Mohon tunggu...
Hen Ajo Leda
Hen Ajo Leda Mohon Tunggu... Buruh - pengajar dan pegiat literasi, sekaligus seorang buruh tani separuh hati

menulis dan bercerita tentang segala hal, yang ringan-ringan saja

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Pilkada 2024 di Bawah Bayang-Bayang Pemimpin Populis

28 Juni 2024   04:24 Diperbarui: 30 Juni 2024   20:43 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi-- Kompas.id/Heruyanto

Populisme telah menjadi fenomena global yang berdampak pada berbagai aspek politik dan pemerintahan di banyak negara, termasuk Indonesia. Di tingkat lokal, khususnya dalam konteks pemilihan kepala daerah (Pilkada), populisme kerap kali menjadi strategi yang diadopsi oleh para calon pemimpin untuk menarik dukungan.

Francis Fukuyama, seorang profesor Ilmu Politik di Amerika Serikat, dalam artikel "What is Populism" (2017) mengidentifikasi tiga ciri utama populisme.

Pertama, populisme cenderung mengadopsi kebijakan jangka pendek yang pro-rakyat, sering kali dalam bentuk kebijakan sosial seperti subsidi, pensiun, dan fasilitas gratis. Namun, kebijakan ini seringkali tidak memperhatikan stabilitas ekonomi dan kepentingan jangka panjang negara.

Kedua, pemimpin populis mendefinisikan "rakyat" secara sempit berdasarkan identitas seperti etnis, ras, dan agama. Misalnya, Donald Trump dengan slogannya "America First" mempromosikan supremasi kulit putih, tetapi mengabaikan minoritas seperti Afrika-Amerika dan Hispanik. 

Di India, Perdana Menteri Narendra Modi telah mengubah identitas nasional dari yang inklusif liberal seperti Gandhi dan Nehru menjadi identitas nasional yang berbasis agama Hindu (Nurul Hasfi, 2024).

Ketiga, gaya kepemimpinan populis sering kali membangun kultus pribadi, dengan pemimpin mengklaim otoritas yang memungkinkan mereka bertindak secara independen dari lembaga demokrasi, terutama partai politik. Para populis juga cenderung membangun oposisi untuk menciptakan musuh bersama dengan rakyatnya.

Di Indonesia, populisme tercermin dalam retorika politik para elit yang menonjolkan kedekatan dengan rakyat. Strategi populisme pragmatis telah ada sejak awal kemerdekaan Indonesia, pertama kali digunakan oleh Soekarno dengan doktrin Marhaenisme. Megawati Soekarnoputri kemudian melanjutkan populisme pragmatis, meskipun kebijakan pemerintahannya bersifat pragmatis (Triwibowo & Martha, 2021).

Kemudian Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) memanfaatkan subsidi ekonomi berupa bantuan langsung tunai menjelang pemilihan presiden untuk meningkatkan citra positifnya, menunjukkan penggunaan populisme pragmatis.

Penelitian Triwibowo & Martha (2021) mengungkapkan bahwa Jokowi dan Prabowo menunjukkan jenis populisme yang berbeda. Jokowi dikenal sebagai pemimpin populis santun, sementara Prabowo sebagai pemimpin populis ideal. Jokowi mengkritisi pemerintahan sebelumnya, sedangkan Prabowo menegur pemerintahan Jokowi, menciptakan rasa antagonisme antara baik dan buruk dalam retorikanya.

Keduanya menggunakan populisme pragmatis sebagai strategi politik untuk meraih kekuasaan politik, memanfaatkan retorika populisme tanpa konsistensi anti-elit yang sejati (Triwibowo & Martha, 2021).

Pilkada 2024 dan Pemimpin Populis

Dalam konteks Pilkada, pemimpin populis cenderung menggunakan bahasa sederhana dan simbol-simbol budaya lokal untuk menarik dukungan, serta menekankan kebijakan yang bersifat karitatif dan pragmatis, seperti bantuan langsung tunai dan program-program populis lainnya yang memberikan manfaat jangka pendek.

Populisme dalam politik lokal seringkali membawa dampak positif yang nyata bagi masyarakat. Salah satu aspek positif adalah peningkatan kesejahteraan sosial melalui kebijakan yang memberikan manfaat langsung. 

Bantuan sosial, seperti program bantuan langsung tunai, dan pembangunan infrastruktur seringkali menjadi poin utama dalam kampanye pemimpin populis. Kebijakan semacam ini dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan publik dan memperbaiki kondisi infrastruktur yang terbengkalai.

Sebagai contoh, pembangunan jalan, jembatan, dan fasilitas umum lainnya yang diinisiasi oleh pemimpin populis dapat memberikan dampak langsung pada kualitas hidup masyarakat. 

Selain itu, retorika populis yang menekankan kedekatan dengan rakyat dapat memperkuat rasa kepercayaan dan keterlibatan masyarakat dalam proses politik. Masyarakat merasa aspirasinya didengar dan diperhatikan, sehingga meningkatkan partisipasi politik dan sosial.

Namun, di balik dampak positif tersebut, populisme juga membawa sejumlah implikasi negatif yang perlu diwaspadai. Salah satu masalah utama adalah pengabaian terhadap perencanaan jangka panjang dan keberlanjutan. 

Kebijakan yang terlalu fokus pada manfaat langsung seringkali mengorbankan aspek strategis dan keberlanjutan dalam pembangunan. Pengabaian terhadap perencanaan jangka panjang ini dapat menyebabkan ketidakstabilan ekonomi dan sosial di masa mendatang.

Pembangunan infrastruktur yang tidak berkelanjutan merupakan contoh konkret dari masalah ini. Banyak pemimpin populis berfokus pada proyek-proyek besar yang terlihat mengesankan, tetapi seringkali tidak memperhatikan aspek-aspek penting seperti perawatan dan keberlanjutan. Akibatnya, infrastruktur yang dibangun tidak bertahan lama dan membutuhkan biaya besar untuk perawatan dan perbaikan.

Populisme juga dapat menyebabkan pengelolaan anggaran yang tidak efisien. Pemimpin populis seringkali mengalokasikan anggaran untuk program-program yang menarik secara politis tetapi tidak memberikan dampak jangka panjang. 

Studi yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan bahwa di beberapa daerah, anggaran untuk program bantuan langsung meningkat tajam selama masa kampanye, sementara alokasi untuk sektor-sektor vital seperti pendidikan dan kesehatan justru menurun.

Selain dampak ekonomi, populisme juga memiliki implikasi sosial yang signifikan. Retorika populis yang memecah belah masyarakat dengan menciptakan dikotomi antara “rakyat” dan “elite” dapat menyebabkan polarisasi sosial dan konflik antar kelompok. 

Di beberapa daerah, retorika populis telah menyebabkan ketegangan sosial dan memperdalam jurang pemisah antara kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat.

Polarisasi sosial ini dapat mengganggu harmoni dan stabilitas sosial, serta menghambat proses pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan. Dalam jangka panjang, retorika yang memecah belah ini dapat merusak kohesi sosial dan menciptakan iklim politik yang tidak sehat.

Penutup

Menghadapi Pilkada 2024, penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk memiliki pandangan yang seimbang terhadap kebijakan populis. Manfaat langsung bagi masyarakat perlu diakui dan diapresiasi, namun perencanaan jangka panjang dan keberlanjutan juga harus menjadi perhatian utama. Dengan demikian, kebijakan populis dapat memberikan dampak yang positif dan berkelanjutan bagi kemajuan bangsa dan negara.

Salah satu langkah yang dapat diambil adalah memperkuat mekanisme pengawasan dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran dan implementasi kebijakan publik. 

Selain itu, pendidikan politik bagi masyarakat perlu ditingkatkan agar mereka dapat memahami dampak jangka panjang dari kebijakan populis dan membuat keputusan yang lebih bijak dalam memilih pemimpin.

Pilkada 2024 merupakan momentum penting untuk menguji sejauh mana populisme dapat dikelola dengan bijak dalam konteks politik lokal di Indonesia. 

Dengan pemahaman yang lebih mendalam tentang implikasi populisme dan pendekatan yang seimbang dalam mengelola kebijakan publik, Indonesia dapat mengoptimalkan potensi positif populisme sambil meminimalisir dampak negatifnya, sehingga menciptakan pemerintahan lokal yang lebih efektif, inklusif, dan berkelanjutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun