Mohon tunggu...
Hen AjoLeda
Hen AjoLeda Mohon Tunggu... Buruh - pengajar dan pegiat literasi, sekaligus seorang buruh tani separuh hati

menulis dan bercerita tentang segala hal, yang ringan-ringan saja

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Bumdes dan Hilirisasi di Pedesaan

21 Februari 2024   20:03 Diperbarui: 21 Februari 2024   20:04 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi BUMDES. Sumber Gambar: disdikkbb.org

Sebagai negara yang memiliki sumber daya alam melimpah, Indonesia memiliki obsesi take of untuk naik kelas. Sejak periode ke 2 presiden Joko Widodo, obsesi tersebut terkristalisasi dalam strategi pembangunan ekonomi melalu kebijakan hilirasasi. Salah satu sektor yang tengah menjadi andalan pemerintah untuk melakukan hilirisasi adalah sektor minerba, karena dinilai dapat berkontribusi pada penerimaan negara, selain dari pajak.

Dalam berbagai kesempatan, Presiden Joko Widodo, mengatakan hilirisasi pertambangan dapat membuat sumber daya alam yang diekspor keluar negeri memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Sehingga hilirisasi di sektor minerba adalah kunci pengoptimalan dari produk-produk pertambangan minerba, memperkuat struktur industri, menyediakan lebih banyak lapangan pekerjaan, serta meningkatkan peluang usaha di dalam negeri.

Karena itu, melalui hilirisasi pemerintah berharap komoditas yang diekspor tidak lagi berupa bahan baku, tetapi sudah dalam bentuk produk turunan atau barang jadi. Sehingga hasil nilai tambah dari produk mineral yang sudah melalui proses pengolahan jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai tambah hasil mineral rendah.

Obsesi pemerintah dalam melakukan hilirisasi pertambangan, pada 1 Januari 2020 pemerintah mengeluarkan kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel dengan menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019. Kemudian pada Juni 2023, pemerintah Indonesia memberlakukan larangan ekspor bijih bauksit serta mendorong industri pengolahan dan pemurnian bauksit di dalam negeri.

Kendati demikian, sebagai pusat perhatian dalam strategi pembangunan ekonomi nasional, hilirisasi juga telah menjadi fenomena yang berkembang di wilayah perdesaan. Karena wilayah pedesaan dikenal sebagai sumber bahan mentah untuk berbagai produk seperti pertanian, perkebunan, kerajinan, peternakan, pariwisata, dan lainnya. Di banyak kasus, hilirisasi di pedesaan sering kali digerakan oleh integrasi Bumdes dan UMKM sebagai bentuk unit usaha yang dimiliki dan dikelola oleh masyarakat desa sendiri.

Upaya hilirisasi wilayah pedesaan telah dilakukan oleh pemerintah, melalui Kementrian Keuangan dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, pemerintah memprioritaskan pengembangan ekonomi pedesaan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Hal ini tercermin dari keberpihakan politik anggaran Dana Desa. Sejak tahun 2015 hingga tahun 2023, Kementrian Keuangan telah mengalokaisan anggaran Dana Desa sebesar Rp. 539 triliun (https://sid.kemendesa.go.id, 2024).

Dana Desa dimaksudkan agar desa dapat mengoptimalkan potensi yang dimiliki, yang kemudian dapat mengaselerasi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di wilayah pedesaan, dan BUMDES menjadi kunci dalam membangun ekosistem ekonomi yang kokoh di tingkat lokal. Hingga saat ini total keseluruhan Bumdes secara nasional mencapai 57.694 Bumdes (https://bumdes.kemendesa.go.id/, 2024).

Banyak di antara Bumdes yang dibentuk tersebut, telah menorehkan cerita sukses sebagai basis ekosistem ekonomi yang kokoh di tingkat local dengan hilirisasi yang dikembangkan dengan beragam rupa inovasi untuk menciptakan nilai tambah produk. Semisalnya cerita sukses Bumdes yang giat memfasilitasi kelompok tani, pemuda karang taruna, dan ibu-ibu PKK untuk mengelolah hasil pertanian, kemudian mengolahnya menjadi produk-produk unggulan dan dijual kepada konsumen melalui platform ecomers dan media social.

Beberapa Bumdes mampu membuat para petani kopi yang sebelumnya hanya menjual biji kopi mentah, namun melalui pemrosesan dan penggilingan, dapat menghasilkan kopi bubuk siap seduh yang memiliki nilai tambah yang lebih tinggi. Contoh lain misalnya, Bumdes yang mengembangkan usaha pengelohan minyak kelapa. Buah kelapa dibeli dari petani, kemudian diolah menjadi VCO dan minyak goreng. Ada pula yang mengembangkan usaha pengolahan buah kakao menjadi coklat. Bumdes membeli buah kakao milik para petani dengan harga pasar, kemudian buah kaka diolah menjadi coklat.

Cerita sukses lain misalnya, di tangan Bumdes, desa yang dulu tandus, dipenuhi hutan belentara, berlereng-lereng dengan air terjun tak tertata, kemudian disulap menjadi area pariwisata/agrowisata, mengubanya menjadi embung desa, membangung pembangkit listrik tenaga air (PLTA) maupun mengembangkan pertanian organik dan sebagainya.

Cerita pendekatan hilirisasi yang digerakan oleh Bumdes dan UMKM di atas menunjukkan bahwa wilayah pedesaan menjadi pusat aktivitas ekonomi yang lebih maju. Dengan membantu petani atau produsen lokal untuk melakukan pengolahan dan peningkatan kualitas produk, wilayah pedesaan dapat menghasilkan produk yang lebih bernilai tinggi. Yang kemudian membawa dampak pada kemakmuran warga desa dengan terciptanya lapangan pekerjaan dan peningkatan pendapatan warga desa.

Namun demikian, meskipun wilayah pedesaan sering kali menjadi sumber bahan mentah untuk berbagai produk, hilirisasi Bumdes dalam meningkatkan nilai tambah yang dihasilkan seringkali terbatas. Berdasarkan studi literatur yang penulis lakukan, ditemukan bahwa keterbatasan tersebut disebabkan karena minimnya inovasi.

Inovasi berkaitan dengan kapasitas untuk melakukan tahap lanjutan dalam proses produksi. Jika kapasitas inovasinya rendah maka dapat mengakibatkan penyusutan nilai tambah pada suatu produk, yang kemudiaan mengakibatkan keterbatasan dalam kesempatan ekonomi yang dapat dihasilkan.

Biasanya inovasi dalam melakukan hilirisasi di perdesaan digerakan oleh orang-orang yang memiliki semangat wirausaha. Menurut teori Mc Clelland, orang yang memiliki semangat wirausaha adalah mereka yang memiliki motivasi berprestasi atau n-Ach (Need for Achievement) yaitu kebutuhan untuk meraih hasil atau prestasi (Khairani, 2014).

Orang-orang ini memiliki karakteristik seperti mampu berpikir di luar kebiasaan, pandai melihat peluang, berani mengambil risiko, mahir menjalin hubungan dengan para pihak yang berkaitan dengan produk yang dihasilkan, cakap manajerial, marketing dan digitalisasi (Kompas, 2023).

Studi lain menunjukan, di tangan pemimpin kepala desa yang cakap dan inovatif meningkatkan mutu produk dengan terobosan melalui gugus produksi dan pemasaran berjaringan melalui BUMDes Bersama. Begitu juga, kepemimpinan direktur Bumdes yang inovatif, mengembangkan linkage strategy antara produsen penghasil bahan baku dengan pasar industri yang bergerak di sektor hilir.

Keberhasilan kinerja kepemimpinan dan manajerial para "pegiat desa", dapat menggerakan Bumdes sebagai entitas ekonomi di tingkat desa, mengelola dan mengoptimalkan sumber daya lokal, serta meningkatkan akses masyarakat desa terhadap peluang ekonomi, yang pada akhirnya mengakselerasi sabuk kemakmuran warga desa.

Karena itu, hilirisasi di perdesaan dalam meningkatkan nilai tambah produk, perlu dimulai dengan mengubah pola pikir, cara berproduksi, manajerial dan marketing di tingkat lokal. Melalui inovasi dalam proses produksi, penggunaan teknologi yang tepat, dan akses yang lebih baik ke pasar, wilayah perdesaan dapat berperan lebih aktif dalam rantai nilai ekonomi, mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif, serta meningkatkan kesejahteraan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun