Pada 31 Juli 2024, Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri melakukan penangkapan terhadap tiga orang terkait dugaan tindak pidana terorisme di Kota Batu, Jawa Timur.Â
Salah satu dari mereka adalah HOK, seorang pelajar berusia 19 tahun, yang direncanakan akan melakukan aksi bom bunuh diri di dua tempat ibadah di Malang, Jawa Timur.Â
Penangkapan ini memberikan dua catatan penting dalam konteks terorisme di Indonesia: pertama, ancaman terorisme masih nyata dan belum sepenuhnya teratasi, dan kedua, terorisme kini semakin merasuk melalui saluran internal, khususnya dalam lingkungan keluarga.
Meskipun fenomena ini bukan hal baru, paparan paham radikal melalui keluarga sering kali dinilai lebih kuat dan berbahaya dibandingkan melalui media sosial.Â
Dengan penangkapan pelajar berusia 19 tahun berinisial HOK yang teridentifikasi sebagai simpatisan ISIS, dan penangkapan kedua orangtuanya, muncul kebutuhan mendesak untuk mengevaluasi dan memperbaiki strategi penanggulangan terorisme yang ada saat ini.
Kelemahan Penanggulangan Terorisme Saat Ini
Penanggulangan terorisme di Indonesia sering kali mengandalkan pendekatan formal-yuridis yang berbasis pada aturan dan tindakan represif.Â
Pendekatan ini, meskipun penting, terbukti kurang efektif dalam mengatasi akar masalah terorisme. Tindakan represif sering kali memicu perlawanan yang lebih keras dari pelaku teror, menciptakan siklus kekerasan yang sulit dihentikan.Â
Selain itu, proses indoktrinasi yang menciptakan ideologi radikal melalui rekayasa teologis tentang jihad dan mati syahid menjadi faktor pendorong utama terorisme.Â
Pendekatan yang terlalu mengandalkan aspek hukum dan keamanan cenderung mengabaikan proses pemulihan ideologi radikal yang terjadi di tingkat individu dan komunitas.
Perlunya Narasi Kontra Radikalisasi
Untuk mengatasi masalah ini, penting untuk mengembangkan narasi kontra radikalisasi yang berfokus pada pemusnahan nilai dan ideologi radikal.Â
Kampanye kontra radikalisasi harus menekankan pada penguatan pemikiran tentang kedamaian, keharmonisan, dan saling menghargai dalam perbedaan.Â
Pendekatan persuasif ini harus dilakukan secara masif dan berkelanjutan, menyasar kelompok rentan serta institusi pendidikan, pemerintahan, dan keagamaan.
Dengan menyebarluaskan narasi yang mendukung toleransi dan perdamaian, diharapkan dapat mengurangi daya tarik ideologi radikal yang merusak.
Penguatan Ketahanan Keluarga
Keluarga, sebagai unit dasar masyarakat, memainkan peran krusial dalam penanggulangan terorisme. Pengajaran nilai-nilai kebangsaan, toleransi, dan kasih sayang dalam keluarga dapat memperkuat ikatan emosional dan membantu individu memahami pentingnya keberagaman.Â
Program pendidikan nilai-nilai keluarga yang terintegrasi dengan kurikulum pendidikan formal dan informal dapat meningkatkan ketahanan keluarga terhadap paham radikal.Â
Selain itu, pemberdayaan keluarga melalui peningkatan kesejahteraan ekonomi juga berperan penting dalam mengurangi frustrasi dan ketidakstabilan yang sering dimanfaatkan oleh kelompok teroris untuk merekrut anggota baru.
Konsolidasi Lintas Organisasi
Penanggulangan terorisme memerlukan konsolidasi lintas organisasi untuk melawan ancaman secara efektif.Â
Koordinasi antara berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga keamanan, masyarakat sipil, dan sektor swasta, sangat penting dalam menciptakan strategi yang holistik dan terintegrasi.Â
Konsolidasi ini juga harus mencakup peningkatan literasi digital untuk mencegah perekrutan melalui media sosial.Â
Dengan memperkuat literasi digital dan menyediakan informasi yang akurat dan berimbang, masyarakat dapat lebih siap menghadapi propaganda radikal yang beredar di dunia maya.
Peningkatan Kesejahteraan Ekonomi
Aspek ekonomi juga memainkan peran penting dalam penanggulangan terorisme. Stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dapat mengurangi potensi terjadinya ekstremisme.Â
Pemerintah harus mampu merangkul seluruh elemen masyarakat dan menjaga kestabilan ekonomi. Penyediaan lapangan kerja, program pembinaan usaha, dan pelatihan keterampilan menjadi langkah-langkah strategis dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi warga.Â
Dengan meningkatkan taraf hidup masyarakat, diharapkan dapat mengurangi faktor-faktor yang mendorong seseorang untuk terlibat dalam aktivitas terorisme.
Kesimpulan: Upaya Jangka Panjang
Mengakhiri aksi terorisme membutuhkan kejelian dalam menganalisis akar masalah dan menerapkan solusi jangka panjang.
Kampanye kontra radikalisasi yang efektif, penguatan ketahanan keluarga, konsolidasi lintas organisasi, dan peningkatan kesejahteraan ekonomi adalah elemen-elemen kunci dalam strategi ini.Â
Dengan mengintegrasikan berbagai pendekatan ini, diharapkan Indonesia dapat lebih efektif dalam mengatasi terorisme dan menciptakan lingkungan yang aman dan damai bagi seluruh masyarakat.Â
Upaya jangka panjang yang berfokus pada pencegahan dan pemulihan ideologi radikal akan menjadi penentu keberhasilan dalam perang melawan terorisme.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H