Mohon tunggu...
Helma Chori Amartha
Helma Chori Amartha Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa UNNES, Sastra Indonesia '17

Gemar membaca dan menulis :)

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Cerpen: Loka Cerita

5 Desember 2020   18:15 Diperbarui: 5 Desember 2020   18:15 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

LOKA CERITA

       Sinar mentari menerobos paksa celah-celah jendela kamar Loka. Cahayanya yang menyilaukan menerpa wajah gadis dengan kulit sawo matang tersebut hingga membuatnya mau tak mau membuka mata. Fokus Loka langsung tertuju pada jam dinding dengan gambar karakter Doraemon yang terpasang di dinding tengah kamarnya. “Loh, udah hampir jam 7, nih. Gawat aku bisa terlambat!” Dengan panik dan nyawa yang masih berusaha ia kumpulkan sepenuhnya, Loka akhirnya bangkit dari ranjang untuk menuju kamar mandi.

       Loka terkadang merasa beruntung memiliki jendela kamar menghadap Timur karena cahaya mentari lebih ampuh membangunkannya daripada suara alarm yang memekikan telinga. Loka paling tidak suka silau namun ia tahan pada suara berisik. Sebenarnya kejadian bangun terlambat sudah menjadi kebiasaan buruk bagi Loka. Bukan tanpa sebab, gadis berambut hitam lurus sebahu itu sering kesiangan karena ia tidur hingga larut untuk mengerjakan tugas-tugas sekolahnya. Maklum, gadis yang telah duduk di bangku SMA ini sudah memasuki kelas 12 yang mengharuskannya belajar lebih keras.

       Setelah Loka menyelesaikan mandi kilatnya, ia siap berangkat menuju Simpang Lima untuk berkumpul bersama komunitasnya. Hari ini adalah hari minggu. Hari yang seharusnya menjadi momen untuk Loka bermalas-malasan dan bangun siang. Namun hari minggu ini terasa spesial karena tiap minggu pertama pada awal bulan Loka akan selalu berada di Komunitas Loka Cerita.

       Komunitas Loka Cerita, “Loka” yang memiliki arti tempat, tempat untuk berbagi sebuah cerita. Loka Cerita adalah sebuah komunitas bagi para pecinta buku yang memiliki anggota dari segala umur dan kalangan. Acara rutin yang dilakukan pada komunitas ini adalah berbagi sebuah cerita mengenai buku yang telah dibacanya pada sebulan terakhir. Mengulas isi buku dan memberikan penilaian pada kelebihan serta kekurangan buku menjadikan komunitas terasa mengasyikkan.

       Loka telah bergabung pada komunitas ini sejak kali pertama Loka Cerita didirikan. Niat awalnya, ia penasaran dan merasa lucu ada sebuah komunitas yang memiliki nama sama dengannya. Loka Cerita dan ia Loka Harsana. Namun, lama kelamaan Loka merasa nyaman di komunitas ini hingga merasa sayang jika memutuskan untuk keluar maka ia memilih untuk tetap bertahan dan rutin mengikuti pertemuan.

       “Ma, Loka pergi dulu, ya,” pamit Loka pada mamanya yang tengah menyiram tanaman di pekarangan depan rumah.

       “Iya, hati-hati, nak. Bukunya jangan lupa dibawa!” Mama Loka mengingatkan anaknya agar tidak lupa membawa buku. Yah, asal kalian tahu Loka adalah orang yang pelupa apalagi ketika ia sedang terburu-buru.

       “Udah, kok. Aman. Ini bukunya.” Loka menunjukkan sebuah buku bersampul merah. Buku yang nantinya akan ia ulas pada pertemuan nanti.

       “Loka pergi ya, ma. Assalamualaikum” kata Loka yang dijawab mamanya dengan “Waalaikumsalam.”

       Sesampainya di lokasi pertemuan, Loka langsung menghampiri teman-temannya dan untuk ikut bergabung. Dilihatnya jumlah yang hadir pada pertemuan kali ini lebih banyak dari pertemuan sebelumnya hingga mencapai 10 orang. Memang anggota dari komunitas ini tidak lebih dari 20 orang karena ini merupakan komunitas yang baru ada kurang lebih 1 bulan yang lalu. Jika yang hadir lebih dari 10 orang maka itu sudah termasuk luar biasa mengingat kebanyakan dari anggota komunitas ini memiliki urusan dan kepentingan masing-masing yang membuat mereka tak sempat hadir.

       “Maaf teman-teman. Saya terlambat,” kata Loka dengan nada menyesal. Ia menyadari kesalahannya karena ia tiba tidak sesuai waktu yang ditentukan. Loka terlambat hampir 1 jam yang seharusnya janji temu pada pukul 07.00 tadi.

       “Iya, tidak apa-apa, Loka. Silakan langsung duduk saja,” jawab Bian disertai senyuman. Bian merupakan pendiri dari komunitas Loka Cerita. Penulis yang telah melahirkan banyak karya ini memiliki harapan dan cita-cita untuk meningkatkan literasi dan membuat orang menjadi gemar membaca. Dimulai dengan membuat komunitas kecil, ia yakin jika suatu saat keinginannya itu dapat terwujud.

       “Sudah dimulai dari tadi, ya kak?” tanya Loka pada Ria setelah ia memposisikan duduknya senyaman mungkin. Loka mengambil posisi duduk di sebelah kanan Ria.

       “Iya dari tadi, aku juga udah mengulas buku yang kubaca, Jejak Langkah karya Pramodya Ananta Toer. Ini sudah buku ketiga yang diulas,” jawab Ria yang merupakan mahasiswi di salah satu perguruan tinggi di Semarang. Ria sangat menyukai hal-hal berbau sastra hingga ia mengambil program studi Sastra Indonesia.

       Saat ini buku Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono tengah diulas oleh Galuh. Galuh merupakan murid SMA kelas 11 yang merupakan adik kelas dari Loka. Ia telah bergabung dengan komunitas ini sejak pertama kali komunitas ini ada bersama dengan Loka dan Ria.

       “Kalimat –kalimat yang ditulis seperti syair, terlalu indah dan bermakna. Lalu ada juga beberapa kalimat Jawa yang digunakan dalam novel ini,” Galuh sangat bersemangat dalam mengulas buku yang telah ia baca itu.

       “Hubungan mengenai asmara dan romantika yang berbeda latar belakang, suku dan keyakinan membuat cerita dalam novel ini menjadi begitu menarik. Alur ceritanya juga tidak mudah untuk ditebak. Alur yang dapat membuat pembacanya ikut terhanyut dalam cerita. Ini novel yang keren, saya rekomendasikan kalian untuk membacanya juga,” tutup Galuh setelah ia memaparkan penilaiannya mengenai salah satu buku karya Sapardi tersebut.

       “Bagus ulasannya, Luh, dan jangan lupakan puisinya yang juga fenomenal itu, Hujan Bulan Juni, puisi mengenai kerinduan,” Badai yang duduk berhadapan dengan Galuh memberikan komentarnya.

       “Iya, aku juga menyukai puisi itu,” jawab Galuh disertai senyuman.

       “Nah, sekarang giliran Loka ya,” Bian menunjuk Loka dan mempersilakannya untuk bercerita dan mengulas buku yang telah dibacanya.

       Loka lalu mengeluarkan buku bersampul merah yang memiliki judul Catatan Juang karya Fiersa Besari. “Saya akan mengulas salah satu buku keren karya Bung Fiersa, judulnya Catatan Juang,” Loka memulai ceritanya dengan semangat hingga semua mata dan telinga fokus tertuju padanya.

       “Kekuatan sebuah tulisan mampu merubah hidup seseorang. Itulah yang dialami oleh seorang gadis bernama Kasuarina yang tidak sengaja menemukan sebuah catatan bersampul merah yang terjatuh di dalam angkutan umum. Suar pada mulanya membaca tulisan pada buku tersebut dengan maksud mencari informasi lain mengenai pemilik buku untuk nantinya ia kembalikan, namun lama-kelamaan ia terjebak dalam kisah yang ditulis pada catatan Juang. Dan hidup Suar perlahan mulai berubah, ia mulai mempertimbangkan kembali impiannya untuk menjadi seorang sineas.

            Konflik yang dibangun sudah kuat dan permasalahan yang diangkat cukup jelas, tetapi dalam hubungan antar tokoh masih lemah. Walau begitu novel Catatan Juang dikemas sangat menarik dan berbeda dari kebanyakan novel lainnya. Kisah Suar yang diselingi dengan tulisan Juang membuat novel ini tidak terasa membosankan. Pemilihan diksi yang indah sangat memanjakan pembaca dan membuat Catatan Juang layak dilahap dalam sekali duduk,” Loka menutup ulasannya dengan memberikan penilaiannya pada buku yang menjadi salah satu buku favoritnya tersebut.

            “Aku juga sudah membacanya, memang sangat keren. Hidup yang tidak selalu berjalan sesuai apa yang diingankan menjadi masalah utama dalam novel ini. Kisah yang ditulis Juang dalam catatannya pun bearagam dan tak melulu soal cinta, tetapi lingkungan, sosial, politik, impian, keluarga hingga fenomena anak muda masa kini yang tak luput dari pembahasan,” Badai memberikan komentarnya pada ulasan Loka.

       Tak terasa matahari sudah mulai meninggi dan satu persatu dari anggota yang hadir telah mengulas dan memberikan penilaiannya pada buku yang telah mereka baca. Setelah pertemuan ini ditutup oleh Bian, satu persatu anggota meningalkan tempat untuk pulang ke rumah masing-masing tak terkecuali Loka.

       Sekembalinya Loka ke rumah ia sudah merasa tak sabar untuk menunggu hingga pertemuan berikutnya. Ia telah menyiapkan buku yang menurutnya tak kalah keren untuk diulas dan diberikan penilaian. Selain itu, Loka bisa menyalurkan kegemaran membaca dan menulis, belajar untuk berani berbicara dan memberikan penilaian terhadap sesuatu yang telah dibacanya serta bertukar pikiran dengan orang lain. Komunitas yang sangat cocok dan bermanfaat untuk meningkatkan kegiatan berliterasi. Loka, tidak akan menyesal bergabung di komunitas Loka Cerita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun