Mohon tunggu...
Hen Ajo Leda
Hen Ajo Leda Mohon Tunggu... Buruh - pengajar dan pegiat literasi, sekaligus seorang buruh tani separuh hati

menulis dan bercerita tentang segala hal, yang ringan-ringan saja

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengelola Keamanan Digital Anak, Strategi Literasi Digital dalam Era Game Online

5 Juli 2024   00:09 Diperbarui: 5 Juli 2024   00:09 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengelola Keamanan Digital Anak: Strategi Literasi Digital dalam Era Game Online

Fenomena game online telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan modern, terutama sejak masa pandemi yang meningkatkan popularitasnya secara masif. 

Di Indonesia, seperti yang dilaporkan oleh We Are Social, negara ini menduduki peringkat ketiga dalam jumlah pemain game online terbanyak di dunia per Januari 2022. Data ini menggarisbawahi betapa luasnya pasar dan penggunaan game online di tengah masyarakat digital saat ini.

Menurut UNICEF, sebagaimana dikutip Andhika Ajie Baskoro ett al (2024) bahwa game online telah diakui memiliki dampak positif, dapat membangun keterampilan kognitif anak, seperti keterampilan pengambilan keputusan, penguasaan diri, dan kemampuan untuk berekspresi diri.

UNICEF bahkan mengemukakan bahwa prestasi dalam game dapat memberikan kepuasan tersendiri bagi anak-anak, sementara membangun hubungan sosial dengan sesama pemain juga menjadi aspek penting dalam pengembangan mereka (Baskoro, ett al 2024).

Namun, di balik manfaatnya, ada pula risiko serius yang terkait dengan kecanduan game online. Menurut Kementerian PPPA (2024) menunjukkan bahwa sejumlah besar anak mengalami kecanduan game, yang tidak hanya berdampak pada kesehatan mental mereka tetapi juga meningkatkan risiko terhadap konten-konten yang tidak pantas seperti kekerasan dan pornografi. 

Salah satu aspek yang kurang mendapat perhatian cukup adalah potensi ancaman dari predator seksual yang menggunakan game online sebagai sarana untuk melancarkan tindakan mereka. 

Kemudahan yang ditawarkan oleh teknologi digital telah menyebabkan banyak anak di Indonesia menjadi rentan terhadap eksploitasi dan kekerasan seksual dalam lingkungan daring. 

Eksploitasi dan Kekerasan Seksual terhadap Anak secara Daring atau OCSEA (Online Child, Sexual, Exploitation, and Abuse) , adalah bentuk kekerasan terhadap anak yang terjadi dalam konteks teknologi digital dan internet. Bentuk ini bisa terjadi sepenuhnya secara online atau melalui kombinasi interaksi daring dan tatap muka antara pelaku dan korban anak-anak (https://www.kemenpppa.go.id, 2024).

Sebagai contoh, semisalnya seorang anak sekolah yang terlibat dengan pelaku kekerasan seksual yang menggunakan game online sebagai medium untuk meminta foto yang tidak pantas, dan betapa mudahnya anak-anak menjadi korban manipulasi dalam dunia digital. 

Anonimitas yang dimungkinkan oleh ruang digital ini memberikan kesempatan bagi pelaku untuk berkomunikasi dan membangun hubungan dengan anak-anak tanpa diketahui identitas mereka. 

Ketidaktahuan dan kepolosan anak-anak, menjadi alat yang mudah dimanfaatkan oleh pelaku dewasa yang menggunakan kekuasaan mereka untuk memanipulasi, merayu dan melancarkan tipu daya.

Hasilnya, kasus-kasus kekerasan seksual melalui game online semakin sering terdengar, dengan korban sering kali tidak memahami sepenuhnya konsekuensi dari interaksi mereka.

Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) tercatat pada rentang Januari hingga November 2023 terdapat 15.120 kasus kekerasan terhadap anak dengan 12.158 korban anak perempuan dan 4.691 korban anak laki-laki, dimana kasus kekerasan seksual menempati urutan pertama dari jumlah korban terbanyak sejak tahun 2019 sampai tahun 2023 (https://www.kemenpppa.go.id, 2024).

Rate Anak Korban Kekerasan. Sumber Gambar: https://kekerasan.kemenpppa.go.id/ringkasan
Rate Anak Korban Kekerasan. Sumber Gambar: https://kekerasan.kemenpppa.go.id/ringkasan

Berhadapan dengan fakta ini, maka perlindungan terhadap anak dalam konteks game online agar terhindar dari kejahatan online seperti: cyberbullying, sextortion, scam, hoax, child grooming, pornografi, hingga eksplotasi dan pelecehan seksual anak daring, adalah suatu keharusan yang mendesak. Hal ini berarti terkait dengan perlunya literasi digital yang kuat dari orang tua maupun pihak sekolah pada anak.

Melalui literasi, anak-anak diajarkan untuk memahami pentingnya privasi data pribadi mereka, serta cara mengidentifikasi dan mengatasi potensi bahaya dalam interaksi online. Orang tua dan sekolah memainkan peran penting dalam mengawasi dan memberikan bimbingan yang sesuai agar anak-anak dapat bermain game online dengan aman.

Dengan demikian orang tua dan guru, mestinya memiliki kesadaran dan kecakapan lirasi digital. Perlu dipersiapkan dengan pengetahuan yang cukup untuk mengenali tanda-tanda bahaya dan tindakan pencegahan yang tepat. Pendidikan ini dapat mencakup workshop, seminar, atau kampanye publik yang fokus pada pemahaman teknologi digital dan risiko yang terkait.

Dengan pengetahuan dan kecakapan digital, maka orang tua dan guru dimungkinkan dapat memperkuat literasi digital anak-anak sejak dini. Sehingga kemudian mengajarkan mereka tentang pentingnya privasi online, penggunaan media sosial yang aman, dan cara mengidentifikasi perilaku yang mencurigakan. 

Metode pencegahan seperti mengatur waktu layar dan membatasi akses terhadap konten yang tidak sesuai untuk usia anak menjadi langkah-langkah praktis yang dapat dilakukan oleh orang tua di rumah.

Pendidikan di sekolah juga harus mencakup pembelajaran literasi digital yang menyeluruh, termasuk pengenalan etika dalam berinteraksi online dan pengawasan konten yang dapat mempengaruhi perilaku anak.

Pendekatan ini harus dirancang agar relevan dengan pengalaman dan bahasa digital anak-anak, supaya informasi yang disampaikan mudah dipahami dan diterapkan.

Selain itu, kolaborasi yang erat antara pemerintah, lembaga pendidikan, platform game online, dan organisasi masyarakat sipil juga sangat krusial. Peraturan dan kebijakanyang ketat serta mekanisme pengawasan dan perlindungan perlu diterapkan untuk menangani kasus-kasus kejahatan online terhadap anak dengan cepat dan efektif.

Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa game online menawarkan manfaat signifikan dalam pembangunan keterampilan anak-anak dalam berbagai aspek. Namun, kesadaran akan risiko yang terkait dengan penggunaannya juga sangat penting. 

Dengan membangun literasi digital yang kokoh dan melibatkan peran aktif dari orang tua dan pendidik, kita dapat memberikan perlindungan yang lebih baik bagi anak-anak dari potensi ancaman dalam ruang digital, termasuk dari predator seksual yang memanfaatkan kelemahan anak dalam game online untuk tujuan mereka yang tidak bermoral, sehingga anak-anak  dapat menjelajahi dunia digital dengan aman dan nyaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun