Dalam kasus asuransi TPL, tanggapan dari berbagai kelompok, seperti yang diberitakan Kompas.id pada 23 Juli 2024, bahwa penolakan dari kalangan masyarakat menengah bawah atas kekhawatiran tambahan pungutan melalui program asuransi wajib kendaraan, menunjukkan bagaimana masyarakat berusaha mempengaruhi agenda kebijakan dengan menyuarakan pendapat mereka.
Ini mencerminkan bagaimana tekanan dari masyarakat dapat mempengaruhi prioritas pemerintah dalam pembuatan kebijakan.
Proses Agenda Setting dalam Penerapan Asuransi TPL
Penerapan asuransi kendaraan bermotor di Indonesia melibatkan beberapa tahapan dalam proses agenda setting.Â
Pertama, isu ini mulai mendapatkan perhatian publik melalui pemberitaan media. Isu yang sering diberitakan cenderung menjadi lebih menonjol dalam perhatian publik dan pembuat kebijakan.Â
Media melaporkan berbagai aspek dari kebijakan asuransi TPL, termasuk manfaat potensial, kekhawatiran masyarakat, dan tanggapan dari berbagai pihak (https://www.cnnindonesia.com, 20 Juli 2024).
Kedua, pemerintah kemudian mempertimbangkan isu ini dalam konteks kebijakan publik yang lebih luas.Â
Dalam hal ini, pemerintah Indonesia memulai diskusi tentang penerapan asuransi TPL dan mengidentifikasi berbagai faktor yang mempengaruhi keputusan mereka (https://www.cnbcindonesia.com, 23 Juli 2024).
Proses ini mencerminkan bagaimana pemerintah menggunakan informasi dari media, tanggapan masyarakat, dan pertimbangan internal untuk menentukan prioritas kebijakan.
Ketiga, aktor-aktor pengamat asuransi dan masyarakat sipil memberikan tanggapan yang mempengaruhi proses agenda setting (https://www.bbc.com, 22 Juli 2024).
Penolakan dari pengamat asuransi dan kekhawatiran masyarakat tentang proses klaim menunjukkan bagaimana berbagai aktor berusaha mempengaruhi prioritas pemerintah dan membentuk agenda kebijakan (Kompas.id, 23 Juli 2024).
Tanggapan ini dapat mempengaruhi bagaimana pemerintah merespons dan menyesuaikan kebijakan sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan publik.