Ada dua hal yang menarik tentang dunia ini. Pertama, ada hal yang tidak bisa dikendalikan seperti bencana,cuaca, dsb. Kemudian ada hal-hal yang bisa kendalikan seperti ketika akan keluar tiba-tiba saja hujan, kita menjadi kesal dan bingung harus bagaimana, namun kita bisa mengendalikan emosi kita apakah kita akan menggerutu ataukan menikmati hujan tersebut. Â
Begitu juga di dalam kehidupan sehari-hari, kita pasti tidak ingin terjadi hal-hal buruk pada keluarga kita, orang yang kita sayangi, bahkan diri kita sendiri. Tetapi, terkadang ada saja sesuatu terjadi bahkan jika kita telah mempersiapkan dan menghindari semua. contohnya ya sakit itu sendiri.Â
Beberapa waktu lalu satu akun twitter saat itu bercerita pengalamanya menjaga ibunya yang sakit, sudah beberapa tahun ini ia tinggal bersama keluarga beserta ibunya.Â
Menarik sekali, ia bercerita bagaiamana ketika merawat ibunya, ia semakin tumbuh menjadi manusia yang tangguh dan mengasah empatinya. Jelas, jika aku bercerita kepada teman-teman "luar" mereka berkata, your parents is not your responsible.Â
Terdengar sarkas dan sepertinya egois, namun setelah mendengar penjelasan dari mereka, aku memahami bagaiamana budaya yang membuat mereka tumbuh dan berkembang.Â
Konsep individualis yang melekat pada budaya mereka, sedangkan di Indonesia khususnya kita tumbuh dalam budaya kekeluargaan.Tidak ada yang lebih buruk atau lebih baik, semua memiliki kekuatan masing-masing dan tentu konsekuensi yang berbeda.
Belum lagi, di Indonesia sangat kental sekali dengan istilah "Sandwich Generation" dan budaya balas budi ataupun menghidupi orang tua masing-masing.Â
Walaupun tidak semua, namun membantu orang tua menjadi sebuah kewajiban apalagi ketika memang orang tua berada di kondisi perekonomian yang tidak begitu stabil, belum lagi usia yang tidak lagi mudah, semakin bertambah usia semakin besar juga pengeluaran kita.Â
Syukurnya, sekarang generasi mileneal sudah memiliki kesadaran akan literasi keuangan yang baik, sehingga bisa meminimalisir dampak-dampak di luar yang tidak bisa kendalikan.
Ketika salah satu anggota keluarga sakit, jelas akan berpengaruh pada semua keluarga. Misal suami sebagai tulang punggung utama keluarga jatuh sakit atau terjadi hal-hal yang tidak kita ingingkan.Â
Bukan hanya biaya pengobatan, biaya kebutuhan sehari-hari pun semakin meroket. Belum lagi untuk kebutuhan perawatan baik itu perban, pampers, obat-obatan, alat bantu, transportasi, dll. lalu, beban di rumah pun akan bertambah tidak hanya berpikir keras menghasilkan rupiah, tetapi tidak lepas pula pekerjaan domestik yang semakin banyak.
Sudah hampir 4 tahun lebih saya menjadi Care Giver, lebih tepatnya merawat orang tua saya yang sudah tua dan sakit. Tahun lalu, papa saya telah berpulang ke Tuhan. Jadi saat ini saya merawat mama saya.Â
Setelah terkena serangan stroke, mama tidak bisa melakukan apa-apa selain di kasur saja, semua aktivitas dilakukan di atas kasur. Awal-awal inilah yang paling berat, semua berubah!
Dari menjaga di rumah sakit, mengurus di rumah, tidur yang teratur, aktivitas domestik semakin meningkat. Mencuci, memasak, mengganti pampers dll. Belum lagi ditambah saat itu saya masih bekerja, dan akhirnya memutuskan untuk resign dan fokus merawat mama.Â
Seiring berjalanya waktu, kondisi mama sudah jauh lebih baikan. Setelah sekian lama aku fokus mengurus mama dan kembali ke dunia kerja, dan ternyata memang tidak mudah ketika pikiran dan tubuh terbagi.Â
Aku pun teringat salah satu rekan kerja yang laki-laki. Ketika bangun tidur, ia membuat kopi, mandi lalu pergi. Sedangkan bagi perempuan, saat bangun ia tidak hanya memulai aktivitas untuk dirinya tetapi mendahulukan kebutuhan keluarga lain. Menyiapkan sarapan, mandi, membersihkan rumah barulah ia bisa memulai  bekerja.Â
Di momen Ramadhan ini , saya pun teringat ketika harus menginap di rumah sakit. Sahur dengan ala kadarnya, berbuka hanya dengan makanan yang dibeli melalui Go Food. Sembari merawat mama yang kebenaran opname, entah sudah berapa kali saya harus bolak-balik RS. Tahun ini, kami cukup terbekati karena bisa menikmati ramadhan bersama keluarga di rumah.
Begitu banyak suka dan duka menjadi care giver, terkadang merasa stress dan seperti apakah hidupku akan begini saja?, atau merasa jengkel, kesal, dsb. Jelas sangat manusiawi sekali.Â
Jika kamu seorang care giver, dan berada dalam fase burn out, ambilah waktu untuk dirimu sendiri, ataupun bisa mengunjungi profesional untuk mengelola pikiran-pikiran kamu yang tidak karuan. Ini memang tidak mudah, tetapi ternyata sesuatu yang dariari hati tidak pernah ingkar janji.Â
Semakin ke sini aku merasa bersyukur memiliki waktu lebih bersama keluarga, memahami banyak hal, dan mengasah empati kita. Sekarang mama saya sudah bisa berjalan walapun masih tertatih, memang ketika menjadi care giver kita bukan hanya memberik makan dan obat, tetapi membangun mental, menguatkan mental tidak hanya yang sedang kita rawat tetapi diri kita pun. Peluk online untuk semua care giver di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H