Ketidaktahuan dan kepolosan anak-anak, menjadi alat yang mudah dimanfaatkan oleh pelaku dewasa yang menggunakan kekuasaan mereka untuk memanipulasi, merayu dan melancarkan tipu daya.
Hasilnya, kasus-kasus kekerasan seksual melalui game online semakin sering terdengar, dengan korban sering kali tidak memahami sepenuhnya konsekuensi dari interaksi mereka.
Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) tercatat pada rentang Januari hingga November 2023 terdapat 15.120 kasus kekerasan terhadap anak dengan 12.158 korban anak perempuan dan 4.691 korban anak laki-laki, dimana kasus kekerasan seksual menempati urutan pertama dari jumlah korban terbanyak sejak tahun 2019 sampai tahun 2023 (https://www.kemenpppa.go.id, 2024).
Berhadapan dengan fakta ini, maka perlindungan terhadap anak dalam konteks game online agar terhindar dari kejahatan online seperti: cyberbullying, sextortion, scam, hoax, child grooming, pornografi, hingga eksplotasi dan pelecehan seksual anak daring, adalah suatu keharusan yang mendesak. Hal ini berarti terkait dengan perlunya literasi digital yang kuat dari orang tua maupun pihak sekolah pada anak.
Melalui literasi, anak-anak diajarkan untuk memahami pentingnya privasi data pribadi mereka, serta cara mengidentifikasi dan mengatasi potensi bahaya dalam interaksi online. Orang tua dan sekolah memainkan peran penting dalam mengawasi dan memberikan bimbingan yang sesuai agar anak-anak dapat bermain game online dengan aman.
Dengan demikian orang tua dan guru, mestinya memiliki kesadaran dan kecakapan lirasi digital. Perlu dipersiapkan dengan pengetahuan yang cukup untuk mengenali tanda-tanda bahaya dan tindakan pencegahan yang tepat. Pendidikan ini dapat mencakup workshop, seminar, atau kampanye publik yang fokus pada pemahaman teknologi digital dan risiko yang terkait.
Dengan pengetahuan dan kecakapan digital, maka orang tua dan guru dimungkinkan dapat memperkuat literasi digital anak-anak sejak dini. Sehingga kemudian mengajarkan mereka tentang pentingnya privasi online, penggunaan media sosial yang aman, dan cara mengidentifikasi perilaku yang mencurigakan.Â
Metode pencegahan seperti mengatur waktu layar dan membatasi akses terhadap konten yang tidak sesuai untuk usia anak menjadi langkah-langkah praktis yang dapat dilakukan oleh orang tua di rumah.
Pendidikan di sekolah juga harus mencakup pembelajaran literasi digital yang menyeluruh, termasuk pengenalan etika dalam berinteraksi online dan pengawasan konten yang dapat mempengaruhi perilaku anak.
Pendekatan ini harus dirancang agar relevan dengan pengalaman dan bahasa digital anak-anak, supaya informasi yang disampaikan mudah dipahami dan diterapkan.