Ke Semarang untuk ke empat kalinya, masih belum cukup bagiku untuk mengenal banyak hal disana. Pertama kali kesana tahun 2018 karena tak sengaja , mobil kami ke arah Yogyakarta mengalami kerusakan parah, dengan memaksa berjalan, di arahkan orang hingga  sampai Semarang.
Tujuan servis mobil , ya benar benar tidak keliling. Selesai langsung lanjutkan perjalanan .
Yang kedua kalinya masih sama, hanya urus administrasi anak masuk PTN. Yang ketiga kalinya, Alhamdulillah sudah sempat ke Kota Lama dan Lawang Sewu.
Perjalanan ke empat, sudah mulai meluas.mulai mengenal  toko serba ada, warung makan  lengkap dan jenis makanan baru disana, namanya Tahu Gimbal.
Sempat lihat di jajaran pujasera simpang lima, menu tahu gimbal, tapi tak tertarik karena aku mau makan, bukan ngemil kufikir.
Akhirnya, pagi setelah ikut pemeriksaan kesehatan gratis dari Balkesmas Semarang dan ikut aerobik street  di sisi simpang lima ,kulihat banyak gerobak yang menjual Tahu Gimbal tak jauh dari situ, dekat ke arah hotelku menghinap, hanya berjalan kaki.
Dalam pikiranku yang namanya tahu gimbal itu, tahu yang bentuknya keriting karena krispi seperti Tahu walik,, Tahu yang kelilingnya seperti rambut yang gimbalÂ
Ternyata .......
Sangat jauh berbeda kenyataannya. Ketika gerobak pedagang tahu gimbal kudekati, kok,  yang terpampang di etalase gerobak  ada telor, tahu, lontong dan peyek udang..
Penasaran, kutengok lebih dekat, ada ibu penjual.
"Bu, tahu gimbalnya seporsi berapa? " tanyaku  sambil ngintip..
" 18 ribu Bu.", Jawab ibu penjual.
" Minta seporsi dibungkus ya Bu,"
Namun yang datang melayani adalah mas-mas. Cekatan dia menyalakan kompor dan menggoreng sebuah tahu putih, membungkus bumbu kacang , mengambil kol  dan mengirisnya ,menyiapkan tauge. Setelah tahu matang,  Si Mas nya menggoreng telor ceplok, sambil memotong lotong pada kertas pembungkus.
" Tahu gimbal itu seperti apa ya mas?  saya baru pertama ini beli dan belum tahu bentuknya," Tanyaku  ingin tahu.
" Yang namanya gimbal, itu bu, bakwan udang, " jawabnya sambil sibuk menyiapkan pesananku.
" Lho.... khan bakwannya tidak keriting? kenapa disebut gimbal?"Â
" Dulu itu  , bakwan udangnya digoreng  sisinya keriting bu, sekarang sudah lurus,  kayak gitu, kalo di salon namanya sudah direbonding,"  jawabnya sambil  menunjuk tumpukan bakwan udang dalam etalase .
" Ha,ha,ha,.. ada-ada saja ya mas," Aku pun tertawa lepas, merasa  lucu  dengan  penjelasan  mas nya.Â
" harga tahu gimbal  disini bervariasi antara, 15.000- 20.000, bentuknya mungkin mirip seperti ketoprak , kalau di Jakarta,", Jelasnya lagi.
" Nah, ini pesanannya sudah siap bu, saya tambah kerupuk yha, biar ada kriuknya, lebih enak ," Sambil memasukkan 2 buah kerupuk kecil ke dalam kantong plastik.
Dengan langkah mantap aku pun memasuki lobby hotel , adi ingin cepat-cepat mencicipi seperti apa rasanya tahu gimbal Simpang Lima Semarang.Â
Setelah masuk kamar, langsung kubuka bungkus kertas nasi . Langsung menyeruak aroma bumbu kacang dengan  campuran kol, tahu, telor, lontong, tauge, dan irisan bakwan udang.Â
Ternyata benar, seperti ketoprak , Â ditambah telor ceplok, bakwan udang dan kol.
Nah, menurut para pembaca, tahu gimbal  itu bagaimana?
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H