Supernova Episode: Partikel Penulis: Dewi Lestari (Dee) Penyunting: Hermawan Aksan & Dhewiberta Penata Aksara: Irevitari Ilustrator: Motulz Penerbit: PT Bentang Pustaka (2012) ISBN: 9786028811743 Buku Partikel ini seolah menjadi pemuas dahaga dari penggemar Dewi Lestari. Seperti yang disampaikan oleh Dee pada akhir buku ini, bahwa delapan tahun ide dan penulisan buku ini sudah digodok namun setahun terakhir baru digarap serius oleh Dee. Ketersediaan literatur dan fasilitas teknologi berperan besar dalam proses penulisan yang sarat dengan ilmu pengetahuan. Buku ini adalah karya Dee yang pertama kali saya baca. Butuh beberapa trik agar saya memahami apa yang ditulis Dee dengan baik. Pada dasarnya, tokoh-tokoh yang ditampilkan oleh Dee tidak terlalu rumit memahaminya. Narator yang bertindak sebagai pemeran utama adalah Zarah, yang berarti partikel. Ia memiliki adik perempuan yang bernama Hara dari kedua orang tua yang bernama Firas (ayah) dan Aisyah (ibu). Firas berprofesi sebagai dosen yang memfokuskan mengajarkan mikologi di Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Aisyah berperan sebagai ibu rumah tangga. Kehidupan keluarga mereka sangat harmonis, sehingga pada suatu ketika Firas  meninggalkan istri dan kedua anaknya, tanpa ada penjelasan lebih lanjut. Saya mencoba membedah buku ini berdasarkan beberapa klasifikasi. Berdasarkan klasifikasi waktu dan tempat, maka diperoleh data sebagai berikut: a. Bogor (1979-1996) : 169 halaman (hlm 9-178); b. Tanjung Puting (1996-1999) :102 halaman (hlm 178-210); dan c. London dan Afrika (1999-2001) : 194 halaman (hlm 280-474). Dari data di atas dapat diketahui bahwa kehidupan di London dan negara sekitar (2 tahun) mengambil porsi terbesar buku ini. Dari klasifikasi di atas, dapat diketahui juga bahwa masing-masing waktu dan tempat membawa tema-tema tersendiri. Mari kita lihat satu-persatu. a. Pendidikan dan akhlak, apakah hanya di sekolah formal? Apakah guru selalu menggunakan pendekatan kekuasaan untuk mendidik? Apakah lingkungan keluarga terlalu mapan dengan konsep-konsep keagamaan selama ini, sehingga tidak perlu melakukan kritisi? b. Dimanakah Eden itu? Apa kesamaan orangutan dengan manusia? Pelajaran Dasar Fotografi c. Menjadi wildlife fotografer Mengenal meditasi mengenal Spirit of Iboga Bertemu dengan sponsor kamera Menemukan cinta dan pengkhianatan Dee meramu topik-topik di atas dengan bahasa yang mudah dicerna. Ia memang banyak memasukkan istilah-istilah sains di dalamnya. Dee memang menunjukkan ketertarikannya pada bidang-bidang seperti bahwa fungi atau jamur adalah media komunikasi antara manusia dan alam, evolusi manusia dari kera, fotografi (mungkin ini lebih karena suaminya), antariksa dan unidentified flyng object (UFO), meditasi, reiki, gerakan zaman baru (new age), spirit of Ibuga, batu-batu dari perut bumi yang memiliki khasiat, dan masih banyak lagi. Kelebihannya adalah kita sebagai pembaca banyak dikenalkan dengan suatu fenomena yang mungkin selama ini hanya orang-orang terbatas yang bisa mengaksesnya. Tohpun kalau ada yang menggemarinya jumlahnya relatif tidak banyak. Beberapa yang saya garis bawahi dari buku Partikel ini, bila memandang cerita ini secara parsial tanpa mempertimbangkan bagaimana Dee akan menggabungkannya dengan Akar, Petir, dan seterusnya adalah sebagai berikut: Pertama, berkaitan dengan pilihan Firas yang mengajar langsung Zarah di rumah maupun di kebun permakulturnya, terlihat dominasi Firas di sini, yang tidak ada komunikasi baik-baik dengan istrinya mengenai pilihan yang diambil Firas. Memang benar, kelemahan sekolah formal seringkali menciptakan robot-robot penghafal alih-alih mengembangkan apa yang menjadi minat siswa. Selain itu, Firas menunjukkan teladan yang tidak baik dengan membedakan perlakuan terhadap Hara, adik Zarah. Tidak ada penjelasan mengapa Hara tidak diikutkan dalam gaya mendidik Firas. Kedua, menurut Firas, bahwa manusia adalah spesies yang paling berbahaya karena ketidaksadaran mereka (h.71). Firas melanjutkan bahwa manusia yang tidak sadar akan melihat Bukit Jambul sebagai tempat untuk menanam sayur, atau seperti Abah dan masyarakat yang melihat Bukit Jambul sebagai sarang setan, dst. Hal ini mungkin perlu diperjelas, bukankah masyarakat kita sering menggunakan takhyul atau mengeramatkan sesuatu tempat seperti hutan dengan alasan bahwa ada penunggunya? bukankah hal-hal seperti itu justru menunjukkan kearifan yang bertujuan untuk menjaga kelestarian sebuah hutan?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI