Mohon tunggu...
Helny Untu
Helny Untu Mohon Tunggu... Guru - Guru SMAN 10 Manado

Hobi membaca dan menulis. Menyukai hal yang baru dan positif.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bolehkah Sikap Konformis dan Sikap Permisif?

2 April 2023   04:27 Diperbarui: 2 April 2023   05:50 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahan perenungan bertema "Firman Tuhan Penuntun Hidup Sejahtera Berkeadilan" membuat beberapa saraf iman kembali berdetak. Terutama pada pembacaan dalam 1 Yohanes 2:28-3:10 pada minggu terakhir yang bertema "Anak-anak Allah Hidup Dalam Kebenaran".
Membangunkan kembali ingatan saya tentang Tugas dan tanggung jawab sebagai Anak Tuhan.

Secara pribadi saya melihat dan merasakan sendiri ketidak konsistennya anak Tuhan dalam melakukan kebenaran didalam dunia yang penuh perjuangan.

Banyaknya konsekuensi dalam permasalahan hidup justru membuat kita menunjukkan sikap permisif (sikap membolehkan) dan sikap konformis (menyesuaikan cara hidup).

Sikap permisif adalah suatu sikap yang cara dan pandangan hidupnya membolehkan atau mengizinkan seseorang melakukan segala sesuatu.
Kita akan berkata, 

"Ya sudahlah, sudah terjadi. Mau dibikin apalagi?"

Atau 

"Itu sudah kebiasaan, sudah dari sononya. Kita ikutin aja, nggak usah dibikin ribet."

"Yah terserah, yang penting lancar."

"Pusing amat, masa bodoh."

Suatu sikap yang kompromi dengan dosa. Sikap yang merasa bahwa kesalahan itu lumrah dan tidak berniat untuk menghentikan, tapi cenderung mengizinkan hal itu terjadi dengan embel-embel pembenaran pribadi. 

"Yang penting saya sudah melakukan yang terbaik."

"Yang penting saya tidak menggunakan secara pribadi, itu untuk bersama." 

Tapi realita yang ada, kita menggunakan pendapat pribadi, kebijakan pribadi yang ujung-ujungnya membenarkan diri sendiri.

Sebagai orang tua maupun guru, kita bersikap toleran dengan semua perbuatan anak-anak maupun peserta didik. Lebih fatalnya, ada orang tua maupun guru tidak berani menegur anak mereka yang telah melakukan kesalahan hanya karena takut bermasalah dengan mereka.

Sebagai bawahan kita tidak berani menyampaikan kekurangan yang merugikan yang dilakukan pimpinan hanya karena takut gaji dipotong dan sebagainya.

Sebagai jemaat kita takut menyampaikan pendapat maupun menegur pimpinan gereja karena merasa itu bukan bagian mereka, tidak mau bermasalah dengan mereka, maupun masa bodoh dengan kesalahan dan ketidakjelasan gereja.

Sikap konformis adalah gejala yang muncul ketika individu menyesuaikan perilakunya dengan perilaku kelompok di sekitarnya.
Sikap yang muncul ketika kita bergabung dalam komunitas yang baru, atau lingkungan yang baru.

Kita berusaha untuk menyeimbangkan kehidupan kita dengan situasi yang ada. Saking inginnya kita dianggap oleh lingkungan sekitar, maka tak segan kita mengikuti aturan mereka walaupun bertentangan dengan identitas kita sebagai anak-anak Allah.

Betapa kita (saya pribadi juga) terlena dengan sikap-sikap seperti itu. Sering saya berpikir bahwa kita sebagai anak-anak Allah harus menjadi pembawa damai sejahtera. Dengan alasan itu, malah saya seperti pembawa sikap masa bodoh. Melihat ketidakadilan, fine-fine saja. Sekadar menawarkan simpati saja bagi yang jadi korban.

Melihat ketidakbenaran, diam-diam saja,toh yang lebih berkompeten juga tidak protes.
No!
Saya salah kaprah!
Anak-anak Allah tidak boleh seperti pecundang!
Anak-anak Allah adalah anak-anak kebenaran.

Betapa sering kita diinjak tapi tetap merendah.
Betapa sering kita dibodohi tapi kita patuh-patuh saja.
Betapa kita mudah mentolerir ketidakbenaran saudara seiman.

Ayolah.
Anak-anak Allah adalah anak-anak yang lahir dari Allah. Adalah orang-orang yang melakukan  kebenaran yang bersumber dariNya (benar,adil, baik,jujur, tidak bersalah).

Sebagai anak Allah kita
Dikaruniakan benih Ilahi untuk berbuat kebenaran, mengasihi saudara dan tidak hidup dalam dosa.

Kita terpanggil untuk menghadirkan kebenaran yang akan terus bersinar indah kendati ditutupi oleh awan yang hitam.
Itu adalah suatu keharusan bagi kita yang disapa anak-anak Allah.

Mari kita refleksikan kembali panggilan hidup kita. Pelayanan kita di bidang kerohanian. Pelayanan dalam pekerjaan pemberian Sang Kuasa. 

Berdoalah, meminta Kuasa Roh yang Kudus dalam setiap kali kita melangkah. Kebijaksanaan Salomo kiranya memenuhi kita semua. 

Tuhan memberkati. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun