Mengapa?
Akar religius:
- Nilai-nilai ini berasal dari ajaran Protestan, khususnya Calvinisme, yang menganggap kerja keras dan kesuksesan ekonomi sebagai tanda keselamatan (predestinasi).
- Gaya hidup asketis Protestan memengaruhi mentalitas kapitalisme dengan menekankan akumulasi kekayaan tanpa konsumsi berlebihan.
Rasionalitas kapitalisme:
- Kapitalisme modern menuntut pendekatan rasional dan efisien untuk menghasilkan lebih banyak uang.
- Etika kerja ini cocok dengan sistem kapitalis, mendorong produktivitas dan akumulasi modal.
Melampaui agama:
- Dalam kapitalisme modern, semangat ini berkembang menjadi norma universal, tidak lagi terkait langsung dengan agama, tetapi tetap mempertahankan orientasi pada akumulasi uang sebagai tujuan utama.
Bagaimana?
Internalisasi nilai-nilai kapitalisme:
- Individu menjalani hidup dengan orientasi pada kerja keras, disiplin, dan produktivitas.
- Gaya hidup hemat mendukung surplus modal yang dapat diinvestasikan kembali untuk menghasilkan lebih banyak uang.
Perilaku ekonomi:
- Akumulasi kekayaan menjadi nilai intrinsik, bahkan jika tidak langsung memberikan kebahagiaan atau manfaat individu.
- Bisnis dijalankan secara sistematis, efisien, dan kalkulatif, dengan fokus pada laba jangka panjang.
Transformasi sosial:
- Semangat kapitalisme menjadi dasar budaya masyarakat modern, di mana pencarian uang dan kerja keras dianggap sebagai norma sosial.
- Nilai ini mendorong kemajuan ekonomi, tetapi sering kali mengorbankan aspek emosional atau spiritual manusia.
Kesimpulannya, Weber menggambarkan Spirit of Capitalism sebagai fenomena yang muncul dari akar religius tetapi berkembang menjadi norma rasional dalam sistem ekonomi modern, menciptakan fokus yang luar biasa pada akumulasi uang sebagai tujuan hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!