Mohon tunggu...
Hen Ajo Leda
Hen Ajo Leda Mohon Tunggu... Buruh - pengajar dan pegiat literasi, sekaligus seorang buruh tani separuh hati

menulis dan bercerita tentang segala hal, yang ringan-ringan saja

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Koalisi Nano-nano Pilkada 2024

24 Mei 2024   01:06 Diperbarui: 31 Mei 2024   07:04 674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu implikasinya adalah munculnya kompetisi yang tidak sehat dalam intra koalisi sendiri. Pola koalisi yang muncul cenderung lebih pada ukuran jumlah partai dan kursi partai sebagai konsekuensi syarat mengusung calon yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang No. 10 Tahun 2016. 

Aturan itu menyebabkan bukan saja koalisi nano-nano, tetapi juga koalisi mayoritas mutlak manakala ada kombinasi unsur dinasti politik dan ancaman elektabilitas calon yang tinggi sehingga tidak ada calon alternatif lain untuk maju (Nurhasim, 2018).

Campuran koalisi yang tidak sama atau linear dalam pilkada, kemudian watak dan karakter koalisi dibentuk atas dasar pragmatisme dan bukan kesamaan ideologi atau program, sering kali terjadi friksi dan perselisihan di dalam koalisi, yang pada akhirnya dapat menghambat proses pemerintahan yang efektif.

Pilkada serentak yang diharapkan dapat membawa sinergi justru berjalan secara terpisah dan terfragmentasi. Koordinasi yang buruk antara berbagai tingkatan pemilihan membuat potensi kerjasama antar kandidat dari partai yang sama tidak optimal. 

Selain itu, pola ini juga dapat menghambat proses kaderisasi dalam partai politik. Dengan fokus pada kemenangan jangka pendek, partai-partai cenderung mengabaikan pentingnya membangun kader yang memiliki visi dan komitmen jangka panjang. Hal ini dapat berdampak negatif pada kualitas demokrasi dan kepemimpinan politik di masa depan

Prospek Koalisi Nano-Nano dalam Pilkada 2024

Menjelang Pilkada 2024, tanda-tanda pembentukan koalisi nano-nano masih sangat kuat. Kondisi politik yang tidak stabil, ditambah dengan dinamika elektabilitas calon yang selalu berubah, membuat partai-partai besar kemungkinan akan kembali memilih strategi koalisi nano-nano. 

Terlebih lagi, dengan semakin mahalnya biaya politik dan meningkatnya persaingan, partai-partai akan lebih cenderung mencari jalan pintas untuk meraih kemenangan.

Bahwasannya, gagasan agar ada pola koalisi pemerintahan dalam sistem presidensiil relatif sama dan sebagun dengan koalisi di tingkat pusat, tampaknya tidak terjadi. Polanya berserakan, tidak linear, dan sangat variatif serta bercampur aduk.

Aditya Perdana (dalam Kompas, 18 Mei 2024) menjelaskan bahwa format koalisi yang sama dan sebagun (linier) antara nasional dan daerah sulit untuk terwujud. Koalisi yang liner kurang relevan karena adanya perbedaan konstelasi politik di tingkat nasional dan daerah. 

Menurutnya, sulit untuk merealisasikan koalisi permanen di semua daerah karena kekuatan politik dan hasil pemilu yang relatif tidak sejalan antara tingkat nasional dan daerah (Kompas.id, 18 Mei 2024).

Analisis Litbang Kompas pada 18 Mei 2024, menunjukkan kekuatan KIM di enam provinsi di Jawa, hasilnya menunjukkan bahwa partai-partai yang tergabung dalam KIM tidak mampu mendominasi mayoritas kursi di DPRD Provinsi. Di Banten, KIM memiliki kekuatan paling tinggi dengan 49% kursi DPRD. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun