FAKTOR KEPEMIMPINAN NASIONAL ADALAH KUNCI UTAMANYA.
Indonesia bagaikan orang yang hidup tanpa Jiwa. terus berjalan , namun tak jelas kemana tujuannya, terus bernafas tapi tak jelas apa kegunaannya.
Faktor ini tak lebih , adalah muara dari banyaknya orang terpelajar dan merasa pintar di negeri ini memaksakan keberadaan dan eksistensinya. Mereka gunakan semua itu, bukannya untuk memelihara yang baik, dan mengupayakan yang lebih baik, melainkan hanya untuk merusak tatanan yang sudah diatur sedemikian rupa oleh pendiri negara. Asal ada aturan yang bisa menghalangi keinginan pribadi dan kelompok, maka bermacam cara dilakukan untuk merubahnya. Keberadaan lembaga yang dibuat untuk menjaga/ menegakkan hukum/aturanpun, kalau perlu diperlemah, kalau tak mungkin menghilangkannya. Akibat dari semua itu adalah apa yang kita lihat dan rasakan sampai detik ini, dimana akhirnya terbukti justru mengancam keutuhan dan keberadaan bangsa dan negara sendiri.
Pondasi dasar negara Pancasila seperti tak dianggap lagi. Landasan Konstitusional UUD 1945 yang sudah di acak sedemikian rupa, sehingga lama kelamaan kelemahan yang timbul dari pengacakan itu juga bermuara pada terciptanya para pemimpin yang tak jelas kompetensinya di semua sektor dan tingkatan. Masing-masing berupaya mengedepankan Ego sektoralnya memanfaatkan lobang dan kelemahan aturan yang ada. Lebih parahnya ada upaya tak mau tahu dengan aturan yang ada.
Apa yang Dicari Oleh Bangsa ini Sesungguhnya?
Melihat kondisi Indonesia kekinian, maka bisa disimpulkan, bahwa Indonesia hanya butuh Kesatuan dari semangat dan kebulatan tekad, dalam nilai dan rasa Kebersamaan, nilai dan rasa senasib sepenanggungan sebagai sebuah Bangsa, untuk melakukan Gerakan "SAVE INDONESIA". Ini perlu dan sangat penting sebagai suatu upaya yang bisa mengatasi kondisi terkini bangsa ini dari semua masalah-masalah "Konflik" akibat "Arogansi Sektoral", dan kerusakan disemua sisi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sangat tak masuk di akal ketika antar Lembaga dan Institusi negara bisa jadi bersaing atau bertentangan dalam sebuah kepemimpinan, yang menyebabkan rakyat bingung, kehilangan pegangan, dan terus menderita akibat prilaku mereka. Hanya Faktor kepemimpinan yang bisa sebagai Panutan, yang terasa sangat dibutuhkan untuk mewujudkan SAVE INDONESIA itu.
Kita semua tahu, kondisi carut marut ini mengisyaratkan bahwa Bangsa ini sudah diposisi "Lampu Kuning" dari semua sisi kehidupan berbangsa dan bernegara. Krisis Idiologi, Politik, Budaya, Agama, Ekonomi, telah melahirkan kesengsaraan sosial berkepanjangan bagi Rakyat negeri ini. Untuk itulah SAVE INDONESIA itu terasa sebagai hal terpenting dan sangat utama, yang otomatis akan membuat SAVE DPR, SAVE KPK, SAVE POLRI atau SAVE-SAVE lainnya BERJALAN DENGAN SENDIRINYA. Bangsa ini harus belajar dari pengalaman, dimana Pilpres kemaren membuat bangsa ini terpecah jadi Dua Kubu yang sampai sekarang masih juga terasa nuansanya kehebohan dan juga sebagai penyebab pendorong itu semua.
Memaksakan Save Sektoral, tanpa diikuti oleh kemauan sektoral itu men Save dirinya dan yang mana masing-masing sektoral itu terus melakukan Eksploitasi Hegemoni Arogansinya, justru akan semakin membuat kerusakan lebih, yang siap menghancurkan semangat untuk SAVE INDONESIA itu sendiri. Semakin diperkecil ruang lingkup Save itu, maka semakin banyak resistensi dari pihak luar dan kedalamnya, sehingga menimbulkan semakin banyak perpecahan.
Lantas masih mau juga SAVE DPR, SAVE KPK, SAVE POLRI atau SAVE-SAVE lSEGALA MACAM lainnya, yang semakin berpotensi memanaskan perseteruan yang ada ???.
Lantas mau diapakan bangsa ini ke depannya??
Apa yang terasa sekarang?
Masing-masing bukannya mengkaji mana yang terbaik untuk arah kemajuan, namun lebih banyak mencari kelemahan aturan/hukum untuk dijadikan sebagai Ladang kehidupan, atau upaya saling menjatuhkan. Saling hajar dan saling sikat, bukanlah hal yang sulit, hampir setiap saat terjadi di depan mata. Lebih uniknya justru membutakan mata, hati, sehingga kehilangan rasa persaudaraan atas sesama anak bangsa, untuk lebih mengutamakan kepentingan Asing. Asing dipuja-puja laksana dewa, dan malah lebih mirisnya, mau menjadikan diri dan kelompoknya jadi Hamba Sahayanya Asing. Suatu hal yang sangat ditabukan oleh Para pendiri negara ini.
Jargon demi jargon meluncur laksana festival bahasa. Organisasi bermunculan sampai tak terkendali merusak tatanan Keagamaan, Kebangsaan dan Keberagaman Keindonesiaan yang ada. Pembenaran-demi pembenaran tetap dilakukan dengan gencarnya, memakai kekuatan media. mereka tahu dan sadar bahwa pembenaran itu adalah membelakangi kebenaran. Namun mereka tidak mau tahu itu, karena keasyikan dalam menikmati kekuasaan. Kebohongan demi kebohongan dipaksakan pemahamannya pada rakyat melalui oligarki media, untuk mempertahankan kenikmatan kekuasaan yang dijalankan suka-suka.
Semua itu juga dimulai dari sebuah faktor kepemimpinan yang cenderung abai terhadap aturan. Layaknya Pemimpin, harusnya memberikan contoh taat, azas. Alasan Keharusan untui itu yang paling sederhananya, bahwa aturan itu dibuat adalah untuk kebaikan bagi semua pihak, dan dalam pembuatannyapun diutamakan akomodasi terhadap kepentingan semua pihak dengan mekanisme dan proses ketatanegaraan yang ada dalam kerangka Demokrasi.. Kalau pemimpin kemudian ternyata punya keinginan sendiri diluar aturan yang sudah disepakati, dengan mengacak-acak yang ada, maka hal itu sama juga menghabisi nilai-nilai Demokrasi itu sendiri. Kehancuran tinggal menunggu waktu, karena kehebohan, demi kehebohan pasti tak akan kunjung berhenti, waktu demi waktu.
Pertanyaan terpentingnya,
Mau apa dan Hendak kemana kita sesungguhnya???
Mau jadi Bangsa yang Hilang ????
Salam INDONESIA RAYA.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H