak. Upaya ini bertujuan untuk mengurangi kerusakan hutan dan meningkatkan kemampuan hutan dalam menyerap karbon .

Penanaman hutan atau reforestasi adalah salah satu cara efektif untuk menyerap karbon di atmosfer. Program penanaman hutan yang masif dapat membantu mengurangi emisi karbon dari deforestasi dan perambahan hutan. Selain itu, reforestasi juga membantu memulihkan ekosistem yang rusak dan meningkatkan biodiversitas.

Mengurangi penggunaan energi yang tidak efisien merupakan langkah penting dalam mengurangi emisi karbon. Peningkatan efisiensi energi dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti mengurangi konsumsi listrik di rumah dan kantor, serta mendorong penggunaan energi terbarukan. Langkah ini tidak hanya mengurangi emisi karbon tetapi juga mengurangi tekanan terhadap sumber daya alam .

Beberapa daerah di Indonesia telah melakukan transformasi kebijakan untuk mendukung upaya perbaikan ekologis dan mengurangi deforestasi. Misalnya, di wilayah Pulau Kalimantan dan Nusa Tenggara Barat, transformasi kebijakan ini mencakup penegakan hukum yang lebih ketat, pengelolaan hutan yang berkelanjutan, serta program-program restorasi lingkungan (https://ppid.menlhk.go.id, 2020).

Meskipun tantangan masih ada, kerjasama dan pendekatan terpadu diharapkan dapat mencapai hasil yang signifikan dalam upaya pelestarian hutan untuk generasi masa depan. Dengan melindungi hutan, kita berkontribusi pada kesehatan bumi dan kesejahteraan generasi mendatang. Upaya konservasi, reforestasi, dan pengelolaan hutan berkelanjutan adalah langkah penting dalam menjaga hutan dan, pada akhirnya, menjaga bumi.

Selamat Hari Hutan Indonesia 07 Agustus 2024.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun