Setiap aktivitas online, mulai dari pencarian di Google hingga penggunaan media sosial, menghasilkan jejak data yang dapat diolah dan dijual untuk berbagai tujuan.
Google, sebagai pelopor kapitalisme pengawasan, menggunakan data pencarian, pesan suara, dan riwayat perjalanan untuk menghasilkan informasi berharga bagi perusahaan lain.Â
Data ini kemudian digunakan untuk meningkatkan efektivitas iklan dan menciptakan profil pengguna yang sangat detail.Â
Fenomena ini menunjukkan bagaimana data telah menjadi kekuatan yang sangat besar dalam ekonomi modern.
Serangan Siber dan Kebocoran Data
Dengan semakin meningkatnya nilai data, serangan siber juga mengalami peningkatan yang signifikan.Â
Di Indonesia, kebocoran data pribadi di Indonesia sering terjadi, dengan 79 insiden tercatat sejak 2019 menurut Kementerian Komunikasi dan Informasi.Â
Pada periode Januari hingga Juni 2023, telah terjadi 35 kasus, melebihi angka tahunan sejak 2019-2021.Â
Pada tahun 2022, data SIM card warga Indonesia diklaim telah dijual oleh hacker bernama Bjorka, dengan 1,3 miliar data pendaftar SIM card bocor.Â
Informasi yang bocor meliputi NIK, nomor telepon, dan tanggal pendaftaran, dengan total ukuran data mencapai 87 GB dan dijual seharga Rp743,5 juta.
Di tahun 2023, insiden kebocoran data menimpa nasabah Bank Syariah Indonesia (BSI). Pada 8 Mei 2023, layanan transaksi mengalami gangguan yang diikuti oleh kebocoran data sebesar 1,5 TB yang dicuri oleh kelompok ransomware asal Rusia, Lockbit.Â
Mereka meminta tebusan sebesar Rp296 miliar dan setelah tidak dipenuhi, data tersebut disebarluaskan di pasar gelap pada 16 Mei 2023.