Pendidikan merupakan landasan bagi perkembangan masyarakat, membentuk individu, dan menciptakan kemungkinan-kemungkinan baru bagi generasi mendatang. Namun, dalam perjalanan pendidikan, seringkali kita terjebak dalam perdebatan yang tak kunjung usai: apakah pendidikan hanya tentang menghafal fakta dan teori, ataukah seharusnya lebih berfokus pada pengembangan kemampuan dan keterampilan yang praktis?
Dalam konteks ini, ungkapan yang menohok bagi dunia pendidikan sering kali muncul: "jangan bertanya akan jadi apa anak didikmu dikemudian hari, tapi bertanyalah apakah anak didikmu bisa berbuat atau memiliki kemampuan apa setelah lulus sekolah atau kuliah". Ungkapan ini sederhana namun mendalam dan menggambarkan esensi dari pendidikan berbasis outcome (Outcome-Based Education/OBE) .
Pendidikan Berbasis Outcome (Outcome-Based Education/OBE) adalah pendekatan pendidikan yang menekankan pencapaian hasil, bukan sekadar menyelesaikan materi. Dalam OBE, evaluasi hasil pembelajaran dilakukan, dan siswa didorong untuk mengembangkan keterampilan baru yang relevan secara global.Â
Pendekatan ini juga menekankan inovasi, interaksi, dan efektivitas dalam proses pembelajaran, yang memiliki dampak luas pada seluruh tahapan pendidikan, mulai dari perencanaan kurikulum, penetapan tujuan pembelajaran, strategi pengajaran, metode pembelajaran, hingga evaluasi, serta menciptakan lingkungan pendidikan yang kondusif.Â
Pendekatan OBE dalam pendidikan dilatarbelakangi oleh kondisi di era saat ini, dimana kemajuan teknologi dan inovasi yang cepat telah menciptakan kesenjangan yang signifikan antara apa yang diajarkan di lembaga pendidikan tinggi dan apa yang dibutuhkan oleh dunia kerja dan masyarakat.Â
Tantangan utama dalam pendidikan abad 21 adalah bagaimana mengatasi kesenjangan ini dengan mengembangkan peran dan strategi yang efektif. Sehingga dengan pendekatan OBE dapat mengakomodasi tuntutan pendidikan di era modern ini.
Biasanya dalam dunia pendidikan, pendekatan yang paling umum digunakan adalah pendidikan tradisional, di mana kurikulum, proses pembelajaran, dan penilaian cenderung mengikuti pola yang telah ditetapkan secara tidak flesibel. Kurikulumnya sering kali diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya tanpa banyak perubahan, mencakup materi-materi yang dianggap penting oleh para pemangku kepentingan sebelumnya.
Proses pembelajaran dalam pendidikan tradisional didasarkan pada silabus yang telah ditetapkan, dengan guru sebagai pemandu siswa untuk menyelesaikan materi-materi, tertentu sesuai dengan jadwal jumlah tatap muka yang telah ditentukan. Penekanan utamanya adalah pada pemahaman materi yang diajarkan dan kemampuan siswa untuk menguasai topik-topik tersebut.
Penilaian dalam pendidikan tradisional dilakukan berdasarkan pada pengetahuan yang telah diperoleh siswa dari materi yang diajarkan. Tes dan ujian sering kali digunakan untuk mengukur sejauh mana siswa telah memahami konsep-konsep yang diajarkan dalam kurikulum.