Rupanya, seperti inilah kehidupan anak pantai! Mereka selalu disengat matahari yang ganas dan diterpa angin yang berembus menerbangkan butiran pasir. Kulit terbakar dan berkeringat serta mata perih akibat butiran pasir adalah hal yang biasa bagi mereka. Itu juga yang terasa oleh Tim Litbang ketika menuju sebuah tempat yang tidak terbaca oleh google maps. Nun jauh di ujung sana, Pantai Batu Bedil menjadi tujuan Tim Litbang yang kini sedang memacu kuda besi.
Hah …, Batu Bedil? Jadi, begini ceritanya. Kata “bedil” biasanya merujuk pada senjata berupa senapan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata bedil disebutkan sebagai senjata api (terutama senapan model kuno). Lalu, mengapa pantai itu disebut sebagai Pantai Batu Bedil? Nama tersebut diambil dari gugusan batu istimewa di pantai itu. Konon, menurut legenda, gugusan batu itu berbunyi mirip letusan bedil ketika perompak (lanun) mendekat ke pantai atau ada bahaya lain yang mengancam masyarakat di sekitar Pantai Batu Bedil.
Gugusan batu itu dianggap sebagai anugerah Yang Maha Kuasa untuk melindungi para nelayan yang bermukim di sekitar Pantai Batu Bedil. Seperti alarm, batu tersebut akan memperingatkan warga dari bahaya dengan tiba-tiba bersuara seperti ledakan. Dengan demikian, warga dapat segera pergi sejauh mungkin meninggalkan desa untuk menyelamatkan diri. Salah satu bahaya itu adala para perompak atau bajak laut yang biasa disebut dengan lanun oleh masyarakat Belitong. Mereka datang untuk menculik penduduk dan menjadikannya sebagai awak kapal mereka.
Literatur mengenai lanun cukup beragam. Lanun disebut-sebut sebagai salah satu suku bangsa di Filipina selatan yang kehidupannya sebagai bajak laut. Ada juga yang menyebutkan bahwa mereka datang dari Malaysia. Namun, yag jelas, lanun adalah perompak yang berdatangan dari Laut Cina. Kedatangan lanun telah berlangsung cukup lama dan sangat meresahkan masyarakat Belitong pada masa silam. Sampai akhirnya tokoh berpengaruh di Pantai Batu Bedil, Datuk Fakih memuat perjanjian dengan lanun.
Menurut penuturan Pak Jangkong, penjaga dan pengelola Pantai Batu Bedil, perjanjian itu dibuat ketika terjadi duel Datuk Fakih melawan pemimpin lanun. “Terjadi adu kesaktian antara Datuk Fakih dengan pemimpin lanun dengan perjanjian; apabila pemimpin lanun kalah maka lanun tidak boleh menguasai Pantai Batu Bedil dan apabila Datuk Fakih kalah maka pemimpin lanun tersebut yang akan memimpin.”
Hingga saat ini Datuk Fakih dianggap sebagai penjaga Pantai Batu Bedil. Pada setiap acara Selamet Laut, warga juga mengantarkan persembahan untuknya. Penduduk percaya bahwa Datuk Fakih selalu memerintahkan Batu Bedil untuk berbunyi ketika ada musuh yang mendekat, kapal asing yang mendekat, atau bahaya lainnya.
Sebenarnya ada alasan ilmiah Batu Bedil bisa berbunyi seperti ledakan. Gugusan batu itu merupakan ekor dari formasi batuan granit Tanjung Pandan. Kondisi batuan di wilayah ekor biasanya merupakan batuan kopong dan berongga, sehingga ketika ada terjangan ombak dan angin di sisi bagian laut akan muncul bunyi dentuman pada sisi lainnya.
Tak jauh dari Pantai Batu Bedil ada sebuah sumur beracun. Konon, racun tersebut dibuat secara mistis. Pak Jangkong menyebutkan bahwa pernah ada tim arkeologi dari Jambi yang melakukan penelitian di sekitar sumur beracun. “Mereka menemukan artefak peninggalan Kerajaan Sriwijaya berupa serpihan serta potongan kendi dan masih terdapat serpihan yang nantinya akan dipajang digaleri,” tutur Pak Jangkong sambil menunjuk lokasi sumur beracun.
Batu Bedil adalah geosite yang tergabung dalam rangkaian Geopark Belitung yang ditetapkan pada April 2021. Perjalanan Batu Bedil cukup panjang sebelum ditetapkan sebagai geosite. Awalnya, terlebih dahulu dibentuk Himpunan Kelompok Masyarakat (HKM) untuk menguruskan perizinan dari pemerintahan setempat sebelum diajukan ke kementerian. Pada tahun 2014 terdapat sebuah refleksi dari pemeritah yang memutuskan kelayakan dan pada 2017 baru keluar izin pengelolaan geosite Batu Bedil. Setelah itu, Pemerintah Kabuapetn Belitung menetapkan bahwa Geosite Batu Bedil sebagai bagian ari Geopark Belitung untuk diajukan ke UNESCO.