Diawali menunggu jadwal sidang klien, saat itu kami duduk di tempat makan di samping pengadilan agama. Ruangan yang berukuran 5x8m ini menjadi saksi.
Seorang perempuan berusia di atas 40an menggengam HP buah apel yang digigit dengan 3 mata kamera seperti kompor melintasi meja kami, tampilan ala Ibu Pejabat dengan sanggul tinggi diselimuti dengan penutup kepala.Â
Ia berjalan sembari menelepon seseorang, terdengar dari suaranya menjawab ketika berjalan "Aku nunggu disini, cepetan datang", ujarnya sekilas yang aku tangkap.
Tidak lama ia duduk, kami masih bercerita santai. Kemudian dua orang Ibu-ibu datang dengan suara meninggi. Awalnya hanya cek cok mulut biasa, kemudian menjadi semakin dramatis dengan adegan jambak menjambak selendang Ibu tadi. Mereka marah marah dengan nada yang meledak tinggi.Â
Dengan napas terengah-engah, Ia teriak "Mbak, gak usah bantu dia!!! Dia itu pelakor!!!, di mana suami saya!!!". Setelah dipisah, pertikaian cukup mereda, kemudian aku mulai memasuki pengadilan agama.Â
Tidak lama itu orang-orang ramai ke luar, suara tadi semakin meniggi dan menjadi pusat perhatian, tidak lama itu aku mendapat kabar "Pengacara suaminya kena tampar mbak", "Hah?" aku bertanya lagi "Bukan Ibu yang itu ya?. Singkat cerita ternyata salah seorang rekan kami mendapat cap lima jari di pipinya.
Ketika Perempuan dianggap Serba Salah
Jelas kejadian itu tidak sekejab saja hilang, kejadian pagi itu menjadi perbincangan hangat di siang hingga menjelang sore hari. Aku pun mencari tahu apa yang terjadi, dan ternyata setelah Ibu yang marah-marah tadi pergi, suaminya muncul untuk melerai. Mereka sedang proses untuk bercerai, dan Ibu yang diduga pelakor ini ternyata juga memiliki jadwal sidang.
Sepertinya takdir tidak bermain dadu, mereka dipertemukan oleh waktu. Yang menarik lainnya adalah sosok lelaki ini memiliki postur tubuh tinggi, kulit putih bersih, dan tampang yang rupawan.Â
Bertolak belakang dengan tampilan sang istri bahkan salah satu rekan berkata "Wajar dicerai suami, tampilanya saja seperti pemabantu, mana suka marah-marah lagi". Aku sejanak terdiam.