Mohon tunggu...
helna santika
helna santika Mohon Tunggu... Mahasiswa - no one , God with Me

Hi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Politik Turun Menurun yang Ada di Sistem Pemerintahan Indonesia

7 Juni 2022   22:32 Diperbarui: 7 Juni 2022   22:33 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Politik dalam negeri, mendengar kata politik di negri ini tentu saja sudah tidak asing bagi semua kalangan masyarakat dari rakyat kecil sampai para penguasa negeri. politik disetiap daerah di Indonesia tentu saja sangat beragam dari banyak sisinya entah cara pelaksanaan dan banyak ragam nya tentu saja, dalam berpolitik bukan hanya kita melakukan pemilihan kepala negara namun politik menyangkut semua hal yang ada di sebuah negara itu sendiri entah dari sistem pemerintahan, demokrasi dan sebagainya.

Indonesia di kenal dengan negara demokrasi yang memberi kebebasan kepada seluruh rakyat untuk menyuarakan pendapat, dan bebas dalam berpolitik.

Namun pada Rezim Jokowi ini banyak isu tentang adannya politik turun temurun dalam sistem pemerintahan di Indonesia, isu ini semakin kuat dengan majunya anak pertama dari bapak Jokowi yaitu Gibran yang menjadi walikota Surakarta dan juga menantunya Bobi Nasution yang menjadi wali kota Medan, namun politik turun temurun ini terjadi bukan hanya dikalangan pejabat atas namun juga terjadi pada kalangan pemerintah daerah juga, dengan diduduki jabatan jabatan dalam pemerintah itu sendiri dari kalangan keluarga dari pemimpin terpilih dan juga politik turun temurun ini biasanya di salah gunakan untuk memperluas kekuasan mereka.

Sebenarnya tentang politik turn temurun ini ada larangan atau sudah pernah dibahas di meja DPR, dikutip dari https://mediaindonesia.com/ pemerintah bersama DPR RI sudah pernah membuat rambu-rambu dengan membuat undang-undang untuk membatasi pencalonan seseorang menjadi gubernur/ wakil, wali kota/wakil, atau bupati/wakil bupati bila memiliki hubungan darah dengan petahana secara berurutan. Namun, Mahkamah Konstitusi menghapuskan pasal larangan tersebut dengan pertimbangan hal itu membatasi hak-hak konstitusional warga negara untuk maju menjadi gubernur/wakil, bupati/wakil atau wali kota/wakil. Sebagai negara hukum dan demokratis, kita harus tunduk pada putusan Mahkamah Konstitusi dengan alasan bahwa semua orang mempunyai hak memilih dan dipilih secara demokratis.

Namun dengan hal tersebut semakin memperkuat bahwa politik turun temurun atau dinasti politik ini sudah terjadi dari rezim rezim sebelum pemerintahan Jokowi, memang sangat susah untuk menghilangkan budaya mengakar ini karena kurang tegasnya sistem dan aturan yang berlaku menjadikan politik turun temurun ini dianggap hal yang biasa biasa saja dan bahkan menjadi salah satu motivasi seseorang untuk terjun di dunia politik agar anggota keluarga nya dapat merasakan atau mendapat jabatan pemerintahan dengan mudah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun