Selain itu, aspek infrastruktur dan aksesibilitas juga memainkan peran penting dalam dinamika krisis pangan ini. Meskipun produksi pangan lokal melimpah, tantangan dalam distribusi dan aksesibilitas menuju wilayah pedesaan seringkali menjadi hambatan bagi masyarakat untuk memperoleh pangan yang cukup. Akibatnya, ketika terjadi krisis seperti ini, masyarakat cenderung mencari solusi yang paling mudah dan cepat, meskipun itu dengan menjual sumber daya pangan lokal yang seharusnya mereka konsumsi sendiri.
Untuk mengatasi krisis pangan yang sedang terjadi di NTT, diperlukan pendekatan yang komprehensif yang tidak hanya melibatkan aspek ekonomi dan logistik, tetapi juga melibatkan pendekatan budaya dan sosial. Penting untuk mempromosikan nilai-nilai keberagaman pangan dan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya memanfaatkan sumber daya lokal yang ada.
Selain itu, diperlukan investasi dalam infrastruktur dan aksesibilitas yang memadai untuk memastikan distribusi pangan yang lancar ke seluruh wilayah, terutama wilayah pedesaan yang seringkali terpinggirkan. Langkah-langkah ini harus didukung oleh kebijakan yang mempromosikan produksi dan konsumsi pangan lokal, serta memberikan insentif bagi petani dan produsen lokal untuk terus mengembangkan dan memasarkan produk pangan lokal mereka.
Dalam jangka panjang, penyelesaian krisis pangan di NTT membutuhkan transformasi lebih luas dalam pola konsumsi dan kebiasaan masyarakat, serta investasi yang berkelanjutan dalam pembangunan infrastruktur dan peningkatan aksesibilitas. Hanya dengan pendekatan yang holistik dan berkelanjutan, kita dapat mengatasi tidak hanya krisis pangan yang terjadi saat ini, tetapi juga membangun fondasi yang kokoh untuk ketahanan pangan yang berkelanjutan di masa depan. Orang NTT jangan malu makan pangan lokal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H