Mohon tunggu...
Hen Ajo Leda
Hen Ajo Leda Mohon Tunggu... Buruh - pengajar dan pegiat literasi, sekaligus seorang buruh tani separuh hati

menulis dan bercerita tentang segala hal, yang ringan-ringan saja

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Menyelamatkan Anak dari Cengkraman Prostitusi dan Kejahatan Seksual

31 Juli 2024   21:30 Diperbarui: 1 Agustus 2024   00:14 655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para tersangka yang menjalankan bisnis prostitusi dengan menjadikan anak sebagai pekerja seks (KOMPAS)

Kekuatan Pola Asuh dan Ketahanan Keluarga

Batapa tersayatnya hati kita menyaksikan praktek prostitusi anak yang terus meningkat dari waktu ke waktu. Sungguh miris ketika media dibanjiri dengan laporan demi laporan yang mengalir tiada habisnya, dan kita senantiasa dipertontonkan oleh bentuk aksi jahanam ini yang tampil dalam ruang-ruang vitrual.

Laporan terbaru dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebagaimana dilansir media kompas (30 Juli 2024) mengungkapkan bahwa 24.000 anak berusia 10-18 tahun terjerat dalam praktik prostitusi. 

Dalam laporan tersebut, dicatat bahwa terdapat 130.000 transaksi yang diduga kuat terkait dengan prostitusi daring, dengan nilai transaksi mencapai Rp 127,3 miliar (Kompas.id, 30 Juli 2024).

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat bahwa selama periode 2021-2023 menunjukkan terdapat 481 kasus prostitusi daring yang melibatkan 900 anak. 

Menurut KPAI, angka ini hanya mencerminkan sekitar 1 persen dari kejadian sebenarnya di lapangan. Artinya bahwa data praktek kejahatan seksual yang menimpa anak-anak ini hanyalah puncak gunung es dari sekian banyak kasus yang terjadi di republik ini, dan tentunya masih banyak kasus serupa menimpa anak-anak di tempat-tempat lain yang tersembunyi atau disembunyikan. 

Data-data di atas juga menunjukan bahwa, dalam tatanan struktur kemasyarakatan yang kian dinamis terutama terkait dengan kemajuan teknologi, tidak ada "ruang-waktu yang aman" bagi anak-anak. 

Ancaman kejahatan seksual dan eksploitasi anak hadir 24 jam dalam hidup sehari-hari sebagai kekuasaan hegemonik.

Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), tingginya kasus prostitusi anak dipicu oleh masalah pengasuhan dalam keluarga serta penyalahgunaan teknologi berbasis elektronik dan media sosial (Kompas.id, 31 Juli 2024). 

Akibatnya, anak-anak menjadi lebih rentan untuk dimobilisasi, dimanfaatkan, dan dieksploitasi secara seksual. Fenomena ini menunjukkan bahwa keluarga dan lingkungan sekitar anak memiliki peran penting dalam mencegah anak-anak terjerat dalam praktik prostitusi.

Masalah pengasuhan dalam keluarga seringkali menjadi faktor utama yang membuat anak-anak rentan terhadap eksploitasi seksual. Ketika keluarga gagal memberikan perhatian dan pengawasan yang memadai, anak-anak cenderung mencari perhatian dan kasih sayang dari sumber lain, yang seringkali berakhir pada situasi yang membahayakan mereka. 

Kondisi keluarga yang tidak harmonis, kurangnya komunikasi antara orang tua dan anak, serta ketidakmampuan orang tua dalam mengawasi aktivitas anak di dunia maya menjadi celah yang dimanfaatkan oleh para pelaku kejahatan seksual.

Selain itu, kemajuan teknologi dan akses yang mudah terhadap media sosial juga menjadi penyebab maraknya prostitusi anak. Teknologi yang seharusnya digunakan untuk kebaikan seringkali disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. 

Media sosial dan aplikasi percakapan menjadi sarana bagi para pelaku kejahatan untuk mendekati dan memanipulasi anak-anak. Mereka menggunakan berbagai modus, seperti berpura-pura menjadi teman sebaya, memberikan hadiah atau janji-janji palsu, untuk memikat anak-anak ke dalam perangkap mereka.

Dengan demikian, praktik kasus prostitusi anak yang marak terjadi memberikan pelajaran penting bawah pola asuh dan ketahanan keluarga merupakan benteng perlindungan untuk mencegah anak menjadi korban prostitusi daring.

Ketahanan keluarga adalah kemampuan keluarga untuk bertahan dan tetap berfungsi dengan baik meskipun menghadapi berbagai tantangan. Keluarga yang tangguh dapat menyediakan dukungan emosional, moral, dan sosial yang kuat bagi anak-anak mereka. 

Ketahanan ini juga berarti bahwa keluarga mampu beradaptasi dengan perubahan, termasuk dalam mengawasi dan mengarahkan penggunaan teknologi oleh anak-anak mereka secara bijak dan aman, sehingga orang tua dapat membantu anak-anak memahami risiko yang ada dan cara menghindarinya.

Namun ketika pengasuhan dan ketahanan keluarga lemah, anak-anak kehilangan perlindungan dasar yang mereka butuhkan, sehingga mereka menjadi lebih rentan terhadap pengaruh negatif dari luar, termasuk dari orang asing di internet.

Oleh karenanya, dengan memperkuat pola asuh dan ketahanan keluarga, risiko anak-anak terjerat dalam prostitusi dan eksploitasi seksual dapat diminimalkan. 

Kerja sama antara keluarga, pemerintah, dan masyarakat sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi perkembangan anak-anak. 

Pola asuh yang baik dan keluarga yang tangguh adalah kunci utama dalam melindungi generasi muda dari bahaya dunia maya dan memastikan anak-anak tumbuh menjadi individu yang sehat dan berdaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun