Rupanya, seperti inilah kehidupan anak pantai!
Mereka selalu disengat matahari yang ganas dan diterpa angin yang berhembus menerbangkan butiran pasir. Kulit terbakar dan berkeringat serta mata perih akibat butiran pasir adalah hal yang biasa bagi mereka.
Itu juga yang terasa oleh Tim Litbang ketika menuju sebuah tempat yang tidak terbaca oleh Google Maps. Nun jauh di ujung sana, Pantai Batu Bedil menjadi tujuan Tim Litbang yang kini sedang memacu kuda besi.
Hah… Batu Bedil? Jadi, begini ceritanya.
Kata “bedil” biasanya merujuk pada senjata berupa senapan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata bedil disebutkan sebagai senjata api (terutama senapan model kuno).
Lalu, mengapa pantai itu disebut sebagai Pantai Batu Bedil? Nama tersebut diambil dari gugusan batu istimewa di pantai itu.
Konon, menurut legenda, gugusan batu itu berbunyi mirip letusan bedil ketika perompak (lanun) mendekat ke pantai atau ada bahaya lain yang mengancam masyarakat di sekitar Pantai Batu Bedil.
Gugusan batu itu dianggap sebagai anugerah Yang Maha Kuasa untuk melindungi para nelayan yang bermukim di sekitar Pantai Batu Bedil.
Seperti alarm, batu tersebut akan memperingatkan warga dari bahaya dengan tiba-tiba bersuara seperti ledakan. Dengan demikian, warga dapat segera pergi sejauh mungkin meninggalkan desa untuk menyelamatkan diri.
Salah satu bahaya itu adalah para perompak atau bajak laut yang biasa disebut dengan lanun oleh masyarakat Belitong. Mereka datang untuk menculik penduduk dan menjadikannya sebagai awak kapal mereka.