Mohon tunggu...
Hen AjoLeda
Hen AjoLeda Mohon Tunggu... Buruh - pengajar dan pegiat literasi, sekaligus seorang buruh tani separuh hati

menulis dan bercerita tentang segala hal, yang ringan-ringan saja

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Kedigdayaan Ransomware Membuat Pemerintah Bertekuk Lutut

26 Juni 2024   21:55 Diperbarui: 26 Juni 2024   22:44 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: https://stock.adobe.com

Kedigdayaan Ransomware Membuat Pemerintah Bertekuk Lutut

Ransomware, jenis perangkat lunak berbahaya dalam dunia siber menunjukkan kekuatannya dengan serangan yang melumpuhkan Pusat Data Nasional (PDN) di Indonesia, pada Juni 2024. 

Serangan ini telah mengganggu berbagai layanan publik, termasuk layanan imigrasi, yang sangat bergantung pada data yang disimpan di PDN. Para peretas kemudian meminta tebusan sebesar 8 juta dolar AS untuk mengembalikan akses ke data tersebut. 

Kasus ini menggarisbawahi kerentanan kritis dalam keamanan siber pemerintah Indonesia dan menunjukkan betapa kuatnya serangan ransomware dalam memaksa pemerintah bertekuk lutut.

Ransomware adalah jenis perangkat lunak berbahaya yang dirancang untuk mengenkripsi file pada komputer atau sistem jaringan, mengunci akses hingga korban membayar tebusan. 

Varian terbaru, seperti brain cipher ransomware dari LockBit 3.0, menunjukkan evolusi dalam teknik dan strategi yang digunakan oleh pelaku. 


Berdasarkan laporan dari Broadcom, jenis ransomware ini menggunakan taktik pemerasan ganda, yaitu tidak hanya mengenkripsi data tetapi juga mengancam untuk mengungkap data sensitif jika tebusan tidak dibayar. 

Metode ini meningkatkan tekanan pada korban untuk membayar tebusan demi memulihkan data dan menjaga kerahasiaan informasi.

Serangan terhadap PDN ini bukan kasus pertama peretasan dan pencurian data yang dialami oleh pemerintah Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, telah terjadi serangkaian insiden serupa yang menunjukkan pola kelemahan sistem keamanan siber. Pada tahun 2021, situs Polri diretas, menyebabkan kebocoran data kepolisian yang signifikan. 

Tahun berikutnya, kebocoran data registrasi kartu SIM dan BPJS Ketenagakerjaan mencuat, memperlihatkan bahwa jutaan data pribadi warga Indonesia telah terekspos dan diperjualbelikan di dark web. Tahun 2023, data imigrasi sekitar 34 juta paspor juga dilaporkan bocor dan diperjualbelikan.

Kejadian-kejadian ini mencerminkan kurangnya kesiapan dan ketahanan sistem keamanan siber di Indonesia. Berdasarkan Indeks Keamanan Siber Nasional (NCSI) tahun 2022, Indonesia berada di peringkat ke-83 dari 160 negara dengan skor 38,96 poin, menjadikannya salah satu negara dengan keamanan siber terendah di G20. 

Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia hanya berada di peringkat lima setelah Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina. Malaysia, dengan skor 79,22 poin, menunjukkan bahwa ada banyak ruang untuk peningkatan bagi Indonesia dalam memperkuat sistem keamanan sibernya.

Taktik dan prosedur yang digunakan oleh pelaku sering kali bervariasi, namun umumnya mereka memanfaatkan kelemahan dalam sistem untuk mendapatkan akses awal. 

Metode yang paling umum termasuk phishing, eksploitasi kerentanan aplikasi publik, dan pengaturan Remote Desktop Protocol (RDP) yang lemah. Dalam kasus PDN, laporan Broadcom mencatat bahwa pelaku mungkin menggunakan broker akses awal (IAB) untuk mendapatkan celah masuk.

Untuk menghadapi ancaman ini, pemerintah Indonesia perlu mengambil langkah-langkah yang lebih proaktif dan sistematis. Pertama, perlu ada peningkatan dalam kesadaran dan pendidikan siber bagi semua pegawai pemerintah, memastikan mereka mampu mengenali dan menghindari ancaman phishing. 

Kedua, audit keamanan berkala harus dilakukan pada semua sistem yang menghadap publik, untuk memastikan bahwa semua kerentanan telah diperbaiki dan sistem diperbarui secara rutin. 

Ketiga, implementasi kebijakan Zero Trust dapat membantu meminimalkan risiko dengan membatasi akses berdasarkan verifikasi yang ketat, daripada menganggap semua pengguna dalam jaringan sebagai tepercaya.

Selain langkah-langkah teknis, penting juga bagi pemerintah untuk bekerja sama dengan sektor swasta dan komunitas internasional dalam menangani ancaman siber. 

Kolaborasi ini dapat mencakup berbagi informasi tentang ancaman terbaru, teknik mitigasi, dan respons insiden. Dengan membangun jaringan kerja sama yang kuat, Indonesia dapat meningkatkan kapasitasnya dalam mendeteksi dan merespons ancaman siber dengan lebih cepat dan efektif.

Pada akhirnya, insiden ransomware seperti yang menimpa PDN menunjukkan bahwa keamanan siber bukanlah masalah yang bisa dianggap remeh. Dengan semakin canggihnya taktik pelaku, pemerintah perlu terus mengembangkan dan mengadaptasi strategi keamanan sibernya. 

Investasi dalam teknologi, pelatihan, dan kolaborasi internasional adalah kunci untuk memastikan bahwa Indonesia dapat bertahan dari ancaman siber yang semakin kompleks dan mengancam. Tanpa langkah-langkah yang tepat, insiden seperti ini hanya akan terus berulang, memperlihatkan kedigdayaan ransomware yang mampu membuat pemerintah bertekuk lutut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun