Ketimpangan ini dapat terjadi karena berbagai faktor, termasuk perbedaan pendapatan, akses terhadap kredit, harga properti (lahan dan bangunan) yang terus meningkat, serta kebijakan pemerintah yang mungkin lebih menguntungkan kelompok tertentu.
Keterbatasan lahan merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan harga tanah dan rumah di ibu kota Indonesia ini menjadi sangat mahal.Â
Tingginya harga properti ini menciptakan ketimpangan kepemilikan hunian yang sulit untuk diatasi, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah. Kondisi ini memperburuk ketidakadilan sosial-ekonomi dan mempengaruhi kualitas hidup banyak orang.
Dengan permintaan yang terus meningkat dan pasokan lahan yang terbatas, harga properti terus melonjak drastis. Misalnya di Jakarta, sebagai pusat ekonomi dan pemerintahan, menawarkan berbagai peluang pekerjaan dan bisnis, menarik penduduk dari berbagai daerah.Â
Namun, keterbatasan lahan mengakibatkan tingginya biaya properti, yang hanya dapat diakses oleh kalangan yang memiliki sumber daya finansial besar.Â
Hal ini menciptakan jurang yang semakin lebar antara mereka yang mampu membeli properti dan mereka yang harus puas dengan menyewa atau tinggal di daerah yang kurang strategis dan memiliki fasilitas yang minim.
Ketimpangan kepemilikan hunian ini berdampak signifikan pada kehidupan sehari-hari penduduk. Mereka yang tidak mampu membeli rumah harus menghadapi berbagai tantangan, termasuk biaya sewa yang tinggi, kondisi hunian yang tidak layak, dan lokasi tempat tinggal yang jauh dari pusat kota, yang meningkatkan waktu dan biaya transportasi.Â
Selain itu, ketidakpastian dalam status kepemilikan hunian membuat banyak orang tidak dapat menikmati stabilitas dan keamanan yang datang dengan memiliki rumah sendiri.
Kesimpulan
Kepemilikan rumah di Indonesia mencerminkan realitas sosial dan ekonomi yang kompleks dan sering kali tidak seimbang. Kelas atas menikmati kemewahan dan kenyamanan dalam hunian mereka, sementara kelas menengah ke bawah harus puas dengan rumah yang lebih sederhana dan efisien dan bahkan tinggal di rumah dengan status kontrak, bebas sewa, atau tinggal bersama orang tua.Â
Ketimpangan dalam akses dan kemampuan untuk memiliki rumah menunjukkan perlunya perhatian dan tindakan dari pemerintah dan pemangku kepentingan untuk mengatasi kesenjangan ini.