Mohon tunggu...
Kak fika (HELLOFIKA)
Kak fika (HELLOFIKA) Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu rumah tangga yang senang menulis, masak, makan dan jalan jalan

Lahir di Palembang, lalu menikah dan tinggal di Kota Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Pangan Fermentasi Lokal Tak Sekedar Enak, Juga Bernutrisi

5 Desember 2017   17:00 Diperbarui: 10 Agustus 2019   14:12 2624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bekasem, fermentasi ikan yang ditambah nasi dan garam


Pipi gembulnya turun naik,  mengikuti gerakan mulut yang asyik mengunyah.  Bulir bulir keringat muncul di sekitar dahi kecilnya.  Sudah beberapa kali piring nasinya kosong dan terisi kembali.  Dengan semangat ia menghabiskan isi piringnya.  Padahal siang itu lauknya cuma telur dadar,  tempe goreng,  sayur rebus dan cocolan Bekasem.  Tapi adikku lahap sekali menghabiskan hidangan dipiringnya.

Peristiwa itu terjadi lebih dari 20 tahun yang lalu.  Namun terpatri kuat diingatanku.  Saat makan siang adalah waktu favorit kami kakak beradik.  Keluarga kami adalah serumpun melayu,  suku Palembang yang tinggal di Kota asalnya sungai musi.  Baik nenek dan ibuku,  semuanya pintar memasak,  dan agaknya bakat tersebut pun turun menurun ke anak cucu.  

Kebiasaan keluarga kami adalah makan berkumpul,  ramai ramai dengan aneka menu,  ada olahan ikan,  protein hewani darat,  tumisan sayur,  lalapan,  dan tidak ketinggalan sambal.  Bukan hanya satu sambal tapi beberapa macam.  Diantaranya ada cocolan Tempoyak olahan fermentasi dari buah durian,  yang rasanya manis,  asam dan gurih.  

Lain waktu akan terhidang Bekasem, cocolan lain yang terbuat dari ikan air tawar dengan campuran nasi kering yang sudah difermentasi.  Serupa tapi tak sama,  ada pula Rusip,  fermentasi ikan teri/bilis yang sangat terkenal dari Sumsel dan Bangka. Terus terang,  kalau makan dengan cocolan itu,  tak akan sadar bila telah menghabiskan berpiring piring nasi hangat

Berabad abad pangan fermentasi melekat menjadi bagian tradisi.  Salah satunya tempoyak yang bahkan sudah tertulis di hikayat Abdullah. Yang menceritakan tempoyak sudah dikonsumsi sejak 1 836 oleh masyarakat rumpun melayu.  Di Indonesia tempoyak familiar di Sumatera dan Kalimantan.

Pangan Fermentasi lokal tentu  banyak sekali.  Tidak hanya tempoyak saja.   Banyak ragam ini mencerminkan betapa jeniusnya nenek moyang kita dulu.  Tanpa mengetahui reaksi kimia yang terjadi pada proses pengolahan pangan fer mentasi.  Niat untuk memperpanjang masa simpan pangan,  malah menciptakan jenis pangan  baru yang unik.

Pangan fermentasi adalah makanan yang tercipta dari proses pengolahan pangan dengan menggunakan aktivitas mikroorganisme secara terkontrol untuk meningkatkan keawetan pangan dengan diproduksinya asam dan/atau alkohol, yang menghasilkan produk  dengan karakteristik flavor dan aroma yang khas, serta mutu gizi yang jauh lebih baik.

Aku yakin,  banyak dari kita yang sudah mengetahui beberapa pangan fermentasi modern seperti yakult,  yogurt,  sasimi dan kimchi.  Lantas apakah kita juga mengenal tempoyak,  bekasem,  rusip,  tauco,  brem,  tapai dan masih banyak lagi jenis pangan yang lain?. Tampaknya pun belum banyak yang tahu. Apalagi mencicipinya.  

Padahal menurut Prof Rindit Pambayun,  dosen saya di perkuliahan dulu yang sekarang menjadi Presiden FIFSTA (Federation of Institutes of Food Science and Technology in ASEAN). " Makanan fermentasi sangat bergizi, karena protein mengalami hidrolisa menjadi asam amino dan peptida, karbohidral spt amilum terhidrolisa menjadi glukosa siap dimanfaatkan tubuh, dan terbentuknya senyawa gizi lainnya seperti vitamin (tapai, vitamin B-1 nya meningkat 300%)"

Memang,  pangan fermentasi lokal yang lumrah dan sudah banyak dikonsumsi oleh orang Indonesia adalah Tempe.   kita patut berbangga

Sudah berpuluh tahun makanan rakyat Indonesia ini dikenal baik di benua Eropa maupun Amerika. William Shurtleff dan Akiko Aoyagi dalam bukunya The Book of Tempeh: A Super Soyfood from Indonesia mengungkapkan bahwa tempe telah diproduksi dan dijual di berbagai negara di dunia.

Beragam suku dan luasnya Indonesia memberikan bonus tambahan,  ternyata pangan fermentasi lokal bukan cuma tempe.  Tiap daerah bahkan memiliki lebih dari dua jenis pangan fermentasi.  

Tempoyak,  Rusip dan Bekasem adalah contoh pangan fermentasi lokal yang berasal dari Sumatera Selatan.  Menurut Bapak Rindit Pambayun,  yang menjadikan pangan fermentasi lokal ini istimewa,  seperti diantarnya rusip dan bekasem adalah selain bergizi, juga cita rasanya bertambah karena monosodium glutamat alami yang terbentuk, serta beberapa peptida yang berfungsi sebagai zat fungsional.

Dan memang benar sekali,  kebiasaan masyarakat Palembang,  mengolah tempoyak,  bekasem dan rusip selain sebagai cocolan,  juga untuk  ditambahkan dalam berbagai olahan menu.  Dengan rasa khas lezat alami yang terkandung di dalam Tempoyak,  Rusip dan Bekasem.  Dapat menambah cita rasa masakan,  juga meningkatkan nafsu makan.

Tidak hanya itu saja kandungan gizi dari ke tiga Pangan Fermentasi lokal ini pun unik. Bekasam merupakan olahan ikan segar yang difermentasi secara spontan dengan menambah nasi kering,  garam,  dan disimpan di dalam sebuah guci/toples bersih.  Dulu almarhumah Nenekku sering membuat bekasam ini menggunakan ikan betina.

Ternyata bekasam bisa menjadi sumber probiotik,  karena dari fermentasinya menghasilkan banyak sekali bakteri asam laktat.  Bakteri asam laktat dipercaya sangat berguna bagi kesehatan tubuh, terutama pencernaan yakni mengontrol infeksi pada usus, meningkatkan digesti laktosa, sebagai antihipertensi dan dapat menurunkan kolesterol.

Hampir mirip dengan Bekasem.  Rusip yang merupakan hasil fermentasi ikan bilis atau ikan teri yang juga mengandung kandungan bakteri asam laktat yang tinggi,  tak cuma itu Rusip juga kaya akan Protein,  Kalsium dan Fosfor.  Rusip dibuat dengan cara mencampur ikan teri dengan garam dan air gula aren dalam jumlah tertentu,  kemudian dimasukkan ke botol botol bersih dan dilakukan pemeraman selama berhari hari.  Rusip memiliki warna, bau dan rasa yang khas.

Rusip, Fermentasi Ikan teri yang dicampur air gula aren
Rusip, Fermentasi Ikan teri yang dicampur air gula aren
Bagaimana dengan tempoyak?. Olahan pangan fermentasi lokal ini terbuat dari daging buah durian yang matang.  Konon dahulu tempoyak dibuat dilatar belakangi melimpahnya buah durian sehingga tidak sanggup untuk dimakan mentah begitu saja.  Daging buah durian yang telah matang, dikupas satu persatu.  Dipisahkan dari bijinya,  lalu dikumpulkan dalam sebuah guci atau toples besar yang sudah dibersihkan.  Beri garam dalam jumlah tertentu kemudian diperam 3-5 hari disuhu ruang.

Aku sering membuat tempoyak di rumah.  Mengingat di Jakarta,  aku belum menemukan penjual tempoyak. Selain rasa yang khas,  tempoyak mengandung  karbohidrat, lemak, protein, serta, energy, vitamin B1, vitamin B2, vitamin C, kalium, kalsium, dan fosfor. Selain itu kadar gas tempoyak tidak setinggi durian,  sehingga aman dimakan oleh orang yang punya sakit magh sepertiku.

Sayangnya makanan fermentasi lokal seperti yang kuceritakan diatas tidak banyak lagi dikenal oleh generasi muda sekarang.  Selain memang bentuk dan baunya yang khas,  makanan ini kuakui kurang populer. Kami merasa beruntung diperkenalkan pangan fermentasi lokal ini oleh para orang tua dahulu.  Namun tidak dengan anak anak dan generasi selanjutnya yang terlahir di zaman sekarang.  Banyak yang bahkan sedikitpun tidak tahu,  padahal terlahir di Sumatera Selatan.  Tempat berasalnya tiga pangan fermentasi ini.

Padahal pangan fermentasi lokal selain mengandung nutrisi yang tidak kalah dari pangan fermentasi populer (yogurt,  yakult) juga tersimpan tradisi dan kearifan lokal.  Bagaimana zaman dahulu,  para perempuan cekatan mengolah makanan didapur.  Menyimpan berbagai bahan pangan dengan teknologi fermentasi sederhana.  Mengawetkan hasil sawah, kebun,  dan tangkapan ikan yang didapat oleh para lelaki.

Tempoyak, Fermentasi Daging buah Durian
Tempoyak, Fermentasi Daging buah Durian
Seperti yang digambarkan oleh Bapak Prof. Rindit Pambayun saat mengisi materi tentang Ketahanan dan Keamanan Pangan di kelas Danone Blogger Academy.  Bahwasanya banyak sekali potensi potensi makanan lokal yang bisa dikembangkan,  dimanfaatkan dan dipopulerkan. Bagaimana bisa ayam goreng tepung yang berasal dari luar negeri bisa memiliki ratusan merchant di Negeri kita.  Padahal kita semua tahu,  bahwa junkfood seperti ini lah yang sebenarnya kurang baik untuk kesehatan.  

"Manfaat tiga colek Tempoyak sama dengan 2 botol yakult" Ujar Bapak Prof. Rindit Pambayun saat itu. Artinya banyak potensi luar biasa dari pangan fermentasi lokal Indonesia.  Bahkan combro digambarkan sebagai makanan yang memiliki gizi sama baiknya dengan hamburger.  Combro mengandung karbohidrat dari pati singkong,  mengandung protein dan manfaat pangan fermentasi dari isian oncom di dalamnya.

Lantas mengapa masih banyak anak anak yang kurang gizi,  orang dewasa yang tidak sehat?. Padahal Indonesia memberikan banyak pilihan dan ragam pangan.  Mungkin jawabannya adalah karena kita sendiri seringkali merasa asing,  tidak mau mencoba jenis makanan yang telah dimakan turun temurun oleh nenek moyang.

Nah sebagai Ibu rumah tangga yang baik, aku mencoba untuk selalu menyisipkan menu menu dari pangan fermentasi lokal ini dalam menu makanan keseharian keluarga kami.  Karena menurutku dengan melakukan ini,  tidak hanya manfaat nutrisi yang didapat.  Juga turut melestarikan tradisi  makanan nenek moyang yang telah dijaga selama berabad abad lamanya.  Syukur alhamdulillah suamiku yang merupakan suku betawi yang awalnya asing dengan pangan fermentasi ini.  Bisa menyukai Rusip,  saat aku hidangkan sebagai sambal yang ditumis dengan bawang dan cabai rawit.

" Enak,  gurih rasanya" begitulah komentarnya saat beberapa kali mencicipi Rusip.

Aku pun sempat membuat vlog mengenai pangan fermentasi lokal yang tersedia disekitar tempatku tinggal.  Memang saat ini aku tidak sedang tinggal di Palembang.  Karena itu pangan fermentasi lokal yang kutemui di pasar cibinong adalah tempe,  oncom,  tahu,  tapai,  asinan sawi,  terasi,  tauco dan lain lain.  Rata rata adalah olahan kedelai.


Kesimpulannya adalah masyarakat Indonesia tidak kalah cerdas dalam memanfaatkan bahan pangan yang sudah disediakan oleh Tuhan YME.  Dan banyak potensi nutrisi dari pangan fermentasi lokal yang mulai sekarang dapat para Ibu lirik.  Untuk diolah,  dan diberikan kepada anak anak dan keluarga guna memenuhi kebutuhan makan dan nutrisi.  Banggalah dengan makanan dan pangan lokal.  Karena tidak kalah enak dan tidak kalah bernutrisi dengan makanan dari luar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun