Mohon tunggu...
Helvi Moraza
Helvi Moraza Mohon Tunggu... -

BUMN Watch - DPN HKTI

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Apa yang Didapat Setelah Reformasi dengan Demokrasi Liberalnya?

9 Februari 2016   18:40 Diperbarui: 9 Februari 2016   18:57 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Penguasa punya hak, kewenangan dan legalitas berbuat semaunya, karena UUD 1945 yang sidah diacak-acak telah dibuat samar untuk mengelabui rakyat negeri ini, dengana alasan kemutlakan syarat demokrasi. Apa yang jadi kekuatan rakyat dimasa Demokrasi Pancasila murni yang didelegasikan pada MPR dilumpuhkan, dialihkan ke DPR yang cenderung terbentuk dari hegemoni kekuasaan kelompok, yang tak kunjung bisa mengusung kepentingan rakyat itu sendiri. Kenapa bisa DPR melakukan itu? Karena mereka sendiri juga sudah terjebak oleh sistimatika demokrasi global yang mensejajarkan mereka dengan eksekutif penyelenggara negara. Sementara kekuatan rakyat terletak pada majelis Permusyawaratannya yaitu MPR. MPR itulah yang pasca amandemen dilumpuhkan keberadaannya. MPR saat ini hanyalah mengesahkan amandemen UUD 1945, memfasilitasi pelantikan presiden dan wapres dan peserta seremonial upacara kenegaraan

Hal yang lebih uniknya MPR juga bertugas sosialisasi apa yang disebut Empat Pilar MPR, yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Padahal Pilar MPR itu sendiri hanya Pancasila dan UUD i945, yang mana didalamnya sudah termasuk NKRI dan Bhinneka Tunggal ika. UUD 1945 dimaksud adalah hasil amandemen yang mana UUD 1945 amandemen itu justru meminggirkan kekuasaan MPR yang dengan sendirinya sudah melumpuhkan Demokrasi Pancasila itu sendiri. Artinya MPR mensosialisasikan sesuatu hal yang menyatakan dirinya sudah lumpuh sebagai lembaga tertinggi negeri ini. Hebat bukan ???

Kalau dulu MPR sebagai lembaga Tertinggi dinegara ini wujud dari perwakilan rakyat untuk bermusyawara mufakat mau diapakan bangsa dan negara kedepan, dimana menempatkan presiden sebagai mandataris dan bertanggung jawab kepada MPR, dan MPRlah yang menentukan layak tidaknya seseorang diberikan kepercayaan sebagai presiden sampai dengan kelayakan seorang presiden untuk meneruskan jabatan sampai habis masa jabatannya.

Pasca Amandemen, dimana untuk memperlihatkan adanya keterwakilan Daerah dalam sistem politik ketatanegaraan, maka di bentuklah DPD, sebagai perwkilan daerah yang ditugaskan menyuarakan aspirasi daerah. Lantas sekarang timbul lagi wacana untuk membubarkan DPD yang dianggap tak effektif dan tak ada gunanya. Adalah hal yang lucu, ketika semua dibuat oleh oknum reformis, kemudian mereka sendiri yang ingin menghilangkan itu. Kesannya negara ini sampai hal yang mendasarpun dilakukan uji coba. hal yang lebih tidak logis adalah, dengan menghilangkan DPD artinya sama dengan menghilangkan suara daerah dalam pengambilan keputusan nasional. Padahal layaknya negara kesatuan perwakilan daerah itu sangat penting untuk memperjuangkan aspirasi/kepentingan daerah di proses pengambilan keputusan atas kebijakan pembangunan dan pepolitikan nasional. Hal mana dulu dalam Demokrasi Pancasila dan UUD 1945 asli  perwakilan daerah itu ada, dengan nama Utusan daerah dan ada lagi utusan Golongan. Artinya dari semua manuver itu kelihatannya memang semacam upaya pengalihan kepentingan rakyat kepada kepentingan elit politik/penguasa.

Apa yang mau dituntut dan diharapkan rakyat lagi, ketika filosofi dasar, sebagai inti dari kekuatan mereka sudah dilumpuhkan???

Itulah penyebab kenapa kita lihat kehebohan demi kehebohan yang terjadi pasca reformasi. Demokrasi Pancasila telah berganti jadi demokrasi liberal akibat reformasi kebablasan. Semua bangga dan euforia dengan kebebasan, namun tanpa disadari mereka terjebak pada kebebasan tanpa batas yang ironisnya mereka perbuat sendiri, betah menjalaninya dan akhirnya menanggung akibatnya sendiri. Ketika dapat kekuasaan itu sangat nikmat, namun ketika tak dipinggirkan penguasa, maka banyak cara lain atas nama kebebasan, menghalalkan segala cara saling. hantam, yang venderung tanpa moral dan etika.

Rakyat hanya jadi pelengkap penderita, dimana tak bisa berbuat apa-apa, pasrah oleh takdir yang terjanjikan bernasib sebagai rakyat terserah penguasa. Kekayaan alam yang tadinya dijamin oleh implementasi Demokrasi Pancasila pada pasal 33 ayat 1 UUD 1945 asli sebagai kekuasaan negara dan jadi hak mutlak rakyat, telah disamarkan kemutlakannya dengan penambahan pasal sehingga melahirkan  banyak aturan yang disamarkan yang dijamin oleh UUD 1945 yang telah dirubah.

Kemutlakan suara dan bisa bersuara yang ada dimajelis permusyawaratannya, dipangkas dan dilumpuhkan oleh perimbangan kekuatan DPR dan eksekutif. Perang kompetisi antar kepentingan yang ingin berebutan kekuasaan yang masih tersisa,  yang bisa dinikmati rakyat sekali 5 tahun penukarannya dalam bentuk pemilu. Dibalik itu dalam lima tahun kedepannya pula rakyat menderita. Perulangan inilah yang akhirnya membuat perjalannan bangsa ini bagaikan jalan di tempat, dan bahkan dirasa sekarang semakin mundur.

Rakyat bukannya sekedar tertutup harapan menikmati kekayaan alamnya, malah jauh lebih malang dari pada itu. Rakyat kehilangan kekayaan alamnya dan itupun menanggung hutang yang harus diwariskan pada anak cucunya nanti. ini akbiat tak jelasnya panduan pengelolaan negara, dimana dulu ada GBHN yang diputuskan dan disyahkan oleh MPR. Inilah semua manfaaat demokrasi liberal yang diagungkan itu, yang sukses mengalahkan demokrasi pancasila yang sejatinya adalah denyut nadi dan tarikan nafas bangsa ini.

Wajarlah kita megap-megap sekarang, ketika denyut nadi dan tarikan nafas kita di lumpuhkan. Silahkan menikmati apa yang kita lakukan dalam sekali lima tahun itu. Sejatinya kepuasan dari semua itu hanya dinikmati oleh peraih kekuasaan dan dunia barat sana, bukan oleh anak bangsa ini. Inilah akibat kita menyia-nyiakan warisan para pendahulu kita yang sangat berharga bagi kehidupan kita dalam berbangsa dan bernegara. Semua itu singkatnya, kita kualat terhadap mereka para pendiri bangsa, wajar juga kita kena laknat akibat perbuatan kita sendiri.

Apa artinya dari semua itu, ketika kita masih menyatakan kedaulatan negara dan manfaat adanya negara untuk bangsa ini demi kesejahteraan negeri ini ???

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun