Kudatuli 1996: Dinamika Kekuasaan dan Intervensi Politik di Indonesia
Peristiwa Kudatuli pada 27 Juli 1996, sering dikenal sebagai Sabtu Kelabu, adalah salah satu momen kelam dalam sejarah politik Indonesia.Â
Kejadian ini merupakan hasil dari konflik internal di Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang melibatkan dua kubu utama, yakni kubu Megawati Soekarnoputri dan kubu Soerjadi.Â
Kudatuli tidak hanya berdampak pada internal partai, tetapi juga memberikan dampak signifikan pada situasi politik nasional dan internasional Indonesia.
Pada Munas 1993, Megawati Soekarnoputri terpilih sebagai Ketua Umum PDI, sebuah langkah yang dipandang positif untuk legitimasi partai.Â
Namun, kepemimpinan Megawati mulai dipandang sebagai ancaman oleh pemerintah Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto.Â
Megawati, sebagai putri Proklamator RI Soekarno, memiliki karisma dan dukungan yang luas dari masyarakat, yang dikhawatirkan dapat mengganggu stabilitas kekuasaan Soeharto.
Upaya pemerintah untuk meredam kekuatan Megawati terlihat jelas pada Kongres Luar Biasa (KLB) yang diadakan di Medan pada 22 Juni 1996.Â
Kongres ini bertujuan menggantikan Megawati dengan Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI. KLB tersebut bukan hanya masalah internal PDI, tetapi juga melibatkan intervensi pemerintah yang ingin melemahkan posisi Megawati.
Setelah KLB, PDI terpecah menjadi dua kubu: kubu Megawati dan kubu Soerjadi. Kedua kubu ini saling mengklaim legitimasi kepemimpinan partai, yang menimbulkan ketegangan dan konflik di dalam PDI.Â
Pemerintah Orde Baru secara terang-terangan mendukung kubu Soerjadi, sementara pendukung Megawati merasa terpinggirkan dan marah.