Mohon tunggu...
Helmi Nashrulhaq
Helmi Nashrulhaq Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Jurusan Pendidikan Biologi UPI Bandung

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Jelantah Seafood Solusi BBM Mahal

19 Desember 2014   05:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:59 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) menjadi polemik di kalangan masyarakat. Hal ini berkaitan erat dengan dampak yang akan ditimbulkan dari naiknya harga BBM, yakni ikut merangseknya pula harga bahan makanan, biaya transportasi, harga jasa, dan lain sebagainya. Bukan tidak mungkin kenaikan harga tersebut akan terus berlanjut seiring dengan bertambahnya kebutuhan manusia yang tidak dapat dipenuhi.

Seperti yang kita ketahui, bahwa minyak merupakan salah satu sumber alam yang amat dibutuhkan. Berjalannya mesin, kendaraan, atau lampu-lampu pijar hanya dapat bekerja dengan bantuan bahan bakar berupa minyak. Akan tetapi, ternyata produksi bahan bakar minyak ini tidak sebanding dengan penggunaannya. Begitu pun dengan sumber kilang minyak yang semakin terbatas, sehingga pada suatu saat bahan bakar minyak akan menjadi langka. Ini akan berdampak pada biaya produksi yang akan semakin tinggi, bahan bakar kian mahal, dan masyarakat kecil juga akan semakin kesulitan.

Ketidakseimbangan produksi dan konsumsi bahan bakar minyak ini tidak bisa terus dibiarkan. Sehingga perlu dicari sumber bahan bakar selain minyak bumi. Salah satu alternatifnya adalah biodiesel. Biodiesel merupakan hasil dari pengolahan minyak atau lemak oleh sejenis alkohol. Biodisel memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan bahan bakar minyak bumi, diantaranya adalah ramah lingkungan, tidak meninggalkan residu pada kendaraan, dan menghasilkan polusi yang lebih sedikit dibandingkan dengan bahan bakar minyak bumi.

Minyak jelantah adalah limbah minyak yang dihasilkan dari proses penggorengan. Jelantah tidak layak digunakan untuk menggoreng, karena minyak tersebut bersifat karsinogenik, sehingga dapat menyebabkan makanan yang digoreng menjadi rentan mengandung bahan kimia yang memicu kanker. Oleh karena itu jelantah biasa di buang tanpa diolah terlebih dahulu, dan malah mengakibatkan polusi pada perairan. Salah satu solusi untuk mengatasinya adalah dengan mengolah jelantah menjadi biodiesel.

Produksi jelantah terbanyak dihasilkan oleh restoran seafood dan perusahaan junk food. Melalui pencampuran dengan alkohol dan katalis, minyak dapat diubah menjadi ester dan asam lemak. Ester merupakan bahan dasar pembuatan biodiesel, sedangkan asam lemak dapat dioleh kembali menjadi minyak goreng. Dengan demikian minyak jelantah dapat menghasilkan biodiesel sebagai bahan bakar alternatif sekaligus menghasilkan minyak goreng yang dapat digunakan kembali dalam proses penggorengan. Apabila produksi biodiesel berbahan jelantah ini didukung dengan memudahkan akses mendapatkan jelantah dari restoran seafood maupun restoran junk food, serta dilakukan dalam skala yang besar, maka tidak menutup kemungkinan bahwa Indonesia akan memiliki sumber bahan bakar minyak selain minyak bumi. Dengan demikian Indonesia dapat mengurangi jumlah impor bahan bakar minyak, mereduksi biaya subsidi, memperkecil APBD, mengatasi polusi dan limbah, serta memproduksi bahan bakar yang murah dan ramah lingkungan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun