Mohon tunggu...
Helwiyah ewi
Helwiyah ewi Mohon Tunggu... Guru - Lakukan Yang terbaik

Blogger. ,writer, teacher

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kisah Buah Buni....

15 Januari 2022   16:38 Diperbarui: 15 Januari 2022   17:15 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

" Nur.......ayo siapin karung, yang kemarin abang beli, tali, piso   ame  minuman", suara bang Ridwan  mengagetkanku.  Aku lupa kalau hari ini kami

 mau  petik buah buni di kebon.  Ya........ Buni di kebon ibu  lagi berbuah lebat, udah banyak yang merah dan item. Walaupun pohonnya

 tinggi  , tapi batang batangnya  banyak yang menjuntai sehingga memudahkan untuk jadi bahan pijakan saat memetik buah buni yang

 menyebar. 

" Mau jalan jem berape bang? mau makan nasi goreng dulu yeh, ibu udah siapin nasi goreng ,kacangnye banyak , pasti enak",

 kuminta waktu ma bang ridwan, supaya jangan buru buru berangkat, khan laper kalo ke kebon belum makan. 

" ye udah , makan  dulu dah...... ntar pasti lame,  soalnye buninye banyak, kemaren abang udah liatin", ujar abang kedua ku yang

 selsih 5 tahun diatas usiaku  yang masih berusia 10 tahun . 

Hanya berjalan kaki kira kira 500 meter  jarak dari rumah ke kebon ibu. melewati rumah rumah digang sempit, melewati makam dan

 kebun orang. Sepanjang jalan penuh tegur sapa , kami mau kemana.  Masyarakat sekitar rumah dan kebon ibu memang masyarakat

 yang ramah dan  peduli.   Hanya 10 menit berjalan , kami pun sampai  dan langsung memeriksa sekeliling kebun. Pohon  pisang raja

 garing ( kata ibu, itu namanya)  banyak pula yang berbuah, mulai dari masih berjantung hingga ada yang mulai menguning. Kebon 

ibu ini luasnya hanya 400 meter , berada di tengah tengah pemukiman padat penduduk.    Ada banyak pohon  di kebon  itu, tanpa

 bangunan.  hanya ada 1 pohon buni yang besar dan bercabang banyak , sering berbuah tanpa mengenal musim. Pohon pisang pun

 ada 2 jenis yang terus bertunas bergantian. 

" Tungguin di bawah, abang mau naik, ntar pungutin yang jatohan yeh," instruksi  abang padaku. 

"  oke, jatohinnye jangan jauh jauh,"

Mulai berjatuhan  buah buni yang tidak tertangkap tangan. Abang membawa karung , tali dan pisau ke atas. Menarik cabang buah

 yang jauh, mendekatkan dan memotong batangnya untk kemudian dimasukkan ke karung. Jika terlepas itulah yang harus

 kukumpulkan di bawah. 

Sejam berlalu, kami pun membereskan buah buni  hasil petikan kami. memisahkan buah yang masih hijau  dan kering untuk dibuang.

 Memilih yang hitam dan merah.   Masih di kebon kami gelar tikar, minum bawaan dari rumah. Lalu mulailah abang merangkai buah

 buah buni  dengan tali rapia menjadi ikatan ikatan batang kecil buni yang diselingi sedikit daun buni  untuk siap dijual. 

Sudah jelang siang ketika selesai semua buah buni menjadi  hampir 100 ikat . Kami sapu sekitar kebon dengan su lidi yag selalu sedia

 disitu. Membakar daun daun kering di sudut lahan.   Pohon pisang belum kami tebang dan ambil buahnya, karena terlalu besar dan

 berat.  Nanti saja kalau ayah sudah sempat.

kami pun pulang , abang menggending akrung buni yang sudah terikat rapi, sementara aku membawa peralatan yang kami bawa tadi pagi.

Selesai makan siang dan sholat dzuhur, abang siapkan tampah berbahan  rajutan kulit  bambu, menyusun bikatan ikatan buah buni di atas nya, menghitung dan berpesan padaku 

" Nih...... bawa  40 iket dulu yeh, jual seiket Rp 50 , kalo semua kejual jadi Rp 2.000, terus ambil lagi di rumah'ngerti gak?"

" iyeh..... tenang.... temen temen Nur banyak, pasti banyak yang beli, kemaren udah pada nanyain , pada mau ngelocok buni pake gula

 pasir  di  batang bambu", jawabku

Aku senang jualan buni hasil kebon ibu.  Tak perlu malu, malah bangga , bisa cari uang jajan sendiri, bahkan bisa beli buku tulis saat

 itu.  Kalau dagangan tak habis, masih bisa dijual besoknya, karena buah buni  tak mudah layu. Malah tambah manis kalo sudah 2-3

 hari. 

Di teras rumah Ati temanku , sambil duduk manis aku jajakan  buni hasil petikanku hari itu di atas tampah besar yang ku junjung di

 atas kepalaku.  sambil teriak menawarkan daganganku sambil bercanda  supaya gak  sepi.

Alhamdulillah, hingga sore , setelah 2 jam berjualan terjual 50 ikat. Bersyukur bisa dapat uang dari hasil jerih payah sendiri. Ayah dan

 ibu tak minta bagian dari hasil jualan dagangan kami  . Beliau ikut senang karena kami bisa cari uang sendiri . 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun