Mohon tunggu...
Helmi Nawali
Helmi Nawali Mohon Tunggu... -

Student at Doctoral Program in UIN Maulana Malik Ibrahim, Secretary at Islamic Boarding School Annur 2 Al-Murtadlo (www.annur2.net)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menatap Masa Depan Indonesia

8 Juli 2014   06:20 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:04 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pesta demokrasi di Negara Indonesia ini akan dihelat pada tanggal 09 Juli 2014. Pesta ini betul-betul menguras tenaga dan biaya yang luar biasa. Semua tim sukses, pendukung dan relawan dari masing-masing pihak berjuang keras untuk mengkampanyekan calonnya. Bahkan, mereka cenderung “menghalalkan segala cara” dalam berkampanye. Menyebarkan fakta negatif dari calon lain menjadi hal yang biasa. Fitnahpun bertebaran di dunia nyata maupun maya. Efeknya luar biasa. Pendukung nomor 1 menjadi cinta buta pada Bapak Prabowo-Hatta. Pendukung nomor 2 juga menjadi cinta buta kepada Bapak Jokowi-JK. Pendukung nomor 1 menjadi sangat benci kepada Jokowi-JK. Begitu pula, pendukung nomor 2 menjadi benci kepada Prabowo-Hatta. Fenomena “unfriend” dalam dunia maya semakin meningkat. Alasannya sederhana saja; karena berbeda pilihan atau karena enggang melihat berbagai status yang menjelekkan pilihannya muncul di “wall”nya.

Harus diakui bahwa kompetisi demokrasi kali ini lebih dahsyat ketimbang periode sebelumnya. Di samping karena calon yang diusung hanya dua, peran media sosial semakin signifikan dalam “memperkeruh” suasana politik bangsa ini. Maka, marilah kita akhiri pertikaian ini. Saatnya kita menatap masa depan bangsa. Saya tidak peduli apakah ke depan Indonesia ini BANGKIT atau HEBAT. Yang saya pedulikan adalah kondisi bangsa ini menjadi lebih baik dan rakyat lebih sejahtera. Kita akhiri segala bentuk persaingan yang tidak sehat, demi menyongsong masa depan bangsa yang lebih cerah. Tapi, melihat “kebiasaan” dan karakter bangsa ini, saya pesimis Indonesia akan Bangkit atau Hebat. Saya pesimis Indonesia akan menjadi bangsa besar, bangsa yang berwibawa, dan bangsa yang bisa menjamin kesejahteraan rakyatnya.

Hipotesa yang saya ajukan sederhana saja; “Pemenang pilpres ini tidak akan merangkul yang kalah. Dan yang kalah tidak mau membantu pemerintahan yang ada”. Ambil contoh misalkan pemenangnya adalah Bapak Prabowo-Hatta. Maukah Prabowo-Hatta beserta tim sukses dan partai pendukungnya merangkul kubu Bapak Jokowi-JK. Bisakah kubu lawan yang sudah kalah dimasukkan menjadi bagian dari pemerintahan? Bagi kubu Jokowi-JK, maukah mereka dirangkul dan membantu pemerintahan Prabowo-Hatta. Maukah mereka duduk berdampingan dalam pemerintahan untuk mewujudkan Indonesia Bangkit? Sebaliknya, bila yang menjadi pemenang adalah Bapak Jokowi-JK, maukah mereka merangkul kubu Prabowo-Hatta dan menjadikannya sebagai bagian dari pemerintahan? Maukah kubu Prabowo-Hatta membantu pemerintahan Jokowi-JK untuk mewujudkan Indonesia Hebat?

Bila sang pemenang tetap berkarakter sombong dan tidak mau merangkul kubu lawan yang kalah, maka mustahil Indonesia lebih baik. Bila kubu yang kalah menjadi oposisi yang tidak mau membantu pemerintahan, bahkan cenderung menjatuhkan pemerintahan yang ada, sampai kapanpun Indonesia akan tetap seperti ini. Mustahil Indonesia akan sejajar dengan negara maju, bila pola pikir bangsanya seperti ini. Oleh karena itu, saya berharap siapapun yang menang pada pilpres ini “rangkul pihak yang kalah, jadikan mereka bagian dari pemerintahan”. Yang kalah, segera kembalikan semuanya kepada takdir Allah. “Singsingkan lengan baju untuk membantu pemerintahan yang ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun