Mohon tunggu...
Hen Ajo Leda
Hen Ajo Leda Mohon Tunggu... Buruh - pengajar dan pegiat literasi, sekaligus seorang buruh tani separuh hati

menulis dan bercerita tentang segala hal, yang ringan-ringan saja

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Krisis Multidimensi: Tantangan Mendesak dalam Pendidikan Tinggi Indonesia

7 Mei 2024   10:44 Diperbarui: 7 Mei 2024   10:44 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: https://radarpekanbaru.com

Krisis Multidimensi: Tantangan Mendesak dalam Pendidikan Tinggi Indonesia

Ulasan kolom opini dalam harian umum majalah Kompas.id di tanggal 2-4 Mei mengulas tentang beragam rupa permasalah dalam dunia pendidikan tinggi di Indonesia.

Kasus-kasus terkait pelecehan seksual, korupsi dana penelitian, dan kecurangan akademik yang muncul dalam beberapa tahun terakhir di perguruan tinggi di Indonesia menandakan adanya krisis multidimensi dalam sistem pendidikan tinggi (Kompas.id, 2 Mei 2024).

Beragam rupa permasalah tersebut menggarisbawahi krisis nilai-nilai dasar: moralitas, integritas akademik, dan kompetensi di kalangan pendidik. 

Krisis nilai-nilai dasar dalam pendidikan tinggi Indonesia, kemudian mengancam eksistensi dan reputasi lembaga-lembaga pendidikan. Implikasinya mulai dari merosotnya kualitas lulusan hingga menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap sistem pendidikan tinggi. 

Dalam jangka panjang, krisis ini dapat menghambat pembangunan dan kemajuan bangsa, karena pendidikan tinggi merupakan pilar utama dalam pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas.

Pelecehan Seksual dan Ketimpangan Relasi Kuasa

Pelecehan seksual dalam lingkungan pendidikan tinggi sering kali merupakan cerminan dari ketimpangan relasi kuasa antara pelaku dan korban. Dalam konteks ini, pelaku seringkali adalah pihak yang memiliki posisi atau kekuasaan yang lebih tinggi, seperti dosen atau staf administrasi, sementara korban adalah mahasiswa atau mahasiswi yang rentan.

Dosen atau staf administrasi memiliki kekuasaan untuk memberikan nilai, memberi akses ke sumber daya, atau memberikan peluang karir kepada mahasiswa. Ketimpangan ini memungkinkan pelaku untuk mengeksploitasi keadaan tersebut dan melakukan pelecehan seksual tanpa takut akan konsekuensi yang serius.

Sumber Gambar: https://www.unesa.ac.id
Sumber Gambar: https://www.unesa.ac.id

Pelecehan seksual juga sering kali diabaikan atau bahkan ditutupi oleh pihak otoritas universitas karena adanya kepentingan untuk melindungi citra institusi atau para pelaku yang memiliki hubungan kuat dengan pihak-pihak yang berkuasa. Ketidaksetaraan dalam relasi kuasa ini memperparah kesulitan bagi korban untuk melaporkan atau mengungkapkan pelecehan yang dialaminya.

Ekonomi Politik Korupsi Dana Penelitian

Korupsi dana penelitian di perguruan tinggi merupakan hasil dari interaksi kompleks antara kepentingan ekonomi dan politik. Dana penelitian seringkali merupakan sumber pendapatan yang signifikan bagi perguruan tinggi dan para peneliti. 

Oleh karena itu, korupsi dalam penggunaan dana penelitian dapat dipahami sebagai upaya untuk memperoleh keuntungan ekonomi yang lebih besar atau untuk memperkuat posisi politik tertentu.

Di satu sisi, terdapat tekanan dari lembaga atau pemerintah untuk menghasilkan penelitian yang relevan dan berkualitas tinggi guna meningkatkan reputasi institusi atau untuk mendukung kebijakan publik tertentu. 

Namun, di sisi lain, terdapat kecenderungan untuk mengalokasikan dana penelitian secara tidak adil atau mengabaikan prinsip akuntabilitas demi kepentingan pribadi atau kelompok.

Sumber Gambar: https://radarpekanbaru.com
Sumber Gambar: https://radarpekanbaru.com

Selain itu, praktik korupsi juga dapat terjadi karena kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana penelitian, serta kurangnya penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran tersebut. Faktor-faktor ini membentuk lingkungan yang mendukung terjadinya korupsi dalam pengelolaan dana penelitian di perguruan tinggi.

 Komodifikasi dan Kecurangan Akademik

Kecurangan akademik di perguruan tinggi dapat dilihat sebagai hasil dari proses komodifikasi dan liberalisasi pendidikan. Dalam konteks komodifikasi, pendidikan dianggap sebagai barang dagang yang dapat diperjualbelikan, dan kesuksesan dalam pendidikan diukur dengan hasil yang dapat dijual, seperti gelar atau sertifikasi.

Dalam beberapa kasus, rektor maupun dosen menempuh jalan pintas untuk mencapai hasil yang tinggi dalam karier akademik dengan cara apapun, termasuk melakukan kecurangan dalam memanipulasi data penelitian dan publikasi ilmiah. 

Liberalisasi pendidikan juga menciptakan persaingan yang ketat antarindividu atau institusi untuk mendapatkan sumber daya atau keuntungan tertentu, sehingga mendorong beragam praktik kecurangan sebagai cara untuk mencapai tujuan.

Sumber Gambar: https://jurnalisbengkulu.com
Sumber Gambar: https://jurnalisbengkulu.com

Kemudahan akses terhadap teknologi dan informasi selain memudahkan praktik kecurangan seperti plagiarisme atau membeli karya akademik dari pihak lain. Fenomena ini semakin diperparah dengan kurangnya pengawasan atau penegakan aturan yang tegas terhadap kecurangan akademik.

Ketimpangan dan Kesenjangan

Sistem pendidikan yang seharusnya menjadi hak bagi semua warga negara, akan tetapi pendidikan di Indonesia lebih menjadi komoditas yang hanya bisa diakses oleh mereka yang mampu membayar. Terjadi kesenjangan dan ketimpangan antara yang kaya dan miskin, kota dan desa (Kompas.id, 2 Mei 2024).

Ketimpangan dan kesejangan struktrual ini bertentangan dengan prinsip demokratisasi pendidikan yang seharusnya memberikan akses yang merata dan adil bagi semua lapisan masyarakat, di daerah-daerah yang berada di perdesaan, pedalaman, perbatasan, dan pegunungan (Kompas.id, 3 Mei 2024).

Pendidikan sejatinya bukan sebagai komoditas yang bisa diperdagangkan di pasar, namun sebagai hak asasi manusia yang harus dijamin oleh negara secara gratis, ilmiah, demokratis, dan berpihak pada rakyat. Pendidikan yang gratis berarti semua biaya operasional pendidikan sepenuhnya dibiayai oleh negara, sehingga akses pendidikan bisa dijangkau oleh semua kalangan masyarakat. 

Ilmiah berarti pendidikan harus berorientasi pada penyebarluasan pengetahuan dan kemajuan ilmu pengetahuan, bukan hanya untuk memenuhi kepentingan kapitalis. Demokratis berarti pendidikan harus menjadi hak bagi semua warga negara dan melibatkan mereka dalam proses pembuatan kebijakan pendidikan. Pendidikan yang berpihak pada rakyat berarti pendidikan harus diarahkan untuk membebaskan rakyat dari penindasan dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh rakyat, dan mampu memciptakan dialektika antara pendidikan dan masyarakat.

Kesimpulan: Implikasi dan Solusi

Krisis moralitas, integritas akademik, dan kompetensi dalam pendidikan tinggi Indonesia memiliki implikasi yang luas. Reputasi institusi pendidikan tinggi dapat tercoreng, yang dapat mengurangi dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap kualitas pendidikan yang tawarkan, karena lingkungan pendidikan yang tidak setara dan berkeadilan gender untuk belajar dan berkembang.

Selain itu, kualitas lulusan diragukan kompetensinya karena adanya praktik kecurangan akademik yang merajalela. Hal ini dapat berdampak negatif pada kemampuan lulusan untuk bersaing dalam pasar kerja yang semakin kompetitif. Kualitas dan kemajuan riset dan inovasi di Indonesia tidak berkembang karena praktik korupsi, kecurangan akademik dan rendahnya kompetensi pendidik, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi pembangunan dan kemajuan bangsa. 

Perlunya untuk kebali pada fitrah pendidikan tinggi itu sendiri, bahwa merupakan pilar utama dalam pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas dan berintegritas. Jika nilai-nilai dasar seperti moralitas, integritas akademik, dan kompetensi tidak ditanamkan dengan baik, maka hal ini akan berdampak pada kualitas sumber daya manusia Indonesia secara keseluruhan. Dalam jangka panjang, krisis nilai-nilai dalam pendidikan tinggi dapat merusak fondasi pembangunan nasional dan menghambat kemajuan peradaban.

Pendidikan tinggi tidak hanya berfungsi sebagai tempat untuk mendapatkan pengetahuan akademik, tetapi juga sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam membentuk karakter dan budi pekerti manusia. Tuntutan demokrasi dan pendidikan budi pekerti di perguruan tinggi menekankan pentingnya melahirkan lulusan yang cerdas secara intelektual, tetapi juga yang memiliki integritas moral dan kesadaran sosial.

Karena itu, sejumlah permasalahan dalam pendidikan tinggi perlu ditangani secara menyeluruh melalui reformasi sistem yang melibatkan aspek hukum, kebijakan, budaya, dan tata kelola. Perlunya upaya bersama dari berbagai pihak, untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang adil-setara, transparan, inklusif, demokratis dan bermoral untuk memastikan pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dan berintegritas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun