Literatur mengenai lanun cukup beragam. Lanun disebut-sebut sebagai salah satu suku bangsa di Filipina selatan yang kehidupannya sebagai bajak laut.
Ada juga yang menyebutkan bahwa mereka datang dari Malaysia. Namun, yang jelas, lanun adalah perompak yang berdatangan dari Laut Cina.
Kedatangan lanun telah berlangsung cukup lama dan sangat meresahkan masyarakat Belitong pada masa silam. Sampai akhirnya tokoh berpengaruh di Pantai Batu Bedil, Datuk Fakih memuat perjanjian dengan lanun.
Menurut penuturan Pak Jangkong, penjaga dan pengelola Pantai Batu Bedil, perjanjian itu dibuat ketika terjadi duel Datuk Fakih melawan pemimpin lanun.
“Terjadi adu kesaktian antara Datuk Fakih dengan pemimpin lanun dengan perjanjian; apabila pemimpin lanun kalah maka lanun tidak boleh menguasai Pantai Batu Bedil dan apabila Datuk Fakih kalah maka pemimpin lanun tersebut yang akan memimpin.”
Hingga saat ini Datuk Fakih dianggap sebagai penjaga Pantai Batu Bedil. Pada setiap acara Selamet Laut, warga juga mengantarkan persembahan untuknya.
Penduduk percaya bahwa Datuk Fakih selalu memerintahkan Batu Bedil untuk berbunyi ketika ada musuh yang mendekat, kapal asing yang mendekat, atau bahaya lainnya.
Sebenarnya ada alasan ilmiah Batu Bedil bisa berbunyi seperti ledakan. Gugusan batu itu merupakan ekor dari formasi batuan granit Tanjung Pandan.
Kondisi batuan di wilayah ekor biasanya merupakan batuan kopong dan berongga, sehingga ketika ada terjangan ombak dan angin di sisi bagian laut akan muncul bunyi dentuman pada sisi lainnya.
Tak jauh dari Pantai Batu Bedil ada sebuah sumur beracun. Konon, racun tersebut dibuat secara mistis. Pak Jangkong menyebutkan bahwa pernah ada tim arkeologi dari Jambi yang melakukan penelitian di sekitar sumur beracun.
“Mereka menemukan artefak peninggalan Kerajaan Sriwijaya berupa serpihan serta potongan kendi dan masih terdapat serpihan yang nantinya akan dipajang di galeri,” tutur Pak Jangkong sambil menunjuk lokasi sumur beracun.