Dilansir dari Health Kompas ada lebih dari sepuluh jenis metode kontrasepsi perempuan: PIL KB, Suntik, Susuk KB/Implan, Intra uterine system (IUS), kondom, Intra uterine device (IUD), Metode sederhana atau vaginal, Tubektomi, Sistem KB Kalender.Â
Sedangkan laki-laki hanya memiliki dua jenis metode Kondom dan Vasektomi itupun sangat berat dilakukan. Ada yang beranggapan bahwa sensasi menggunakan kondom berbeda, ada juga kalau sudah steril suami bisa jajan di mana saja tanpa ketauan.
Secara global terdapat 44% atau 62 kehamilan yang tidak diinginkan per 1000 wanita berusia 15-44 tahun. Sedangkan di daerah berkembang, kehamilan yang tidak diinginkan yaitu 65 per 1000 wanita berusia 15-44 tahun di tahun 2010--2014.
Secara rata-rata nasional 17,5 persen kehamilan yang tidak dikehendaki. Artinya setiap 100 orang hamil maka yang tidak sengaja hamilnya adalah ada 17 orang. Angka terbilang cukup tinggi
Di seluruh dunia, 56% (dari semua kehamilan yang tidak diinginkan) berakhir dengan aborsi pada tahun 2010-2014 (Bearaket al, 2018).Â
Minimnya fasilitas dan edukasi terkait kesehatan seksual dan reproduksi bertambah buruk dengan pemiskinan struktural.Â
Perempuan akan mengakses "layanan alternatif" baik dengan dukun, mengkonsumsi jamu-jamuan, yang bisa membahayakan ibu dan bayi. Sedangkan aborsi yang diatur dalam Undang-Undang hanya mengcover Kehamilan tidak diinginkan karena Perkosaan.
Tentu saja perdebatan aborsi ini sangat alot terkait nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat, ada yang pro-choice dan pro-life, namun dalam keadaan masyarakat yang semakin termarjinalkan "They have no choice".
Dari Penampilan Hingga Reproduksi, Sampai Kapan Tubuh Perempuan DikontrolÂ
"Kamu tuh ya kalau pake baju yang bener", "Ngapain sih joget-joget mulu, pantes aja dapet komen melecehkan toh kamu yang ngundang", "Wajar sih dia dilecehkan orang suka pulang malam". "Dah nikah bertahun-tahun belum juga ada anak". Ternyata dari pakaian hingga reproduksi perempuan selalu kehilangan otonom atas tubuhnya.
Orang lain merasa berhak untuk mengomentari bahkan mengontrol tubuh perempuan. Ada juga beranggapan setelah menikah perempuan menjadi milik suami seutuhnya, tentu saja termasuk pilihan alat kontrasepsi, berapa jumlah anak, dan sepaket stigma di dalamnya.