Kendati demikian, koliasi kubu 01 dan koalisi 03 Â yang tampaknya solid pada pilpres 2024, kemudian mulai renggang pasca pilpres 2024, selain karena aksi safari atau silaturahmi oleh Jokowi dengan Surya Paloh, setelah empat hari pemungutan suara Pemilu 2024, juga karena Nasdem adalah partai yang selalu mencari aman. Hal ini memberi sinyal bahwa koalisi Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) sedang dirayu.
Beberapa pekan belakangan, dinamika politik mulai bergeser, disinyalir ada sinyal positif dari kubu lawan politik seperti partai PKB untuk bergabung dalam pemerintahan Prabowo-Gibran. Alih-alih bersembunyi dibalik kalim "kami tidak memiliki sejarah dan riwayat oposisi", PKB diprediksi bergabung bersama koalisi Prabowo-Gibran.Â
Tidak menutup kemungkinan juga bagi PPP menyusul untuk bergabung ke gerbong koalisi Prabowo-Gibran, mengingat PPP pernah berbulan madu kenikmatan politik bersama Jokowi dalam Pilpres 2019. Dinamika koalisi bisa saja berubah, karena politik itu adalah seni untuk mempertahankan kepentingan yang telah dikalkulasi secara akurat dan presisi.
Karenanya setiap keputusan politik partai politik akan memiliki dampak yang signifikan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, misalnya dalam menyongsong Pigub dan Pikada 2024 mendatang dan investasi Pilperes 2029.
Dengan demikian, menurut penulis budaya koalisi kepartai sebagaimana digambarkan diatas, mengejawantakan hubungan antara partai politik yang cenderung tidak konsisten dan terus berubah-ubah, dan kemudian menimbulkan ketidakpastian mengenai siapa yang merupakan lawan atau sekutu politik yang konstan dalam jangka panjang.
Koalisi PragmatisÂ
Dalam teori politik kepartaian, pilihan dalam pembentukan koalisi tentunya didasari oleh beragam perimbangan. Terdapat dua kecenderungan pilihan koalisi partai politik yakni koalisi office-seeking dan koalisi policy-seeking (Riker, 1962; Axelrod, 1970).
Model koalisi office-seeking merupakan gabungan beberapa partai politik yang bertujuan untuk memperoleh kekuasaan atau menduduki posisi strategis dalam struktur pemerintahan.
Sedangkam koalisi model policy-seeking mendasarkan pertimbangan penggabungan beberapa partai politik karena mempertimbangkan keselarasan kebijakan partai, kesamaan ideologi dan program kegiatan partai politik (Riker, 1962; Axelrod, 1970).
Di Indonesia, berdasarkan studi para sarjana menunjukan bahwa dalam praktik politik kepartaian, model koalisi partai-partai politik cenderung bersifat office-seeking. Bahwasannya partai-partai politik membentuk koalisi berdasarkan pertimbangan pragmatis seperti memburu jabatan, uang dan kekuasaan, tidak memperhatikan kesamaan ideologi ataupun platform partai (Ekawati, 2019; Hendrawan et al., 2021; Nadir, 2013; Romli, 2017; Tjahjoko, 2015).
Sealin itu, koalisi model office-seeking cenderung bersifat incidental (adh occoalition) serta bersifat jangka pendek, yang pembentukannya terikat pada suatu agenda politik tertentu. Koalisi model ini dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama jika terdapat keselarasan kepentingan di antara anggotanya. Namun, jika terjadi perbedaan kepentingan, koalisi tersebut bisa cepat berakhir (Nadir, 2013; Suryani & Hanafi, 2018).