Keterlibatan artis dalam politik, khususnya dalam pemilihan umum 2024 di Indonesia telah menimbulkan beragam pandangan dari masyarakat.Â
Sebagian besar masyarakat merasa skeptis terhadap kemampuan maupun kapabilitas mereka sebagai wakil rakyat. Keraguan yang muncul terkait dengan kualifikasi dan kemampuan  seperti kepemimpinan, negosiasi, dan pemecahan masalah tidak selalu dimiliki oleh semua politisi artis, sehingga keraguan akan kemampuan mereka untuk menjabat sebagai wakil rakyat muncul secara wajar.
Selain itu, ada yang menganggap bahwa, kepopuleran dan ketenaran para artis hanya dimanfaatkan oleh partai politik untuk mendulang dukungan elektoral.
Berbekal basis penggemar yang besar dan pengaruh yang luas di kalangan masyarakat, sering kali menjadi daya tarik bagi partai politik untuk menarik perhatian publik, meningkatkan citra partai untuk memenangkan suara dalam pemilihan umum.
Ada pula yang optimis dan mengharapkan para artis ini dapat membawa perubahan positif dalam politik. Kehadiran mereka dianggap akan memberi warna baru di panggung politik, dan diharapkan dapat membawa pengaruh besar dalam menggunakan platform politik mereka untuk membawa perubahan positif.
Ditengah perdebatan tersebut, menurut saya, berpolitik adalah hak semua warga negara termasuk para artis. Bukankah dalam sistem demokratis, partisipasi politik tidak dibatasi hanya pada golongan tertentu, melainkan terbuka bagi semua warga negara?
Jikalau kemudian apabila para artis yang lolos ke Parlemen tidak disertai dengan pengetahuan dan kapabilitas yang memadai, bukankah itu adalah "salah" kita sebagai pemilih?
Apabila kemudian sebaliknya, jika para artis yang tenar dan poluler ternyata juga populis, bukankah itu adalah "keberuntungan", ditengah apatisme elit yang kadang datang mengujungi rakyat sekali dalam lima tahun.
Politik adalah Seni Berekspresi
Menurut saya, artis itu seniman yang bekerja dan berkarya untuk seni, dan ketika mereka memasuki dunia politik, mereka hanya sedang melanjutkan karya seni mereka dalam konteks yang berbeda.