Selain sebagai fenomena migrasi, mudik juga memiliki dampak positif pada aspek ekonomi masyarakat, terutama dalam hal pemerataan ekonomi antara daerah perkotaan dan pedesaan (Karimullah, 2021) .Â
Ada beberapa alasan mengapa mudik dapat memberikan dampak positif secara ekonomi yang penulis sarikan dari berbagai sumber:
Aliran Uang: Mudik mempercepat aliran uang dari kota ke desa. Ketika pemudik pergi ke desa sebagai tujuan mudik, mereka membawa uang yang mereka peroleh di kota untuk digunakan selama masa liburan. Uang yang dibawa oleh pemudik ini kemudian dihabiskan di desa untuk berbagai kebutuhan seperti penginapan, makanan, oleh-oleh, dan layanan lokal lainnya. Hal ini dapat meningkatkan pendapatan bagi penduduk lokal di desa dan mendukung pertumbuhan ekonomi lokal.
-
Pendorong Aktivitas Ekonomi: Kehadiran pemudik juga dapat memicu pertumbuhan aktivitas ekonomi di desa, karena meningkatnya permintaan akan barang dan jasa selama musim mudik. Pedagang lokal dan pemilik usaha kecil di desa bisa mengalami peningkatan dalam penjualan mereka selama periode mudik.
Peluang Bisnis: Fenomena mudik juga menciptakan peluang bisnis baru di desa, seperti usaha penyewaan kendaraan, penginapan, atau penjualan oleh-oleh khas daerah. Ini dapat memberikan penghasilan tambahan bagi penduduk desa dan memperluas basis ekonomi lokal.
Selain itu, fenonema mudik juga memiliki masalah sosial dan eksistensial, karena berkembangnya modernitas dan perubahan dalam masyarakat urban, sehingga tradisi mudik telah mengalami pergeseran nilai.
Adrie Oktavio dan Agoes Tinus Lis Indrianto (2019) menjelaskan bahwa, mudik sering kali dipandang sebagai sarana rekreasi dan hiburan, di mana individu menggunakan kesempatan ini untuk bersantai, menikmati liburan, dan menghabiskan uang dengan berbagai cara. Selain itu, ada juga tekanan sosial yang mendorong individu untuk menunjukkan eksistensi mereka sebagai manusia kota yang sukses dan berhasil dengan cara menghabiskan uang secara berlebihan selama mudik.
Pergeseran nilai ini menciptakan sikap yang lebih hedonis dan konsumtif dalam pelaksanaan mudik, di mana individu cenderung fokus pada kepuasan diri sendiri dan pengalaman sensorik, daripada pada makna yang lebih dalam dari tradisi tersebut. Oleh karena itu, mudik menjadi ajang perilaku hedonis dan konsumtif, di mana individu terlibat dalam aktivitas yang mungkin tidak selalu sesuai dengan nilai tradisional yang melandasi praktik mudik (Oktavio & Indrianto 2019).
Dengan demikian fenomena mudik sebagai peristiwa sosial demografis yang terjadi selama musim Lebaran mencerminkan kompleksitas terkait dengan kependudukan, disamping mudik sebagai tradisi budaya dan keagamaan. Dalam perspektif ini, fenomena mudik memberikan wawasan tentang mobilitas penduduk, transformasi sosial berserta pergeseran dan perubahan nilai yang menyertainya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H