Mohon tunggu...
Helmi Faisal 55522110039
Helmi Faisal 55522110039 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Kampus UMB Dosen Pengampu Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak Jurusan Magister Akuntansi Mata Kuliah Pajak International

Helmi Faisal Kholagi 55522110039; Jurusan Magister Akuntansi; Fakultas Ekonomi dan Bisnis; Universitas Mercubuana; Mata Kuliah Pajak International; Dosen Pengampu Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB 2 Hubungan Kepatuhan Perpajakan International dengan Mekanisme Pemeriksaan Pajak

14 November 2023   11:46 Diperbarui: 17 November 2023   16:21 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Pemeriksaan Pajak

Pajak adalah pilar utama pendapatan negara yang krusial untuk mendukung pelaksanaan dan perkembangan pembangunan nasional guna mencapai kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Penerimaan pajak berasal dari berbagai jenis, termasuk Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), serta berbagai bentuk cukai dan pungutan lainnya. Untuk meningkatkan penerimaan pajak, Direktorat Jenderal Pajak (fiskus) melakukan ekstensifikasi dengan mencari wajib pajak baru dan intensifikasi melalui peningkatan kualitas aparatur perpajakan, pelayanan terhadap wajib pajak, pembinaan, pengawasan administratif, pemeriksaan, penyidikan, penagihan aktif, dan penegakan hukum.

Pajak merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh warga Negara Indonesia, dan sistem perpajakan Indonesia mengalami perubahan pada tahun 1983 dari Official Assessment System menjadi Self Assessment System. Dalam Self Assessment System, pemerintah memberikan kepercayaan penuh kepada wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya. Direktorat Jenderal Pajak bertanggung jawab untuk melaksanakan pembinaan, pelayanan, pengawasan, dan penerapan sanksi perpajakan sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan. Meskipun Self Assessment System memungkinkan potensi kelalaian, kesengajaan, atau ketidaktahuan wajib pajak, peran aktif dari fiskus diperlukan untuk menjalankan fungsi pembinaan dan pengawasan.

Keberhasilan Self Assessment System tergantung pada keterbukaan dan pelaksanaan penegakan hukum (law enforcement) yang ketat. Kepercayaan besar pemerintah kepada wajib pajak harus diimbangi dengan upaya penegakan hukum dan pengawasan ketat terhadap kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Penegakan hukum dilakukan melalui pemeriksaan atau penyidikan pajak dan penagihan pajak.

Pemeriksaan pajak menjadi instrumen penting untuk meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak, baik dari segi formal maupun material peraturan perpajakan. Tujuan utamanya adalah menguji dan meningkatkan tax compliance wajib pajak, yang berdampak pada penerimaan pajak. Pemeriksaan pajak dapat dilakukan di kantor pajak atau langsung di tempat wajib pajak, mencakup satu jenis pajak, beberapa jenis pajak, atau seluruh jenis pajak, baik untuk tahun-tahun sebelumnya maupun untuk tahun berjalan.

Salah satu alat penagihan tunggakan pajak dengan kekuatan hukum memaksa adalah Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP), sesuai UU RI Nomor 19 Tahun 2000. Penagihan ini melibatkan surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Jumlah tagihan pajak yang belum atau kurang dibayar sampai tanggal jatuh tempo pembayaran sesuai dengan STP, SKPKB, dan SKPKBT dapat ditagih dengan menggunakan Surat Paksa.

Fungsi Kantor Pelayanan Pajak melibatkan pengumpulan dan pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, pengamatan potensi perpajakan dan ekstensifikasi wajib pajak, penelitian, penatausahaan surat pemberitahuan tahunan, surat pemberitahuan masa, dan berkas wajib pajak. Selain itu, kantor ini juga bertanggung jawab atas penerimaan pajak, penagihan, pemeriksaan, penerapan sanksi perpajakan, dan pelaksanaan administrasi perpajakan. Keberhasilan kantor pelayanan pajak sangat penting dalam mencapai target penerimaan pajak nasional.

Pemeriksaan dan penagihan pajak juga memiliki peran signifikan dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak (tax compliance). Jika kepatuhan dan jumlah wajib pajak meningkat, ini akan berkontribusi pada peningkatan penerimaan pajak negara. Oleh karena itu, penagihan pajak dilakukan terhadap tunggakan pajak yang belum dipenuhi oleh wajib pajak. Upaya ini tidak hanya memastikan pemenuhan kewajiban perpajakan, tetapi juga berdampak positif pada stabilitas keuangan negara.

Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional, peran pajak sebagai sumber pendapatan negara tidak dapat diabaikan. Melalui upaya ekstensifikasi, intensifikasi, penerapan Self Assessment System, dan penegakan hukum yang efektif, Indonesia dapat memaksimalkan potensi pajaknya untuk mendukung pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat.

Apa Pengertian Pemeriksaan Pajak Pengertian

Pengertian pemeriksaan pajak menurut Mardiasmo (2009:50) adalah serangkaian kegiatan mencari, mengumpulkan,mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undang perpajakan. Sedangkan definisi pemeriksaan dijelaskan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2011 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak Pasal 1 ayat (2) yang berbunyi Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Apa Tujuan Pemeriksaan Pajak

Tujuan Pemeriksaan Sebagai bagian akhir dari proses pengendalian perpajakan, pemeriksaan pajak penting untuk dilakukan dan memiliki tujuan :

Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, meliputi:

  • SPT lebih bayar, termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan pajak
  • SPT rugi
  • SPT terlambat, yaitu melampaui jangka waktu Surat Teguran yang disampaikan
  • Melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya
  • Menyampaikan SPT yang memenuhi kriteria seleksi berdasarkan hasil analisis yang mengindikasikan adanya kewajiban perpajakan WP yang tidak dipenuhi.

Pemeriksaan pajak juga memiliki tujuan tambahan yang lainnya, yaitu:

  • Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara jabatan
  • Penghapusan NPWP
  • Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan pencabutan PKP
  • Wajib Pajak mengajukan keberatan
  • Pengumpulan bahan untuk penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
  • Pencocokan data dan atau alat keterangan
  • Penentuan WP berlokasi di daerah terpencil
  • Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
  • Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak
  • Penentuan saat mulai berproduksi sehubungan dengan fasilitas perpajakan
  • Pemenuhan informasi negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda.

Bagaimana Ruang Lingkung Pemeriksaan

Ruang Lingkup Pemeriksaan Merupakan cakupan dari jenis pajak dan periode dari pencatatan atau pembukuan yang menjadi objek untuk dilakukan pemeriksaan. Berdasarkan jenis dan periode pencatatan, ruang lingkup pemeriksaan pajak memiliki cakupan objek pemeriksaan yaitu sebagai berikut :

Berdasarkan Jenis Pajak yang diperiksa

  • Satu Jenis Pajak, artinya jenis pajak yang diperiksa hanya satu saja.
  • Beberapa Jenis Pajak, biasanya digunakan untuk jenis PPh pemotongan dan pemungutan (PPh Output), yaitu PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26 serta ditambahkan PPN.
  • Seluruh Jenis Pajak, artinya semua kewajiban perpajakan yang menjadi kewajiban Wajib Pajak harus diperiksa oleh pemeriksa pajak. i. Berdasarkan Periode Pembukuan atau Pencatatan Wajib Pajak
  • Satu Masa Pajak, artinya jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Perpajakan (KUP). Pada umumnya satu masa pajak adalah satu bulan kalender. Tetapi bisa juga satu masa pajak tiga bulan kalender. Masa Pajak biasa digunakan untuk jenis PPN.
  • Bagian Tahun Pajak, adalah bagian dari jangka waktu 1 tahun pajak. Bagian tahun pajak artinya kurang dari 12 bulan kalender.
  • Tahun Pajak, adalah jangka waktu 1 tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender. Tahun pajak dan bagian tahun pajak biasa digunakan dalam PPh.

Jenis Pemeriksaan Pajak

Untuk menjamin Wajib Pajak melakukan kewajiban perpajakan secara benar dan jujur, petugas pajak akan melakukan dua jenis pemeriksaan pajak

Pemeriksaan Lapangan :

  • Pemeriksaan lapangan adalah pemeriksaan yang dilakukan di tempat tinggal, tempat usaha, atau tempat bekerja WP, serta tempat lain yang dianggap perlu. Dalam pelaksanaannya, Wajib Pajak diwajibkan untuk :
  • Memperlihatkan buku atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau objek yang terutang pajak
  • Memberi kesempatan untuk mengakses data yang dikelola secara elektronik
  • Memberi kesempatan memasuki dan memeriksa ruangan, barang bergerak atau tidak bergerak yang diduga digunakan untuk menyimpan buku atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan, dokumen lain, uang atau barang yang memberi petunjuk penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP atau objek yang terutang pajak
  • Memberi bantuan untuk kelancaran pemeriksaan, berupa : Menyediakan tenaga dan atau peralatan atas biaya WP jika dalam mengakses data yang dikelola secara elektronik memerlukan peralatan dan atau keahlian khusus
  • Memberikan kesempatan Pemeriksa Pajak membuka barang bergerak dan atau tidak bergerak
  • Menyediakan ruangan khusus tempat dilakukannya Pemeriksaan Lapangan untuk memeriksa buku, catatan, dan dokumen yang tidak memungkinkan dibawa ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak
  • Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan
  • Memberikan keterangan lisan atau tertulis yang diperlukan.

Pemeriksaan Kantor :

  • Pemeriksaan Kantor adalah pemeriksaan yang hanya dilakukan di Kantor Direktorat Jenderal Pajak atau Kantor Pelayanan Pajak. Saat pelaksanaan pemeriksaan kantor, Wajib Pajak diwajibkan untuk :
  • Memenuhi panggilan menghadiri pemeriksaan sesuai waktu yang ditentukan.
  • Memperlihatkan buku atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan dan dokumen lain termasuk data yang dikelola secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau objek yang terutang pajak
  • Memberi bantuan untuk kelancaran pemeriksaan
  • Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan
  • Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat Akuntan Publik
  • Memberikan keterangan lisan atau tertulis yang diperlukan.

Jangka Waktu Pemeriksaan :

Pemeriksaan pajak dilakukan sesuai dengan kebutuhan dalam jangka waktu yang sudah ditentukan. Jangka waktu pemeriksaan dibuat secukupnya yang bertujuan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang tediri dari proses pengujian dan pembahasan akhir hasil pemeriksaan pajak. Keduanya memiliki jangka waktu yang berbeda. Untuk mengetahui lebih lengkapnya, di bawah ini diuraikan perihal jangka waktu tersebut :

Jangka Waktu Pengujian Jangka waktu ini meliputi :

  • Pemeriksaan Lapangan, yang dilakukan paling lama 6 bulan, dihitung sejak Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan kepada WP, wakil, kuasa, atau pegawainya sampai tanggal Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) disampaikan kepada WP, wakil, kuasa, atau pegawainya
  • Pemeriksaan Kantor, yang dilakukan paling lama 4 bulan, dihitung sejak tanggal WP, wakil, kuasa, atau pegawainya datang memenuhi surat panggilan pemeriksaan sampai tanggal Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) disampaikan kepada WP, wakil, kuasa, atau pegawainya.

Jangka waktu pengujian dapat diperpanjang paling lama 2 bulan, dengan alasan :

  • Ruang lingkup pemeriksaan diperluas, seperti pemeriksaan satu masa pajak menjadi tahun pajak
  • Ada permintaan data kepada pihak ketiga
  • Pertimbangan kepala unit pemeriksaan. Sementara jangka waktu pengujian Pemeriksaan Lapangan yang berkaitan dengan WP kontraktor kontrak kerja sama pertambangan minyak dan gas bumi, WP satu grup, atau WP yang terindikasi melakukan rekayasa transaksi keuangan dapat diperpanjang paling lama 6 bulan atau paling banyak 3 kali sesuai kebutuhan
  • Jangka Waktu Pembahasan Akhir Pemeriksaan

Baik pemeriksaan lapangan maupun pemeriksaan kantor dilakukan paling lama 2 bulan, dihitung sejak tanggal SPHP disampaikan kepada WP, wakil, kuasa, atau pegawainya sampai tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).

Kriteria Pemeriksaan

Pemeriksaan pajak, bisa dilakukan dengan dua kriteria berdasarkan latar belakang alasan dilakukannya pemeriksaan, yaitu :

Pemeriksaan Rutin Pemeriksaan pajak rutin ini dilakukan karena berhubungan dengan pemenuhan hak atau pelaksanaan kewajiban perpajakan WP, antara lain :

  • Menyampaikan SPT Tahunan PPh atau SPT Masa PPN yang menyatakan LB restitusi
  • Menyampaikan SPT Tahunan PPh atau SPT Masa PPN yang menyatakan LB tidak disertai permohonan pengembalian kelebihan
  • Menyampaikan SPT Masa PPN LB kompensasi dan SPT Rugi
  • Sudah mendapat pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak
  • Melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, atau akan meninggalkan Indonesia selamanya
  • Melakukan perubahan tahun buku, metode pembukuan, dan penilaian aktiva tetap.

Pemeriksaan Khusus

  • Pemeriksaan pajak khusus ini dilakukan berdasarkan hasil analisis risiko yang menunjukkan adanya indikasi ketidakpatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Pemeriksaan khusus dijalankan dengan mengacu pada beberapa ketentuan, seperti :
  •  Berdasarkan analisis risiko yang dibuat berdasarkan profil WP atau data internal lainnya serta data eksternal secara manual ataupun komputerisasi.
  • Ruang lingkupnya dapat meliputi satu, beberapa, atau seluruh jenis pajak.
  • Pemeriksaannya menggunakan pemeriksaan lapangan

Kepatuhan Wajib Pajak International

Kepatuhan pajak internasional adalah konsep yang sangat penting dalam konteks globalisasi ekonomi saat ini. Ini merujuk pada kewajiban perusahaan dan individu untuk mematuhi aturan perpajakan yang berlaku di tingkat internasional dan nasional. Dengan perusahaan multinasional dan individu yang semakin aktif dalam berbagai yurisdiksi, kepatuhan pajak internasional menjadi kunci untuk menjaga integritas sistem perpajakan global. 

Kepatuhan pajak internasional mencakup pemenuhan kewajiban perpajakan oleh perusahaan atau individu di tingkat global. Ini melibatkan ketaatan terhadap regulasi dan ketentuan perpajakan yang diberlakukan oleh pemerintah di berbagai negara. Kepatuhan ini bersifat lintas batas dan membutuhkan pemahaman mendalam tentang aturan perpajakan internasional yang berlaku.Beberapa faktor mempengaruhi tingkat kepatuhan pajak internasional. Pertama, kompleksitas peraturan perpajakan di berbagai yurisdiksi dapat menciptakan tantangan bagi perusahaan atau individu untuk memahami dan mematuhi semua aturan tersebut. Kedua, perbedaan dalam praktik administrasi perpajakan antar negara juga dapat memengaruhi tingkat kepatuhan.

Kepatuhan pajak internasional juga dipengaruhi oleh praktik-praktik perencanaan perpajakan yang cenderung dimanfaatkan oleh beberapa perusahaan untuk mengoptimalkan kewajiban perpajakan mereka secara legal. Oleh karena itu, perlunya kerangka kerja perpajakan internasional yang adil dan transparan menjadi semakin mendesak.Organisasi internasional seperti OECD telah memainkan peran penting dalam mengembangkan inisiatif untuk meningkatkan kepatuhan pajak internasional. Salah satu inisiatif kunci adalah Base Erosion and Profit Shifting (BEPS), yang bertujuan untuk menangani celah dalam perpajakan yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan multinasional.

BEPS mengidentifikasi beberapa tindakan konkrit, termasuk perubahan aturan transfer pricing, peningkatan transparansi pajak, dan mengurangi potensi pergeseran laba. Negara-negara anggota OECD diharapkan untuk mengadopsi tindakan ini untuk memastikan bahwa perusahaan membayar pajak sesuai dengan lokasi sebenarnya dari kegiatan ekonomi mereka.Salah satu elemen penting dari kepatuhan pajak internasional adalah pertukaran informasi antar negara. Pertukaran informasi ini memungkinkan negara-negara untuk mendapatkan visibilitas terhadap aktivitas perpajakan yang melibatkan perusahaan atau individu di yurisdiksi lain. Inisiatif seperti Common Reporting Standard (CRS) memastikan bahwa informasi perpajakan dapat ditukar secara otomatis antara negara-negara yang berpartisipasi.

Pertukaran informasi ini membantu dalam mendeteksi potensi praktik penghindaran pajak dan evasi pajak lintas batas. Dengan demikian, melalui kerja sama internasional, negara-negara dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk menegakkan aturan perpajakan dan memastikan bahwa semua subjek pajak mematuhi kewajiban mereka.Transparansi adalah pilar utama dalam upaya meningkatkan kepatuhan pajak internasional. Standar internasional seperti Global Forum on Transparency and Exchange of Information for Tax Purposes telah berkontribusi untuk mengembangkan kerangka kerja yang mendorong negara-negara untuk mencapai tingkat transparansi yang lebih tinggi.

Dengan adanya standar transparansi, baik dalam pertukaran informasi maupun pelaporan keuangan, negara-negara dapat lebih mudah mendeteksi praktik-praktik yang dapat merugikan pendapatan pajak mereka. Oleh karena itu, transparansi adalah alat yang efektif dalam meningkatkan kepatuhan pajak internasional.Meskipun upaya untuk meningkatkan kepatuhan pajak internasional telah memberikan hasil positif, masih ada beberapa tantangan yang perlu diatasi. Koordinasi dan harmonisasi antara negara-negara tetap menjadi isu yang kompleks. Perbedaan dalam aturan perpajakan nasional, kurangnya sumber daya, dan perbedaan dalam pendekatan penegakan hukum dapat membuat sulit untuk mencapai tingkat kepatuhan yang seragam.

Namun, peluang juga muncul seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan peningkatan kesadaran global tentang pentingnya kepatuhan pajak. Menerapkan teknologi untuk memfasilitasi pertukaran informasi secara efisien dan secara aktif mencari solusi kolaboratif dapat menjadi langkah-langkah positif untuk masa depan.

Mekanisme Pemeriksaan Pajak Internasional:

Mekanisme pemeriksaan pajak internasional melibatkan kolaborasi antara otoritas pajak di berbagai yurisdiksi. Tim pemeriksa dapat terdiri dari perwakilan dari negara-negara yang terlibat dan memiliki keahlian dalam aspek-aspek khusus perpajakan internasional.

Proses pemeriksaan ini melibatkan penilaian dokumen perpajakan, transaksi lintas batas, dan kepatuhan terhadap regulasi pajak internasional. Pemeriksaan dapat mencakup evaluasi transfer pricing, penentuan keberadaan pendapatan, dan memastikan bahwa perusahaan atau individu membayar pajak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Mekanisme Alternatif: Advance Pricing Agreements (APA) dan Mutual Agreement Procedures (MAP):

Selain mekanisme pemeriksaan pajak konvensional, ada pendekatan lain yang dapat digunakan untuk mengatasi ketidakpastian dan konflik perpajakan internasional. Advance Pricing Agreements (APA) adalah perjanjian antara otoritas pajak dan pemangku kepentingan, termasuk perusahaan multinasional, untuk menentukan metode transfer pricing yang dapat diterima di muka.

Mutual Agreement Procedures (MAP) adalah mekanisme yang memungkinkan negara-negara untuk menyelesaikan perselisihan perpajakan internasional. Jika perusahaan atau individu merasa bahwa mereka telah dikenakan pajak ganda atau telah mengalami diskriminasi perpajakan, mereka dapat meminta prosedur penyelesaian bersama melalui mekanisme ini.

Tantangan dan Peluang:

Meskipun mekanisme pemeriksaan pajak internasional dan kepatuhan perpajakan internasional memberikan kerangka kerja yang kuat, masih ada beberapa tantangan. Koordinasi yang efektif antara negara-negara tetap menjadi salah satu kendala utama. Perbedaan dalam peraturan perpajakan nasional, kurangnya sumber daya manusia dan teknologi yang memadai, serta adanya perbedaan dalam pendekatan penegakan hukum dapat membuat sulit untuk mencapai konsistensi dan keadilan dalam penegakan pajak internasional.

Namun, di tengah tantangan tersebut, ada peluang untuk meningkatkan kerjasama internasional. Perkembangan teknologi informasi dan pertukaran otomatis informasi dapat meningkatkan efisiensi mekanisme pemeriksaan pajak. Selain itu, peningkatan dalam standar transparansi dan pertukaran informasi dapat membantu mengurangi celah dalam sistem perpajakan internasional.

Mengapa Pemeriksaan Pajak digunakan untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan

Pemeriksaan terhadap kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan memiliki peran krusial dalam menjaga integritas sistem perpajakan. Regulasi tertentu, seperti Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan nomor 17/PMK.03/2013, memberikan dasar hukum yang jelas untuk melaksanakan pemeriksaan ini. Ruang lingkup pemeriksaan mencakup jenis pajak yang diperiksa dan periode pencatatan atau pembukuan Wajib Pajak.

Jenis pajak yang diperiksa dapat mencakup seluruh jenis pajak, beberapa jenis pajak, atau hanya satu jenis pajak. Misalnya, pemeriksaan dengan digit pertama 1 (satu) menunjukkan pemeriksaan seluruh jenis pajak, termasuk PPh Badan, PPh Pasal 21, PPN, dan lainnya. Di sisi lain, digit pertama yang berbeda dapat mengindikasikan pemeriksaan satu jenis pajak tertentu.

Pada tahap persiapan, langkah-langkah melibatkan pengumpulan data Wajib Pajak, penyusunan rencana pemeriksaan, dan program pemeriksaan. Rencana ini disusun oleh Supervisor berdasarkan identifikasi masalah dari data Wajib Pajak. Dalam kegiatan pengumpulan data, pemeriksa akan mempelajari profil Wajib Pajak, menganalisis data keuangan, dan memeriksa data lain yang relevan.

Pelaksanaan pemeriksaan dilakukan dengan pengujian berdasarkan metode dan teknik pemeriksaan yang telah ditentukan dalam program pemeriksaan. Temuan hasil pemeriksaan harus didasarkan pada bukti kompeten yang valid dan relevan. Bukti yang valid diperoleh dari sumber yang independen dan memiliki kualifikasi, sedangkan relevansi berkaitan dengan pos-pos yang diperiksa.

Tim pemeriksa terdiri dari Supervisor, Ketua Tim, dan Anggota Tim. Dalam kondisi tertentu, Ketua Tim dapat merangkap sebagai Anggota Tim. Untuk memastikan kelancaran pemeriksaan, tim dapat dibantu oleh ahli dari luar Direktorat Jenderal Pajak, seperti penerjemah, ahli teknologi informasi, atau pengacara.

Pemeriksaan dapat dilaksanakan di berbagai lokasi, termasuk kantor Direktorat Jenderal Pajak, tempat tinggal atau tempat usaha Wajib Pajak, dan tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak. Proses pemeriksaan dapat dilakukan selama jam kerja atau dilanjutkan di luar jam kerja jika diperlukan.

Selama pelaksanaan pemeriksaan, dokumentasi dilakukan dalam bentuk KKP (Ketetapan Keputusan Pajak). KKP berfungsi sebagai bukti bahwa pemeriksaan telah dilaksanakan sesuai standar pelaksanaan. KKP juga menjadi dasar untuk membahas hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak, menyusun Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), dan memberikan referensi untuk pemeriksaan berikutnya.

LHP disusun secara ringkas dan jelas, mencakup identitas Wajib Pajak, pembukuan atau pencatatan, pemenuhan kewajiban perpajakan, dan hasil pemeriksaan secara keseluruhan. Dokumen ini ditandatangani oleh tim pemeriksa dan Kepala UP2 untuk memastikan bahwa pemeriksaan telah sesuai dengan rencana dan dasar hukum yang berlaku.

Menurut Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan nomor 17/PMK.03/2013, pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilakukan terhadap Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Selain itu, ada beberapa kriteria lain yang memungkinkan dilakukannya pemeriksaan, seperti Wajib Pajak yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak atau yang melakukan perubahan tahun buku.

Dalam keseluruhan, pemeriksaan ini bukan hanya sekadar proses audit, tetapi juga merupakan langkah penting untuk memastikan ketaatan Wajib Pajak terhadap kewajiban perpajakan. Dokumen hasil pemeriksaan tidak hanya menjadi bukti hukum, tetapi juga panduan untuk penyusunan kebijakan perpajakan yang lebih efektif di masa depan.

Semoga ulasan ini memberikan gambaran yang lebih komprehensif dan memudahkan pemahaman terkait pemeriksaan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.

Sistem pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013, memiliki cakupan yang luas. Pemeriksaan dapat melibatkan satu, beberapa, atau seluruh jenis pajak, mencakup satu atau beberapa Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak dalam tahun-tahun sebelumnya maupun tahun berjalan.

Ruang lingkup pemeriksaan pajak, sesuai dengan definisi tersebut, dapat dibagi menjadi dua elemen utama: jenis pajak yang diperiksa dan periode pencatatan atau pembukuan Wajib Pajak. Jenis pajak yang diperiksa bisa mencakup seluruh jenis pajak, beberapa jenis pajak, atau hanya satu jenis pajak. Kode pemeriksaan yang tercantum di Surat Pemberitahuan atau SP2 menjadi panduan, memberikan indikasi tentang jenis pajak yang diperiksa. Sebagai contoh, digit pertama "1" dalam kode pemeriksaan menunjukkan pemeriksaan terhadap seluruh jenis pajak.

Penting untuk dicatat bahwa pemeriksaan satu jenis pajak lebih banyak digunakan untuk kasus pemeriksaan lebih bayar PPN. Namun, sejak diberlakukannya SE-28/PJ/2013, pemeriksaan lebih bayar PPh Orang Pribadi dan PPh Badan diharuskan hanya satu jenis pajak. Tujuan dari pembatasan jenis pemeriksaan menjadi satu jenis pajak adalah untuk memfokuskan pemeriksaan pada aspek yang lebih bayar dan mempercepat penyelesaian.

Pelaksanaan pemeriksaan untuk menguji pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dilakukan dengan teliti. Ini melibatkan penelusuran kebenaran Surat Pemberitahuan, pembukuan atau pencatatan, dan pemenuhan kewajiban perpajakan lainnya dibandingkan dengan keadaan atau kegiatan usaha sebenarnya yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Kewajiban perpajakan, termasuk Pajak Penghasilan (PPh) baik Badan maupun Orang Pribadi, serta kewajiban pemotongan dan pemungutan seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN), PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, dan PPh Pasal 26, menjadi fokus utama pemeriksaan.

Pengumpulan dan pengolahan data, keterangan, dan/atau bukti dilakukan secara objektif dan profesional, sesuai dengan standar pemeriksaan yang berlaku. Setelah menguji data, pemeriksa mengeluarkan surat ketetapan pajak, yang dapat berupa Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Surat Tagihan Pajak (STP), atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), tergantung pada hasil pemeriksaan.

Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 menetapkan bahwa pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilakukan terhadap Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, sebagaimana diatur dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP. Pemeriksaan juga dapat dilakukan dalam berbagai situasi, termasuk ketika Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan lebih bayar, rugi, melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia.

Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER23/PJ/2013 menetapkan standar pelaksanaan pemeriksaan, mencakup persiapan yang baik sebelum pemeriksaan, penyusunan rencana pemeriksaan, penyusunan program pemeriksaan, dan penyiapan sarana pemeriksaan. Pemeriksaan dilakukan oleh tim yang terdiri dari Supervisor, Ketua Tim, dan Anggota Tim, dengan kemungkinan bantuan dari tenaga ahli jika diperlukan. Pemeriksaan dapat dilakukan di berbagai lokasi, termasuk kantor Direktorat Jenderal Pajak, tempat tinggal atau tempat usaha Wajib Pajak, atau tempat lain yang dianggap perlu oleh pemeriksa.

Dalam pelaksanaan pemeriksaan, penting untuk mengedepankan dokumentasi yang baik. Kegiatan pemeriksaan harus didokumentasikan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP), yang berfungsi sebagai bukti pelaksanaan pemeriksaan sesuai dengan standar yang berlaku. KKP juga menjadi dasar untuk pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak, pembuatan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), dan referensi untuk pemeriksaan berikutnya.

LHP disusun secara ringkas dan jelas, mencakup informasi tentang penugasan pemeriksaan, identitas Wajib Pajak, pembukuan atau pencatatan, pemenuhan kewajiban perpajakan, data dan informasi yang tersedia, buku dan dokumen yang dipinjam, materi yang diperiksa, hasil pemeriksaan, penghitungan pajak terutang, dan simpulan serta usul dari pemeriksa. LHP ditandatangani oleh tim pemeriksa dan Kepala UP2 untuk menjamin kesesuaian dengan rencana pemeriksaan dan dasar hukum koreksi.

Fungsi dan tujuan pemeriksaan pajak secara keseluruhan adalah supaya Wajib Pajak melaporkan kegiatan usahanya dengan benar. Benar karena Wajib Pajak melaporkan kegiatan usahanya sesuai keadaan sebenarnya. Tidak ada yang ditutupi, tidak ada yang disembunyikan dan terbuka. Benar karena Wajib Pajak telah menghitung pajak terutang sesuai dengan peraturan perundangundangan perpajakan yang berlaku.

Hubungan Kepatuhan Wajib Pajak International Dengan Pemeriksaan Pajak

Hubungan antara ketaatan wajib pajak internasional dan mekanisme pemeriksaan pajak sangat penting dalam konteks globalisasi ekonomi. Dengan banyaknya transaksi lintas batas dan kompleksitas struktur perusahaan internasional, ketaatan wajib pajak menjadi faktor kunci dalam menjaga integritas sistem perpajakan global. Mari kita eksplorasi lebih lanjut hubungan ini.

1. Kompleksitas Transaksi lintas Batas:

Perusahaan internasional seringkali terlibat dalam transaksi lintas batas yang melibatkan berbagai yurisdiksi perpajakan. Ketaatan wajib pajak di tingkat internasional menjadi krusial karena adanya perbedaan aturan perpajakan antar negara. Perusahaan yang taat memastikan bahwa pajak yang seharusnya dibayar di setiap yurisdiksi benar-benar disetorkan sesuai peraturan.

Mekanisme pemeriksaan pajak internasional harus mengatasi kompleksitas ini dengan merinci dan memeriksa transaksi lintas batas dengan teliti. Ketaatan wajib pajak di tingkat global menciptakan dasar untuk pemeriksaan yang efektif dan memastikan bahwa tidak ada kebocoran pajak atau penghindaran pajak yang terjadi di tingkat internasional.

2. Kesepakatan Pajak Internasional:

Adanya kesepakatan pajak internasional, seperti perjanjian penghindaran pajak ganda (Double Taxation Agreements/DTA), dapat memengaruhi ketaatan wajib pajak. Kesepakatan semacam itu dapat memberikan insentif kepada perusahaan untuk mematuhi aturan dan menghindari pajak ganda. Ketaatan terhadap ketentuan-ketentuan dalam kesepakatan ini juga dapat mengurangi kemungkinan pemeriksaan yang mendalam.

Namun, kesepakatan pajak internasional juga dapat menjadi sasaran pemeriksaan jika dicurigai adanya penyalahgunaan atau pelanggaran aturan. Oleh karena itu, mekanisme pemeriksaan harus mampu menilai kepatuhan terhadap kesepakatan pajak internasional dan memastikan bahwa mereka tidak dimanfaatkan untuk tujuan penghindaran pajak yang tidak sah.

3. Transfer Pricing:

Transfer pricing, atau penetapan harga transfer, menjadi aspek penting dalam konteks perusahaan internasional. Ketaatan wajib pajak terhadap aturan transfer pricing memastikan bahwa transaksi antar entitas dalam grup perusahaan dinilai dengan benar untuk tujuan perpajakan. Jika transfer pricing tidak sesuai dengan aturan, hal ini dapat memicu pemeriksaan pajak yang mendalam.

Mekanisme pemeriksaan pajak internasional perlu memahami dinamika transfer pricing dan memiliki kemampuan untuk mengevaluasi kepatuhan wajib pajak terhadap aturan ini. Ini melibatkan analisis terhadap struktur perusahaan, aliran keuangan, dan transaksi antar anak perusahaan untuk memastikan bahwa nilai pasar diterapkan dengan benar.

4. Perpajakan Negara dengan Tarif Rendah:

Beberapa negara menawarkan tarif pajak yang rendah untuk menarik investasi asing. Dalam konteks ini, ketaatan wajib pajak dapat dipengaruhi oleh keputusan bisnis untuk memanfaatkan tarif pajak yang lebih rendah ini. Pemeriksaan pajak internasional harus mampu mengidentifikasi apakah perusahaan benar-benar mematuhi peraturan atau hanya memanfaatkan celah hukum untuk mengurangi kewajiban pajaknya.

Mekanisme pemeriksaan harus memiliki keahlian dan kapabilitas untuk mengevaluasi apakah perusahaan mengikuti aturan perpajakan dengan jujur atau apakah mereka terlibat dalam praktik penghindaran pajak yang merugikan negara-negara dengan tarif pajak lebih tinggi.

5. Keterlibatan Organisasi Internasional:

Organisasi internasional seperti Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) berperan dalam mengembangkan standar perpajakan internasional. Inisiatif seperti Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) dari OECD bertujuan untuk mengatasi celah hukum yang memungkinkan perusahaan menghindari pajak secara tidak adil.

Ketaatan wajib pajak terhadap standar internasional yang diusulkan oleh organisasi-organisasi ini dapat memengaruhi bagaimana pemeriksaan pajak internasional dilakukan. Pemeriksaan dapat menjadi lebih terfokus pada aspek-aspek tertentu yang relevan dengan standar internasional, dan ini dapat menciptakan konsistensi dalam penilaian kepatuhan di tingkat global.

6. Perlindungan Data dan Privasi:

Dalam mekanisme pemeriksaan pajak internasional, perlu memperhatikan kebijakan perlindungan data dan privasi, terutama karena informasi yang dibutuhkan untuk pemeriksaan sering melibatkan data sensitif perusahaan. Pemeriksaan perlu dilakukan dengan mematuhi regulasi privasi dan aturan hukum internasional.

Hal ini menekankan pentingnya kerja sama antara negara-negara dalam pertukaran informasi yang aman dan sesuai dengan regulasi privasi masing-masing negara. Dengan menghormati privasi, mekanisme pemeriksaan dapat memastikan bahwa informasi yang dibutuhkan dapat diperoleh tanpa melanggar hak privasi wajib pajak.

Kesimpulan:

Hubungan antara ketaatan wajib pajak internasional dan mekanisme pemeriksaan pajak adalah kompleks dan berdampak besar pada integritas sistem perpajakan global. Dengan meningkatnya interkoneksi ekonomi antar negara, penting bagi mekanisme pemeriksaan untuk terus beradaptasi dengan dinamika perpajakan internasional.

Ketaatan wajib pajak menjadi pilar utama dalam menjaga keadilan perpajakan global dan memastikan bahwa negara-negara dapat mengumpulkan pendapatan pajak dengan adil. Mekanisme pemeriksaan pajak internasional harus memahami dinamika bisnis lintas batas, aturan perpajakan internasional, dan berbagai faktor lain yang mempengaruhi ketaatan wajib pajak. Dengan cara ini, pemeriksaan dapat menjadi alat yang efektif dalam menegakkan aturan perpajakan dan mendorong kepatuhan wajib pajak internasional.

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan.

Mendel, Jonathan dan John Bevacqua. 2010. International Tax Administration. Australia: ATAX  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun